MARTAPURA - Al Arifbillah Sayyid Fuad Fathah bin Sayyid Nasar bin Sayyid Abdulah yang terus
bersambung ke Sayyid Maulana Malik Ibrahim Al Maghribi (Sunan Gresik) memang telah wafat pada Kamis 27 Juni 2024 atau malam Jumat 21 Dzulhijjah 1445 di RSUD Ratu Zalecha Martapura, namun figur sufi tersembunyi ini menarik diulas.
Deni Setiawan, jurnalis yang lama sejak remaja berkawan pun baru belakangan terkejut, karena Fuad ternyata seorang sayyid. Meski begitu, Sayyid Fuad tidak suka kalau dipanggil habib, ia yang sederhana lebih suka kalau cukup disapa ami (paman) atau abi (ayah/bapak).
Baik Deni maupun Henny kawan sepermainannya dulu, bahkan cukup menyapa "Fuad". Dari situ
tergambar kesederhanaan dan ketidaksukaan beliau dimunculkan nasabnya yang ternyata mulia tersebut.
Ia wafat pada usia 51 tahun, pria kelahiran 1973 ini meninggalkan beberapa orang anak, diantaranya Sayyid Khaidir yang juga menolak disapa habib. Khaidir kini sedang menyelesaikan program master di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.
Selepas dishalatkan di Mesjid Agung Al Karomah, jenazah beliau dimakamkan di pondok sederhana di mana beberapa tahun terakhir ia mendidik belasan muridnya di Majlis Ta'lim Al Muhlim Palm Banjarbaru, di seputaran Gubernuran atau di belakang Balai Pembibitan Kayu Hutan milik Dinas Kehutanan Pemprov Kalsel.
Sejumlah familinya terkagum-kagum, karena ternyata baru mengetahui kalau Sayyid Fuad ternyata punya pondok sederhana dan belasan murid dalam artian menjadi seorang guru
tarekat di majlisnya ini almarhum mengajarkan tauhid, dan tasawuf.
tarekat di majlisnya ini almarhum mengajarkan tauhid, dan tasawuf.
Sayyid Fuad secara garis besarnya mengajak murid-muridnya untuk washil melalui jalur shalawat. Bahkan, ijazah shalawat di majlis beliau hingga 200 ribu bilangannya. Jumlah ini harus dicicil sekian waktu dan bila telah cukup harus disetorkan. Menurut Sayyid Fuad, shalawat sebanyak itu, pahalanya dihajatkan untuk diri sendiri, orang tua, keluarga dan saudara kaum muslimin.
Selama hidup, meski banyak pengusaha tambang yang kenal dan bersedia mengongkosi majlisnya, namun selalu ia tolak. Ia lebih suka kalau pembangunan majlisnya lebih pada gotong-royong murid-muridnya.
Dedi Junaidi pernah berkisah ketika dimandikan Sayyid Fuad. "Saat itu beliau seperti bergumam bahwa beliau tahu saja. Ketika saya tanyakan kepada beliau kenapa, ternyata waktu beliau memandikan saya ada rohani guru saya yang sudah wafat membilangi Sayyid Fuad bahwa ini murid saya, Sayyid Fuad bilang bahwa beliau sudah tahu itu," kisah Dedi.
Rupanya, ujar Dedi melanjutkan, Sayyid Fuad bisa berbincang dengan aulia yang sudah wafat. Yang dimaksud Dedi adalah gurunya yang sudah wafat itu adalah Guru Nudjehan Dalam Pagar.
Zahra murid Sayyid Fuad, menambahkan bahwa Sayyid Fuad adalah sosok yang tegas namun penuh kasih sayang kepada murid-muridnya. "Kami merasa kehilangan dengan beliau," ucapnya.
Beberapa keluarganya yang ikut ke makam, mengaku tidak mengetahui kalau Sayyid Fuad punya majlis, dan bahkan murid. Bahkan, ada yang tidak tahu lokasi pondok yang tentu sebelum ada Gubernuran adalah lokasi yang sangat terpencil.
Pondok sederhana itu dahulu menurut Sayyid Fuad kepada penulis dibina bersama dengan Syaikh Zaini Ghani atau Abah Guru Sekumpul. Pondok itu tepat berada di tepi sebuah guntung. Di area yang sekitar 2 hektar itu ditanami beliau dengan ubi, cempedak, nangka, jambu dan sebagainya.
"Abah Guru Sekumpul dulu semasa hidup, kerap datang ke pondok ini sekadar rehat menghindari rutinitas banyaknya tamu-tamu yang datang ke Sekumpul. Bahkan kalau Guru Sekumpul dikabarkan sedang berobat ke Jawa, sejatinya beliau ada di pondok ini," kisah Sayyid Fuad kepada penulis.
Ada beberapa kitab karya Abah Guru Sekumpul, juga Sayyid Fuad ikut menuliskannya di pondok tersebut. Di seberang pondok itu, sekitar lima tahun lalu kemudian para murid berinisiatif membuat bangunnan permanen sehingga nyaman untuk majlis shalawat.
Sejak 2005 pondok itu aktif mendidik murid-murid yang sebagian awalnya adalah pemuda yang sempat salah jalan, layaknya preman. Namun, berkat bimbingan Sayyid Fuad, mereka kini gemar ibadah, dan shlawat. Pondok asuhan Sayyid Fuad secara rutin menggelar maulidan di malam Senin selepas Isya, dan malam Jumat, dzikiran dan shalawatan.
Pernah kata Syaifullah, satu murid, pondok mereka digerudug ratusan orang kampung yang menganggap pengajian mereka adalah pengajian sesat. Namun, dengan tabah dan persuasif, Sayyid Fuad menerangkan bahwa pengajiannya adalah pengajian tauhid, tasawuf, juga fiqih yang sejalan dengan ahlu sunnah wal jamaah.
"Dahulu, selama ikut beliau, kami seperti dicibir di kampung (seputaran Palm dan Cempaka) kalau kami ini pengikut aliran sesat. Namun, kami tetap menjalankan majlis ini dengan tabah.
Beliau adalah orang benar dan kami sudah merasakan manfaatnya di bawah bimbingan beliau," ujar Udin, satu murid Sayyid Fuad.
Ini hanya sebagian kisah tentang Sayyid Fuad yang ternyata memiliki hubungan erat dengan Abah Guru Sekumpul semasa hidup hatta meski Abah Guru Sekumpul sudah tiada. Karena almarhum semasa hidup kerap berkisah, bahwa ia sering dipanggil-panggil oleh Abah Guru Sekumpul untuk ke alam rohani karena sangat nyaman. Penulis yakin kalau almarhum meski tidak terkenal di dunia, namun adalah salah satu calon pembesar akhirat.
Ila ruhii Sayyid Fuaf Fathah bin Sayyid Nasar al Fatihah....aamiin.
(ap)
Komentar