PBB Diakui Masih Belum Optimal



MARTAPURA - Salah satu komponen sumber pendapatan negara yang belum optimal pemasukannya ialah pajak bumi dan bangunan (PBB). Betapa tidak, di era yang serba canggih sekarang ini, sebagian besar data PBB justru belum udpade alias masih memakai data yang lama.


Jumat (19/7/2019), Pembakal Bincau, Kecamatan Martapura, Samhudi SPdI kepada pers mengakui kalau sebagian besar data PBB yang ada pada mereka yang dikeluarkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banjar adalah data yang sudah sangat lama, bahkan sudah belasan tahun.

"Tengok saja, masih ada data RT 00, padahal RT sudah berkembang dari 01 hingga 12. Selain itu, tagihan pajak juga kadang masih kepada pemilik lama, sebab ketiadaan data pemilik baru. Ini sangat mungkin karena pemilik lama dan baru tidak memecah haknya di BPN, atau memang tidak melaporkan ke lembaga terkait," ujar Samhudi.

Ia mengakui bahwa dari target 53 juta rupiah yang dibebankan Bapenda, pihaknya hanya bisa meralisasikan 15 persen pada 2018 lalu. "Kami pada dasarnya hanya membagikan slip PBB terhutang. Mengenai pembayaran, wajib pajak berurusan ke Bapenda. Namun, kalau dilihat dari realisasi, sepertinya banyak yang memang tidak bayar," katanya.

Menurutnya lagi, selain kelemahan data, nilai pajak yang tertagih pun sudah tidak rasional lagi, karena jauh sekali dari harga pasaran. "Masih ada nilai pajak sebesar 500 rupiah. Bayangkan, untuk mencetak slipnya saja sudah lebih besar, belum lagi buat menggaji aparatur penagih pajak. Banyak juga yang setahun 15 ribu rupiah.

Ini tentu kurang menguntungkan bagi daerah dan negara. Harus ada update data" harapnya. Ia mengaku kurang memahami bagaimana koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional dengan Bapenda. Menurutnya, kelemahan data tanah dan bangunan mesti segera diatasi agar penerimaan daerah dan negara dari sektor PBB bisa lebih maksimal.

Komentar

Advertorial Post