63 tentang Abah Guru Sekumpul (1--15) #AbahGuruSekumpul


1. Sedikit tentang Guru Sekumpul
Dikutip dari tulisan Aman FatHa (11 Agustus 2005) yang sebagian mengutip dari Abu Daudi (pengarang riwayat zuriat Datu Kalampayan): Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani yang selagi kecil dipanggil dengan nama
Qusyairi adalah anak dari perkawinan Abdul Ghani bin H Abdul Manaf dengan Hj Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Ghani merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama Hj Rahmah. Beliau dilahirkan di Tunggul Irang, Martapura pada malam Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1942 M.

Diceriterakan oleh Abu Daudi, Asy Syekh Muhammad Ghani sejak kecil selalu berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang memelihara Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan. 

Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Alquran. Karena itulah, Abu Daudi meyakini, guru pertama dari Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri. Semenjak kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. Guru Sekumpul sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata  untuk bersalaman dan mencium tangannya. Pada tahun 1949 saat berusia 7 tahun, beliau mengikuti pendidikan “formal masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura.  Guru-guru beliau pada masa ini antara lain, Guru Abdul Muiz, Guru Sulaiman, Guru Muhammad Zein, Guru H Abdul Hamid Husain,  Guru H. Rafi’i, Guru Syahran, Guru Husin Dahlan, Guru H Salman Yusuf. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, beliau melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura.

Pada masa ini beliau sudah belajar dengan Guru-guru besar yang spesialist dalam bidang keilmuan seperti al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif, al-Alim al-Fadhil Husain Qadri, al-Alim al-Fadhil Salim Ma’ruf, al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya, al-Alim Syaikh Salman Jalil, al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif, al-Alim al-Fadhil al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir, dan KH Aini Kandangan. Tiga yang terakhir merupakan guru beliau yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid. Kalau kita cermati deretan guru-guru beliau pada saat ini adalah tokoh-tokoh besar yang sudah tidak diragukan lagi tingkat keilmuannya. Dari yang saya kenal saja secara khusus adalah KH. Husin Qadri lewat buku-buku beliau seperti Senjata Mukmin yang banyak dicetak di Kalsel. Sedangkan al-Alim al-Allamah Seman Mulya, dan al-Alim Syaikh Salman Jalil, sempat kita temuiketika masih hidup. Syaikh Seman Mulya adalah pamanda beliau yang secara intensif mendidik beliau baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepada beliau kecuali di sekolahan. Tapi Guru Seman langsung mengajak dan mengantarkan beliau mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kalsel (Kalimantan) maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, guru Seman mengajak (mengantarkan) beliau kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir.

Menurut Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak. Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya yaitu beliau dan almarhum KH Hanafiah Gobet). Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin.

Beliau ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang beliau contohkan kepada kami agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.

Selain itu, di antara guru-guru beliau lagi selanjutnya adalah Syaikh Syarwan Abdan (Bangil) dan al-Alim al-Allamah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi. Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan beliau sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah). Dari beberapa guru beliau lagi adalah Kyai Falak (Bogor), Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah), Syaikh Hasan Masyath, Syaikh Ismail al-Yamani, dan Syaikh Abdul Kadir al-Bar.

Sedangkan guru pertama secara ruhani adalah al-Alim al-Allamah Ali Junaidi (Berau) bin al-Alim al-Fadhil Qadhi Muhammad Amin bin al-Alim al-Allamah Mufti Jamaludin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan al -Alim al-Allamah Muhammad Syarwani Abdan Bangil. (Selain ini, masih banyak tokoh lagi di mana sebagiannya sempat saya catat dan sebagian lagi tidak sempat karena
waktu itu beliau menyebutkannya dengan sangat cepat. Sempat saya hitung dalam jumlah kira-kira, guru beliau ada sekitar 179 orang sepesialis bidang keilmuan Islam terdiri dari wilayah Kalimantan sendiri, dari Jawa-Madura, dan dari Makkah).


Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamanda beliau semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil beliau sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnda beliau sendiri. Seperti misalnya suatu ketika hujan turun deras sedangkan rumah beliau sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.

