Kades Tanjung Dewa Bantah Mark-up Raskin
BANJARMASIN - Kades Tanjung Dewa Kecamatan Panyipatan Tala, Ny Normaliana membantah kalau dirinya mengambil keuntungan pribadi dari hasil penjualan beras untuk keluarga miskin (raskin) di desanya.
Menurutnya, kelebihan hasil penjualan justru dipakai lagi untuk kegiatan di desa, membantu masjid dan mushalla termasuk bagi warga yang sangat memerlukan.
"Kenapa saya tak membagi beras sebanyak 15 kilogram tiap kepala keluarga (KK), karena warga miskin yang tercatat sudah lebih banyak ketimbang data tahun sebelumnya. Dulu dari kades sebelumnya ada 270 KK, sedangkan sekarang tercatat 480 KK bahkan lebih. Maksud saya agar semua warga miskin bisa memperoleh raskin itu secara merata," ujarnya, Sabtu (10/5).
Di bulan Maret, lanjutnya, desanya menerima 2,850 ton beras. pernah dibagikan tujuh liter dengan harga Rp10 ribu. Asumsinya, 29 ribu untuk tiap blek (satu blek=16 kilogram). "Namun, justru kami mengalami kerugian mencapai Rp310 ribu," ucapnya.
Meski beras diperoleh Rp1.600/kilogram, namun harga yang ditetapkan tersebut ternyata tak menutupi biaya angkut, sewa truk dan tenaga penimbang beras. Ongkos satu truk mencapai Rp70 ribu, sementara upah untuk enam tenaga penimbang, Rp25 ribu tiap orang.
Di bulan April, diubah lagi kebijakan dengan membagi enam liter beras dengan harga Rp10 ribu. Tiap blek dihargai Rp34 ribu. Saat itu diperoleh kelebihan Rp465 ribu.
"Jika merunut sejak Januari saya memimpin, ada kelebihan hasil penjualan sekitar Rp2 juta. Namun, uang itu tidak saya gunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan digunakan untuk menyumbang masjid Rp200 ribu, beli enam sak semen Rp335 ribu, acara maulid Rp200 ribu, membantu lima mushalla masing-masing Rp50 ribu. Tak hanya itu, setiap kegiatan warga, acara pernikahan, warga sakit dan warga tak mampu juga dibantu dari dana tersebut," ungkapnya.
Meski demikian, kades wanita ini mengaku tak mandata secara verbal pengeluaran maupun pemasukan desa, mengingat ketiadaan tenaga bendahara. Menurutnya, setiap kebijakan selalu melibatkan BPD Tanjung Dewa. Hanya saja, lanjutnya, Ketua BPD Tanjung Dewa, Abdul Majid memang kurang aktif.
Sebelumnya, menurut Abdul Majid, masyarakat miskin di Desa Tanjung Dewa mengeluh, menyusul harga beras untuk keluarga miskin (raskin) yang sampai kepada mereka diduga di-mark-up.
"Kami sangat khawatir kalau-kalau terjadi kejadian anarkis, bilama pihak berwenang tidak segera mengusut kasus ini," ujarnya.
"Waktu kepala desa sebelumnya, kami hanya membeli Rp1.100/liter. Namun, kepala desa yang baru justru menetapkan harga Rp2.000/liter. Jadi, kalau tiap KK memperoleh lima liter, mesti merogoh uang sebesar Rp10.000. Nilai itu tentu saja berat bagi warga miskin," keluhnya.
Berdasarkan investagi mereka ke pihak Dolog Tala, untuk jatah sebulan ada 2,580 ton dan dibeli sebesar Rp1.600/kg, sehingga modal pembelian Rp4.128.000. Namun, sekilogram beras sebenarnya sama dengan 1,25 liter. Sehingga, lanjutnya, jika beras 2,580 ton atau setara 3.225 liter itu dijual Rp2.000/liter akan diperoleh data Rp6.450.000.
