Weee Rumahnya Hancuurr



MARTAPURA - Kala wawancara dengan Sri Ningsih (48) tiba-tiba si bungsu terbangun dan menangis sehingga si ibu yang akrab disapa Neneng ini mesti menenangkan buah hatinya itu dengan membelai lembut rambutnya.

"Dia kadang masih trauma melihat rumah tinggalnya bersama sang ibu habis hancur selepas eksekusi oleh pengadilan. Kadang terbawa dalam tidurnya," terang Sri. 

Si anak yang berusia 8 tahun dan duduk di kelas 3 SD Indrasari 2 Martapura ini kadang terdiam membatin ketika diolok teman-teman sebayanya kalau rumahnya sudah hancur. "Wee rumahnya hancuur," sebut bocah lelaki ke arah anak ini. Namanya juga anak-anak yang belum berdosa dan mengerti persoalan. 

Neneng sejak eksekusi rumah dan tanahnya pada 22 Oktober 2020 terpaksa menumpang di rumah saudaranya masih di kawasan Gg Embes Sekumpul. Kini sesekali ia hanya bisa melihat puing-puing reruntuhan sejumlah toko dan rumahnya dari balik seng yang mengelilingi tanah 13 x 38 meter atau 494 meter persegi.

Ia menyayangkan jaminan di satu bank itu dilelang akhir tahun 2019 terlalu dipaksakan dan menurutnya ada unsur rekayasa sehingga hanya terjual Rp968 juta. Jika dikalkulasi dengan bangunan juga maka nilai tanah per meternya kurang dari Rp1,5 juta. Padahal di tepi Jl Sekumpul sudah diketahui umum harganya sudah di atas 5 juta bahkan ada yang menaksir Rp8 juta.

Neneng mengaku beberapa kali meyakinkan pihak bank ia beritikad keras menyicil kreditnya yang bermula Rp400 juta sejak 2013. Ia memiliki usaha rak aluminium dan usaha angkutan material. Entah bagaimana ia kehilangan uang 150 juta yang sedihnya justru dibawa kabur sang suami. "Bahkan ada 60 juta rupiah lagi dari rekanan bisnis yang tak dikembalikan," ungkapnya.


Ia pun menjanda dengan masih terikat utang kredit di bank. Posisi terakhir ia masih kuat mengangsur rekening koran (non transfer) pada Maret 2019. Dan utang pun masih bersisa 250-an juta. 

Tanpa persetujuannya lelang dilaksanakan yang dimenangkan oleh Heru Wahyudi warga Bumi Mas Jl A Yani Km 4 Banjarmasin. Lelang senilai Rp968 juta terbagi Rp322 juta untuk bank dan Rp622 juta ke rekening misterius yang diatasnamakan Sri Ningsih.

"Saya baru tahu ada rekening atas nama saya padahal saya tidak membuka rekening baru karena 2014 rekening saya sudah ditutup. Pembayaran cicilan hanya dengan rekening koran. Saya selidiki dan diakui sendiri oleh orang bank bahwa rekening itu sengaja dibuka dengan memakai data lama saya dan ditandatangani oleh seseorang. Seorang karyawan itu kini dipindah," cetus Neneng.

Melalui pengacara Syamsul, Selasa (1/12/2020) Neneng menggugat BRI dan KPKN. Agenda sidang di Pengadilan Negeri Martapura dipimpin Riswandi dan hakim anggota Gatot SH untuk pemeriksaan alat bukti serta saksi Raudatul Jannah.

Saksi membenarkan bahwa Neneng memiliki usaha dan belakangan mengalami masalah keuangan. Namun saksi mengenal penggugat sebagai orang yang gigih meski sudah menjanda.

Wartawan coba mewawancarai Noni perwakilan BRI namun yang bersangkutan enggan diwawancarai dan memilih berlalu.

Panitera PN Martapura Burhanuddin mengatakan bahwa sebelum eksekusi pihaknya membuat telaahan dari permohonan pihak pemenang lelang Heru Wahyudi. "Kami melakukan sudah sesuai prosedur," kilahnya.

Namun ketika ditanya apakah telaahan bisa terjadi kekeliruan, ia tidak menampik mengingat yang bekerja adalah manusia yang bisa saja khilaf tanpa disengaja.

Komentar