Pada waktu itu, ayah beliau menelungkupi beliau untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan. Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Syekh Muhammad Ghani juga adalah seorang pemuda yang shalih dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada 
siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem memenej usaha dagang beliau sampaikan kepada kami lewat cerita-cerita itu.

Beberapa cerita yang masih saya ingat. Sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnda beliau membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnda beliau selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga. Adapun sistem mengatur usaha dagang, beliau sampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan.

Salah seorang ustazd kami pernah mengomentari hal ini, “Bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegur beliau, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Beliau langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.

Beberapa catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan, yakni beliau sudah hapal al-Qur`an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulan beliau betul-betul dijaga. Kemanapun bepergian selalu ditemani (saya lupa nama sepupu beliau yang ditugaskan oleh Syaikh Seman Mulya untuk menemani beliau). Pernah suatu ketika beliau ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasakecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamanda beliau Syaikh Seman Mulya di hadapan beliau dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syaikh, begitu juga sepupu yang menjadi “bodyguard’ beliau. Beliaupun langsung pulang ke rumah.

Pada usia 9 tahun pas malam jum’at beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam jum’at ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk, beliau melihat masih banyak kursi yang kosong.

Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang yang menyambut beliau dalam mimpi tersebut. (Sayang saya lupa nama syaikh tersebut, semoga saja beberapa kawan dan anggota jamaah yang juga hadir sewaktu pengajian umum di PP Al-Falah, Banjarbaru, Kalsel saat itu ada yang bisa mengingatkan saya nama syaikh tersebut).

Salah satu pesan beliau tentang karamah adalah agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi
nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi shalatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi “bakarmi” (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).

Selain sebagai ulama yang ramah dan kasih sayang kepada setiap orang, beliau juga orang yang tegas dan tidak segan-segan kepada penguasa apabila menyimpang. Karena itu, beliau menolak undangan Soeharto untuk mengikuti acara halal bihalal di Jakarta. Begitu juga dalam pengajian-pengajian, tidak kurang-kurangnya beliau menyampaikan kritikan dan teguran kepada penguasa baik Gubernur, Bupati atau jajaran lainnya dalam suatu masalah yang beliau anggap menyimpang atau tidak tepat.
(Dicatat ulang 11 Desember 2008)

2. Guru Sekumpul Wafat
Banjarmasin, BPost - Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Ulama kharismatik asal Sekumpul Martapura, Kalimantan Selatan, Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul, Rabu (10/8/2005) pukul 05.10 wit telah berpulang ke rahmatullah di kediaman Kompleks Sekumpul. Almarhum malamnya baru saja kembali ke Indonesia setelah menjalani perawatan selama 10 hari di Mount Elizabeth Hospital Singapura.

Kabar duka ini disampaikan Bupati Banjar Gt Khairul Saleh kepada PU Banjarmasin Post Group HG Rusdi Effendi AR. Beberapa jam sebelumnya keduanya bersama Gubernur Rudy Ariffin ikut menjemput kedatangan Guru Sekumpul di Bandara Syamsuddin Noor.

Rombongan Guru Sekumpul sendiri bersama H Sulaiman HB dan keluarga , Selasa (9/8/2005) bersama-sama meninggalkan rumah sakit Mount Elizabeth menuju Bandara Changi, Singapura.
Guru Sekumpul, seperti dilaporkan wartawan BPost, Elpianur Ahmad dari Mount Elizabeth Hospital, dibawa menggunakan mobil ambulan rumah sakit ditemani dr Nanang dan orang dekatnya. Sementara Sulaiman HB bersama rombongan anak dan kerabat guru mengiringi dari belakang menggunakan dua mobil lainnya.

Sementara itu, warga Muslim asal Banjar jemaah Al-Falah Mosque di Bidefor 01-01 Cairnhill Place, Orchad mengiringi doa kesembuhan Guru Sekumpul. "Kami mendoakan semoga beliau cepat sembuh dan kembali ke tengah umat," kata Yahya bin Hasyim, ketua jamaah.

Pesawat Anugerah F-28 yang dicarter khusus tiba di Bandara Syamsuddin Noor, Banjarbaru tepat pukul 20.30 Wita. Pesawat transit via Kalimantan Barat.