"Dari situ ada selisih keuntungan yang sangat besar mencapai Rp2.322.000. Oknum mengambil keuntungan yang cukup besar sehingga membebani warga yang sudah miskin," ungkapnya. adi
BANJARMASIN - Kades Tanjung Dewa Kecamatan Panyipatan Tala, Ny Normaliana membantah kalau dirinya mengambil keuntungan pribadi dari hasil penjualan beras untuk keluarga miskin (raskin) di desanya.
Menurutnya, kelebihan hasil penjualan justru dipakai lagi untuk kegiatan di desa, membantu masjid dan mushalla termasuk bagi warga yang sangat memerlukan.
"Kenapa saya tak membagi beras sebanyak 15 kilogram tiap kepala keluarga (KK), karena warga miskin yang tercatat sudah lebih banyak ketimbang data tahun sebelumnya. Dulu dari kades sebelumnya ada 270 KK, sedangkan sekarang tercatat 480 KK bahkan lebih. Maksud saya agar semua warga miskin bisa memperoleh raskin itu secara merata," ujarnya, Sabtu (10/5).
Di bulan Maret, lanjutnya, desanya menerima 2,850 ton beras. pernah dibagikan tujuh liter dengan harga Rp10 ribu. Asumsinya, 29 ribu untuk tiap blek (satu blek=16 kilogram). "Namun, justru kami mengalami kerugian mencapai Rp310 ribu," ucapnya.
Meski beras diperoleh Rp1.600/kilogram, namun harga yang ditetapkan tersebut ternyata tak menutupi biaya angkut, sewa truk dan tenaga penimbang beras. Ongkos satu truk mencapai Rp70 ribu, sementara upah untuk enam tenaga penimbang, Rp25 ribu tiap orang.
Di bulan April, diubah lagi kebijakan dengan membagi enam liter beras dengan harga Rp10 ribu. Tiap blek dihargai Rp34 ribu. Saat itu diperoleh kelebihan Rp465 ribu.
"Jika merunut sejak Januari saya memimpin, ada kelebihan hasil penjualan sekitar Rp2 juta. Namun, uang itu tidak saya gunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan digunakan untuk menyumbang masjid Rp200 ribu, beli enam sak semen Rp335 ribu, acara maulid Rp200 ribu, membantu lima mushalla masing-masing Rp50 ribu. Tak hanya itu, setiap kegiatan warga, acara pernikahan, warga sakit dan warga tak mampu juga dibantu dari dana tersebut," ungkapnya.
Meski demikian, kades wanita ini mengaku tak mandata secara verbal pengeluaran maupun pemasukan desa, mengingat ketiadaan tenaga bendahara. Menurutnya, setiap kebijakan selalu melibatkan BPD Tanjung Dewa. Hanya saja, lanjutnya, Ketua BPD Tanjung Dewa, Abdul Majid memang kurang aktif.
Sebelumnya, menurut Abdul Majid, masyarakat miskin di Desa Tanjung Dewa mengeluh, menyusul harga beras untuk keluarga miskin (raskin) yang sampai kepada mereka diduga di-mark-up.
"Kami sangat khawatir kalau-kalau terjadi kejadian anarkis, bilama pihak berwenang tidak segera mengusut kasus ini," ujarnya.
"Waktu kepala desa sebelumnya, kami hanya membeli Rp1.100/liter. Namun, kepala desa yang baru justru menetapkan harga Rp2.000/liter. Jadi, kalau tiap KK memperoleh lima liter, mesti merogoh uang sebesar Rp10.000. Nilai itu tentu saja berat bagi warga miskin," keluhnya.
Berdasarkan investagi mereka ke pihak Dolog Tala, untuk jatah sebulan ada 2,580 ton dan dibeli sebesar Rp1.600/kg, sehingga modal pembelian Rp4.128.000. Namun, sekilogram beras sebenarnya sama dengan 1,25 liter. Sehingga, lanjutnya, jika beras 2,580 ton atau setara 3.225 liter itu dijual Rp2.000/liter akan diperoleh data Rp6.450.000.
"Dari situ ada selisih keuntungan yang sangat besar mencapai Rp2.322.000. Oknum mengambil keuntungan yang cukup besar sehingga membebani warga yang sudah miskin," ungkapnya. adi
Komentar