(Ambin Demokrasi)
Oleh: Noorhalis Majid
Disebutkan dalam satu riset, bahwa anak muda enggan - bahkan malas bicara soal politik, tapi memberi perhatian pada pemajuan demokrasi. Penulis mencoba menggali dan mendiskusikan hal tersebut kepada beberapa anak muda kritis. Terungkap asumsi, bahwa politik dan kekuasaan itu cendrung korup. Satu asumsi yang sebenarnya sudah lama diprediksi oleh para ahli, dan pendapat itu masih kuat melekat hingga ke anak muda.
Diperkuat lagi berbagai fakta, banyak petinggi partai yang korupsi, kepala daerah bahkan dengan latar belakang pendidikan tinggi ditangkap KPK, dan hampir semua jabatan politik, hingga setingkat kepala desa, juga tidak tahan godaan korupsi. Sehingga mendekati dan bahkan membicarakan politik, sama halnya menoleransi perilaku korupsi.
Walau pandangan yang memperkuat hasil riset terkait sikap anak muda terhadap politik, hanya berupa diskusi, namun alasannya logis. Bahwa politik dan kekuasaan, masih dilumuri prilaku korupsi, Siapa pun yang masuk, kalau komitmen dan integritasnya tidak kuat, mudah terbawa prilaku korupsi. Karenanya, anak muda enggan bicara politik.
Lantas bagaimana kampanye anti korupsi bisa dilakukan partai politik, agar anak muda kembali bersimpatik pada politik? Sedangkan partai politik, hampir tidak ada satu pun yang terbebas dari tuduhan prilaku korupsi.
Sulit bagi partai politik mendeklarasikan dirinya sebagai partai anti korupsi, apalagi perang melawan korupsi, kalau tiba-tiba petingginya yang menduduki jabatan politik juga korupsi. Akhirnya isu korupsi hanya samar-samar, tidak tegas, dan pasti tidak menarik anak muda. Bahkan kalau pun ada yang menyatakan sebagai partai anti korupsi, hal tersebut sulit dipercaya.
Sebelum mengkampanyekan hal besar terkait korupsi, sebaiknya hindari dulu perilaku yang frekuensinya hampir sama, yaitu money politik. Dalam bentuk dan cara apapun, tidak boleh ada money politik, karena dari sinilah korupsi itu berawal. Agar tumbuh kesadaran anti korupsi. (nm)
Komentar