Sejak selepas Magrib, puluhan penjemput telah menunggu kedatangan Guru Sekumpul. Tampak Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Bupati Banjar Khairul Saleh, Pimpinan BPost Group, HG Rusdi Effendi, Danlanud Syamsudin Noor Letkol (PNB) Anang Nurhadi, sejumlah anggota DPRD Kalsel, Dirut RSUD Ulin Banjarmasin, dr Abimanyu dan beberapa kerabat dan jamaah simpatik Guru Sekumpul.

Pesawat jet berukuran lebih kecil dari pesawat penumpang itu menepi di tempat khusus. Gubernur Rudy Ariffin langsung naik ke atas pesawat menyambut Guru Sekumpul yang akan turun dari pesawat, dan sejumlah penjemput menunggu di depan tangga pesawat.

Mobil Benz jenis van bernomor polisi DA 9596 Z langsung membawa Guru Sekumpul menuju kediaman di Kompleks Sekumpul, Martapura. Didalamnya juga berisi beberapa kerabat yang mendampinginya sejak dari Singapura. Ikut pula mengiringi Rudy Ariffin.Sementara itu di gang belakang kediaman Guru Sekumpul, puluhan petugas keamanan Sekumpul sudah menunggu. Sudah
beberapa bulan terakhir, rombongan Guru Sekumpul yang mengantar Guru berobat tidak lagi lewat depan, melainkan melalui bagian belakang rumah yang sengaja dibuat garasi mobil dibalik tembok tinggi.

Tepat pukul 21:15, iring-iringan mobil yang membawa Guru Sekumpul tiba melalui Gg Ri'ayah. Mobil DA 9596 ZG yang membawa Guru Sekumpul langsung masuk ke dalam garasi untuk selanjutnya rolling door garasi ditutup rapat kembali.

Para pengiring dan pejabat kemudian masuk melalui pintu dekat dengan rolling door garasi mobil. Berturut-turut masuk, Rudy Ariffin, Khairul Saleh serta kerabat Guru Sekumpul. (Berita yang ditulis saya bersama Rasyid Ridha, dan Elfianur Ahmad)

3. Guru Sekumpul dan Syariat Islam
KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang akrab dikenal Guru Sekumpul, memang telah meninggal dunia tiga tahun lalu, tepatnya pada Rabu, 10 Agustus 2005 sekitar pukul 05.10 Wita dalam usia 63 tahun. Kala itu, saya masih bekerja di Banjarmasin Post ngepos di Martapura. Kebetulan juga, saya bersama rekan saya, Rasyid Ridha dan para redaktur lainnya yang pertama-tama
memberitakan kabar duka itu lewat headline Banjarmasin Post.

Saya sengaja mengangkat judul itu, karena setelah sekian lama saya bertanya-tanya bagaimana sikap Guru Sekumpul terkait penerapan syariat Islam, ternyata terjawab juga pertanyaan itu.
Beberapa bulan setelah Guru Sekumpul wafat, saya bersama sejumlah rekan wartawan bersilaturahmi dengan Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin. Di tengah obrolan ringan, saya memberanikan diri bertanya kepada beliau soal syariat Islam dan Guru Sekumpul.

Mengapa demikian? Asumsi saya, Pak Rudy sebelumnya pernah menjadi Bupati Banjar periode 2000-2005, sedangkan beliau juga adalah salah satu anak angkat Guru Sekumpul.
Pak Rudy agak terkejut juga waktu itu. Namun, dengan gaya khasnya yang berbicara tenang dan teratur, Pak Rudy akhirnya bercerita juga. “Memang ketika Abah Guru (panggilan Pak Rudy kepada Guru Sekumpul) masih sehat dan saya masih Bupati Banjar, beliau pernah menyinggung soal syariat Islam,” ujarnya.

“Abah Guru bertanya kepada saya apakah saya bisa menerapkan syariat Islam di Kabupaten Banjar. Waktu itu saya terdiam. Agak lama, kemudian beliau kembali menawarkan, kalau tidak bias se-Kabupaten Banjar, maka biarlah cukup syariat Islam itu di satu kecamatan dari Kabupaten Banjar. Saya juga kembali terdiam tidak (mampu) menjawab,” cerita Pak Rudy.

