20 Miliar Vs 2 Ribu



SUATU malam barusan tadi, ban belakang sepeda motor tuaku kempes.  Kalau dibiarkan lama nanti malah habis anginnya.

Selepas menyelesaikan pekerjaan, kubawa motor menyusuri jalan sekalian arah pulang ke rumah. Di tengah gerimis karena memang sudah masuk musim hujan, kucoba menuju kawasan yang ada bengkel motornya.

Benar saja, di keremangan ada bengkel kecil, yang setengah tertutup terpal biru lapuk. Begitu motor kutepikan, saya pun memberi kode tambah angin. Seorang pria lusuh yang tampak jenggot dan rambutnya yang hampir memutih semua datang dari kursi panjang yang ada kopi, asbak plus rokok yang berasap.

Ketika coba meraih selang mesin pompa angin, tak sengaja, kaki kiri legamnya terperosok di titian papan lapuk yang menutupi selokan. Tak mengaduh, meski kulihat itu tentu sakit. Ketika membetulkan papan ulin yang sudah tua malah mesin pompa rebah karena salah satu bannya terperosok ke sela-sela titian, dan ujung knalpot menghantam tangan kakek tua itu.

Sekali lagi beliau tak mengaduh hanya terlihat mengibas-ngibaskan tangan kanannya, dan saya segera mencoba menarik dan membetulkan posisi mesin yang ternyata bobotnya berat tersebut.

Ketika saya tanya apakah beliau tak apa-apa, beliau sigap menjawab tak mengapa. Di saat itu, saya kagum sekaligus terharu, meski sekadar Rp2 ribu ongkos memompa ban, beliau rela bersusah payah. Tapi, demi sesuatu yang halal tak mengapa. 

Sebab bagi kakek ini dan mungkin masih banyak lagi, meraih rezeki yang halal dan menyelamatkan jauh lebih penting, sebab setinggi-tinggi jabatan atau setajir-tajirnya harta sekalipun, semua pasti mati, dan mempertanggungjawabkannya semua kehidupannya di hadapan Allah kelak.

Sementara, di sana oknum pejabat KPK yang sudah punya harta Rp20 miliar lebih bahkan dipercaya rakyat sebagai aparat penegak hukum, masih mau berbuat culas, memeras, dan korupsi.

Manusia itu lazimnya memang serakah. Ketika diberi 1 gunung emas, ia masih mencari gunung emas kedua dan seterusnya. Namun sifat ini tak berlaku bagi manusia yang dadanya dipenuhi Allah dengan kelapangan, ketenangan dan keridhaan.  

Padahal,  puluhan miliar itu hanya berharga di mata para manusia yang berhati materialistis. Tapi bagi Allah SWT tak penting banyaknya harta, melainkan sejauh mana rasa syukur kita kepada Allah lalu kita praktikkan agar bermanfaat sebanyak-banyaknya di jalan akhirat.

Gus Dur pernah mewanti-wanti bahwa akar atau biang lambannya kesejahteraan bangsa dan negara kita karena perilaku korup para oknum pejabat negaranya mulai pusat hingga daerah dan desa-desanya. (ap)







Komentar