“Abah Guru kembali menawarkan kepada saya, katanya kalau tidak bias satu kecamatan, satu desa atau kelurahan pun jadi. Lagi-lagi saya tak menjawab. Saya hanya (bias) diam. Kemudian, dengan menghela nafas, Abah Guru lalu mengatakan, maka biarlah dulu syariat Islam itu diterapkan di masing-masing keluarga,” kisah Pak Rudy lagi dengan mata menerawang.

Dari kisah Pak Rudy itu saya menangkap bahwa ulama besar selevel Guru Sekumpul sebenarnya adalah termasuk ulama yang sangat memperhatikan upaya penerapan syariat Islam. Bahkan, bukanhanya sekedar di Kabupaten Banjar saja yang diidam-idamkan beliau itu, melainkan juga untuk Indonesia.

Saya yakin, jika ada petinggi negara ini yang pernah berkunjung ke kediaman Guru Sekumpul, insya Allah Guru Sekumpul pernah menawarkan hal serupa. Maka, bagi anak murid Guru Sekumpul, pengagum beliau dan umat Islam di Kabupaten Banjar atau kaum Muslimin se-Indonesia, marilah bersama-sama menyingsingkan lengan baju untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia, tentunya 
dengan dakwah dan cara-cara yang terhormat. (Dicatat 11 Desember 2008)

4. Pertama ke Sekumpul dan Melihat Guru Sekumpul
Kalau tidak khilaf, saya ke majelis Sekumpul di Mushalla Ar Raudhah tahun 2000. Beberapa tahun sebelumnya kala kuliah di ULM Banjarmasin, saya sudah kerap mendengar nama ulama kharismatik asal Martapura yg kerap disebut Guru Ijai, atau Guru Sekumpul.

Saya adalah orang awam. Sahabat saya, Fauzan Nahdi dan Mujahidin sudah sering mengajak saya ke Sekumpul. Kebetulan, kami satu kost di Kayu Tangi, Bannjarmasin. Setelah beberapa kali, akhirnya saya bersedia juga ikut, karena ingin mengetahui sendiri yang katanya Guru Sekumpul memiliki suara indah jika melantunkan syair maulid.
Penulis di Haul AGS 2012

Di bulan berapa saya sudah lupa, tapi hari itu Minggu, kami (saya dan Fauzan) berangkat naik taksi oranye. Selepas shalat Ashar di Mushalla Ar Raudhah, kami mendengarkan tausiyah Guru Sekumpul. Saat itu kami duduk masih di luar mushalla.

Alhamdulillah kebagian kopi dalam cangkir mini yang dibagikan para khaddam Sekumpul.
Selanjutnya, selepas shalat Maghrib, kami mulai merapat ke dalam mushalla. Guru Sekumpul tampak berwibawa, tenang namun gagah lagi ganteng, tak jauh di depan sudah mengambil posisi memulai maulid Habsy. Nah, inilah yg menggetarkan batin. Ada syair begini, "Ya ahlil baiti nabi, yakhlashofa, wal munajat."

Wah, saya mulai tersentuh, akan keindahan suara maupun ungkapan rindu beliau dan umat terhadap Nabi Muhammad SAW. Saya sudah tak bisa mengendalikan diri. Saya menangis senggukan dan tak bisa saya redakan. Bahkan semakin larut, senggukan itu, tersedu-sedu seperti anak kecil. Sahabat saya Fauzan coba menepuk-nepuk pundak saya supaya reda tapi tak bisa. Tangisan saya bahkan sampai berlanjut sampai shalawat Badar, di mana semua jamaah berdiri.  Baru ketika shalat Isya hendak didirikan, tangis itu reda. Masya Allah Guru Sekumpul. (Dicatat 24 Agustus 2012)

5. Keajaiban Berkat Guru Sekumpul
Suatu ketika di tahun 2002, Minggu sore, saya pergi ke Sekumpul sendirian. Agak lama sebenarnya, tidak bareng dengan dua sahabat saya yang juga kerap ke majlis Sekumpul yang diasuh Guru Sekumpul, yakni Fauzan Nahdi dan Mujahidin. Padahal, sebelum-sebelumnya kerap bareng, ini karena saya sudah berkeluarga, sementara dua sahabat masih belum.

Menjelang Ashar, saya berniat mengambil wudhu melalui gerbang Mushalla Raudhah sisi Gg Taufiq atau gerbang kubah. Entah kenapa tiba-tiba hati ini rindu kepada Fauzan. "Alangkah indah saat ini jika bisa bertemu Fauzan," kata saya dalam hati.

Ajaib, baru saja kaki hendak melewati gerbang, Fauzan juga hendak lewat namun dari arah dalam. Kami sama-sama kaget, "Allahuakbar." Kami pun berpelukan tepat di bawah gerbang. Kata saya kepada Fauzan bahwa saya baru saja memikirkannya, dan ternyata ia pun mengakui hal yang sama.
Singkat cerita kami berdua lantas sepakat mencari tempat menghampar sajadah. Saya tanya kepada Fauzan apakah ia bersama Mujahidin, teman satu kostnya. Ia menjawab bahwa ia tidak bersama Mujahidin, karena berangkat sendiri. "Seandainya ada Mujahidin tentu lengkap kita ini," kata saya seraya dibenarkan Fauzan.

Lagi-lagi keajaiban berkat Guru Sekumpul terjadi. Di tengah kami sibuk mencari tempat di antara ribuan jamaah, tiba-tiba suatu suara yang tak asing setengah berteriak memanggil sambil melambai-lambai tangan. "Woii dangsanak (ikhwan), di sini masih kosong." Masya Allah, ternyata Mujahidin salah satu sahabat kami memangil-manggil kami dengan wajah gembira, sambil memberi kode kalau di sampingnya masih kosong, seputar halaman samping mushalla yang berhadapan dengan rumah Guru Sekumpul.

Jadilah kami bertiga berkumpul, dan shalat kemudian mendengarkan tausiyah Guru Sekumpul. Semua berkat Guru Sekumpul. (Dicatat 24 Agustus 2012)

6. Ma'rifat Menurut Guru Sekumpul
Menurut Guru Sekumpul dalam satu rekaman pengajiannya, bermula beragama adalah ma'rifat, yakni mengenal Allah. Belum sempurna ma'rifat jika belum mengetahui apa yang mula-mula diciptakan Allah dan bagaimana kejadian diri. Adapun yang pertama diciptakan sebelum ada sesuatu ialah Nur Muhammad SAW dari Nur-Nya.

Adapun diri kita terdiri dari jasad dan ruh. Jasad diri kita berasal dari air mani kedua orangtua kita yang masih keturunan Nabi Adam AS. Adapun Nabi Adam diciptakan dari tanah, tanah berasal dari air, air berasal dari angin dan angin itu berasal dari api, serta api berasal dari Nur Muhammad SAW. Sementara ruh kita semua tercipta dari (keringat) Nur Muhammad SAW. (Dicatat 7 September 2012)

7. Kehebatan Nabi Muhammad SAW Menurut Guru Sekumpul
Ujar Guru Sekumpul dalam salah satu rekaman pengajiannya, kurang lebih begini: Malaikat Jibril itu hebat bisa menyerupa menjadi siapa saja tentu dengan izin Allah. Sementara Nabi Muhammad SAW yang merupakan makhluk paling mulia, lebih tinggi derajatnya ketimbang Malaikat Jibril dan lebih dekat kepada Allah SWT, tentulah mudah menyerupa menjadi siapa saja atas izin Allah.

Maka boleh jadi Nabi Muhammad SAW menyerupa menjadi Guru Usup misalnya. Guru Usup dzahirnya namun hakikatnya ya Nabi Muhammad SAW jua. Allahumma shalli wa salim wabarik 'alaa sayyidina Muhammad. Apalagi bagi wali yang bergelar khalifah Rasulullah SAW,
dzahirnya si wali, hakikatnya Rasulullah SAW jua. (Dicatat 7 September 2012)

8. Guru Sekumpul tentang Datu Kalampayan
Menurut Guru Sekumpul yang dikutip dari rekaman pengajiannya, kurang lebihnya begini: Datu Kalampayan, padatuan kita itu bersama murid-murid pilihan Syekh Muhammad Semman diperintahkan Allah dan Rasulullah SAW untuk berkhalwat dengan maksud tersembunyi dari Syaikh agar ditemukan khalifah beliau sepeninggal beliau kelak. Maka masing-masing memasuki kamar khalwat yang sudah disiapkan.
Datu Kalampayan

Selesai khalwat, ada murid Syekh yg menjadi air, ada yg menjadi daging yang seperti dicincang-cincang dan ada yg menjadi cahaya tak ada bentuk. Syahdan, Datu kita yakni Datu Kalampayan (Syaikh Muhammad Arsyad AL Banjary) sajalah yang masih seperti sedia kala, lengkap jasad dan ruhnya.

Syaikh Muhammad Semman kemudian berpikir bahwa Datu Kalampayan mampu kembali dari khalwat dengan keadaan utuh yang berarti Datu Kalampayan lebih kuat ketika "didekati" dzat Allah. Maka sampailah pada kesimpulan kalau Datu Kalampayan menjadi khalifah mutlak daripada Syaikh Muhammad Semman Al Madani. (Dicatat 8 September 2012)

9. Pengalaman Unik Terkait Guru Sekumpul
Zakir, seorang santri yang tinggal di Pekauman Martapura mengakui sangat kagum dengan Guru Sekumpul. "Pernah suatu ketika,saya diperintahkan oleh ayah saya untuk mengantar sesuatu ke kediaman Guru Sekumpul. Saya sebelumnya belum pernah bertemu langsung dengan beliau. Ketika sudah berada di halaman rumah beliau, saya kemudian terpikir, apakah mungkin saya dapat berjabat tangan dan mencium tangan beliau. Anehnya, belum sempat saya mengetuk pintu, beliau sudah membuka pintu dan mengulurkan tangannya kepada saya seraya mengucap salam. Saya pun terkejut, namun segera saja saya membalas salam dan memanfaatkan kesempatan langka itu, mencium tangan beliau," ujar Zakir.

Tidak kalah menariknya, Ikhsan Cahyadi, seorang warga Pelaihari yang sering mengikuti pengajian Sekumpul mengatakan, dirinya mengakui karomah Guru Sekumpul setelah ia mengikuti pengajian kali pertama. "Sejak berangkat dari Pelaihari, saya memiliki satu pertanyaan tentang soal agama yang saya belum temukan jawabannya. Alhamdulillah, ketika duduk mengikuti pengajian, Guru Sekumpul ada menyinggung persoalan agama yang jadi pertanyaan saya itu, dan terjawablah sudah pertanyaan di hati ini," paparnya. (Dicatat ulang 15 September 2012)

10. Guru Sekumpul Tekankan Adab
Dalam suatu pengajiannya, Guru Sekumpul kerap menekankan agar jamaah memperhatikan adab. Sebab, tanpa adab, sulit meraih keberkahan, meskipun orang itu berilmu (agama) yang tinggi. Dikisahkan Hadi, warga Marabahan, Kabupaten Batola: Pernah dalam suatu majlis maulid di suatu tempat, ketika asrakal, pelantun syair menggigil seperti kena demam.

Selidik punya selidik, ternyata dia melihat Guru Sekumpul tiba-tiba hadir namun dengan wajah yang marah. Rupanya kitab syair oleh orang itu diletakkannya di lantai. Begitu seorang hadirin yang paham mengambil kitab syair untuk diberikan ke tangan pelantun syair, dia bisa normal kembali, padahal kejadian ini beberapa tahun setelah Guru Sekumpul wafat. (Dicatat 10 Februari 2013)

11. Guru Sekumpul Jera
Ustadz Syahril, warga Desa Tungkaran, Martapura mendapat kisah dari Guru Sekumpul. Guru Sekumpul mengisahkan: Aku dan beberapa teman silaturahmi ke tempat seorang habib (Habib Syaikhon Jakarta). Aku belum tahu lagi dengan habib tersebut. Kami sampai di rumah, namun habib itu tidak ada. Beberapa waktu kemudian datang seseorang dengan naik motor besar semacam harley
seraya menggeber keras itu motor. Seseorang itu berpakaian loreng-loreng. Lalu hatiku ada maitirod, sepertinya ini orang lain habib.

Tiba-tiba di tengah keheranan, habib itu lalu bertanya, "Yang mana Zaini." Aku mulai serba salah dan ketakutan. Beliau memanggilku masuk ke kamar. Beliau lalu mengambil gambus dan mulai bermain gambus. Ajaib, boneka-boneka di dalam rak kaca justru hidup dan menari. Sejak saat itu aku tidak berani lagi menilai orang lain dari kulitnya. Kalau bisa lihat saja kekurangan diri kita sendiri. (Dicatat 10 Februari 2013)

12. Guru Sekumpul Melayani Murid
Ustadz atau Guru Syahril, warga Tungkaran Martapura mengatakan: Dulu sekitar tahun 70-an, aku dan beberapa murid Abah Guru Sekumpul sering menemani beliau di rumah beliau di Keraton, Martapura. Sepanjang malam beliau tak tidur dan banyak beribadah.

Sesekali beliau melayani kami bertiga dengan membuatkan teh atau kopi. Kami shalat subuh berjamaah. Setelah amaliah dan shalat dhuha barulah beliau tidur sampai jam 11.

Pernah waktu beliau dan muridnya masih di mushala Darul Aman, aku ingin pulang ke rumah beliau yang jaraknya beberapa puluh meter atau di seberang jalan. Aku berjalan meninggalkan mereka dengan diam-diam. Namun sesampai di rumah ternyata Abah Guru Sekumpul sudah ada di rumah dan menyapa sambil tersenyum. Aku kaget. Sebab, aku yakin beliau masih ada di mushalla. (Dicatat
10 Februari 2013)

13. Guru Sekumpul Rajin Ziarah
Guru Syahril berkisah: Dulu, biasanya setiap malam Senin, sekitar pukul 02.00 dinihari, Abah Guru Sekumpul bersama sejumlah khaddam dua atau tiga orang ziarah untuk tafakkur di kubah Syaikh Abdul Wahab Bugis di Karang Tengah, atau Desa Tungkaran, Martapura. Itu rutin beliau lakukan, dan tak banyak orang tahu. (Dicatat 10 Februari 2013)

14. Rasulullah SAW Menyerupa jadi Guru Sekumpul
Guru Syahril mengisahkan: Aku sekitar tahun 80-an diberi amalan oleh Abah Guru Sekumpul. Waktu itu aku hendak supaya bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Lalu ujar Abah Guru Sekumpul, amalkan shalawat yaqut. Kemudian kuamalkan shalawat itu setiap malam.

Pada malam ketiga selepas amaliah aku tertidur. Aku bermimpi aku lagi duduk di sejadah dalam kamar. Tiba-tiba ada cahaya terang dari langit menembus atap rumahku dan jatuh tepat di hadapanku. Lalu cahaya itu menyinari lelaki gagah ganteng lengkap dengan pakaian kebesaran (pakai bolang dan bejubah putih). Meski silau kucoba memandang wajah lelaki itu, dan ternyata sangat mirip dengan Abah Guru Sekumpul.
Penulis dan sahabatnya, Fauzan Nahdi

Siangnya aku datang ke Keraton, Martapura ke kediaman beliau untuk melapor. "Bagaimana juga," tanya Abah Guru Sekumpul. Inggih Abah, saya sudah bertemu Rasulullah. Lalu sidin memelukku dengan terharu dan erat. Setelah itu saya kembali bertanya, kenapa yang aku lihat justru beliau. "Itu nak artinya Rasulullah menyerupa menjadi Abah, sebab kalau beliau (Rasulullah SAW) memperlihatkan wajah beliau yang asli, kamu belum kuat lahir batin dan khawatirnya musnah. Meski yang menemui dalam mimpi itu Abah namun hakikatnya beliau jua." (Dicatat 10 Februari 2013)

15. Guru Sekumpul soal Karamat Termulia
Menurut Guru Sekumpul dalam satu rekaman ceramahnya bahwa karamah yang paling mulia itu ialah istiqamah di jalan Allah. Memilih guru pun harus hati-hati, meski guru itu bisa terbang atau berjalan di atas air, jika guru itu menyepelekan syariat, maka tak usah diikuti. (Dicatat 3 Juni 2012)

Selanjutnya...

Komentar