Petani memandangi hektaran sawahnya yang terendam air akibat dampak tambang. Padi yang sudah menguning menjadi puso. Lokasi Abirau, Karang Intan, Rabu (29/5/2024) |
MARTAPURA - Meski dahulu pernah dicetuskan oleh Gubernur Kalsel dan kepala daerah Banjar sebagai desa wisata durian, namun kondisi Desa Biih, Kecamatan Karang Intan saat ini mulai memprihatinkan.
Pasalnya, sejumlah sungai di desa tersebut sudah mulai keruh airnya, menyusul banyaknya bekas OB (material bukaan lubang tambang batubara) telah menutup aliran sungai yang sejatinya sudah ada sejak dulu kala.
Arena wisata yang pernah buka beberapa tahun lalu dan kerap dikunjungi wisatawan lokal, kini juga telah tutup tak beroperasi lagi. Daya tarik Biih perlahan namun pasti mulai meredup.
Kawasan hutan karet juga tempat pohon durian sebagian telah berubah menjadi lubang-lubang tambang batubara yang diketahui dahulunya masuk konsesi pemilik izin PKP2B PT Banjar Intan Mandiri (BIM).
Badan sungai tertutup buangan tambang |
Belakangan BIM dinyatakan pailit, namun anehnya dalam waktu terbaru ini, ada sejumlah aktivitas pertambangan yang mencurigakan masih berlangsung. Bahkan, aktivitas terbaru yang disinyalir dijalankan oleh PT UKB di perbatasan dua desa Biih dan Abirau masih Kecamatan Karang Intan, secara fatal bekas galiannya justru menutup aliran sungai.
Sekitar dua hektar lahan sawah yang ada di bagian hulu tambang berubah menjadi danau. Ironisnya, sebagian padi yang sudah menguning, terpaksa dalam 10 hari terakhir atau seminggu menjadi puso alias mulai membusuk.
"Lahan milik saya sudah ditanami padi dan sebagian sudah menguning, namun terancam gagal panen. Ada 2 haktaran lahan yang terendam air, karena air hujan tak bisa mengalir baik ke arah sungai menyusul tertabatnya sungai oleh buangan galian tambang," keluh Samsuri, seraya dibenarkan oleh rekan petani lainnya, Tarmuji.
Aparat desa Biih |
Husni Thamrin, Ketua BPD Biih, membenarkan bahwa sebagian warga telah mengeluhkan dampak akibat bukaan tambang di kawasan Biih dan Abirau yang membuat sejumlah sungai tertabat oleh buangan lapisan atas lubang tambang (OB).
Padahal, aliran sungai itu sejak dulu mnengarah ke Penyambaran, turun ke Mali-mali, Tunggul Irang hingga ke Martapura. Artinya sungai di kawasan Biih, Abirau dan Karang Intan umumnya, adalah SDA yang harus dilindungi untuk keberlangsungan makhluk hidup bersama lingkungan hidupnya, termasuk manusia/warga yang memanfaatkan sungai.
Senada, Pembakal Biih Yusup Halidi mengakui bahwa pihaknya telah berkirim surat ke ESDM, juga Distamben Kalsel terkait persoalan dampak tambang batubara bagi lingkungan desanya. "Namun, sejauh ini surat kita tidak terlalu ditanggapi, buktinya belum ada pihak berwenang yang turun ke sini melihat langsung kondisi lingkungan yang terdampak tambang," cetusnya.
Menurut informasi, batubara di Biih dan Abirau termasuk batubara dengan kalori cukup bagus dan bakal menjadi incaran penambang.
Hanya saja, sepeninggal PT BIM, pihak desa tidak mengetahui secara pasti apakah perusahaan yang menambang di wilayah mereka itu benar-benar legal atau tidak. Sepanjang yang mereka pantau memang ada label seperti Usaha Kawan Bersama (UKB) dan Bara Energi Bersama (BEB), beroperasi di lahan sekitar.
Menurut isu, ada juga penambangan yang digawangi oleh sejumlah oknum anggota DPRD Banjar di lahan sekitar itu. Tidak diketahui apakah aktivitas mereka legal atau ilegal, namun yang jelas berpotensi membuat kawasan tersebut menjadi rusak alamnya jika tidak ditangani dengan benar alias jika tidak berwawasan lingkungan.
Menariknya, sejumlah oknum aparat berseragam juga diisukan ikut-ikutan terlibat dalam penambangan di kawasan eks PT BIM ini. Bahkan, ada suara sumbang di desa tersebut, kalau jalan yang dibikin melalui program resmi TMMD justru disinyalir dimanfaatkan oleh oknum penambang memuluskan mobilisasi angkutan tambang batubara.
Benar atau tidaknya informasi ini yang jelas keadaan alam desa wisata Biih bakal terancam keindahan alamnya jika pertambangan dibiarkan berjalan tanpa Amdal (berwawasan lingkungan).
Pihak terkait seperti Kementerian ESDM, Distamben Kalsel, LH Kalsel maupun Disperkim LH Banjar harus turun ke lapangan menganalisanya. Jalan kabupaten yang beberapa tahun lalu cukup mulus menuju desa tersebut juga kini kondisinya memprihatinkan, diduga karena terlalu sering dilintasi truk-truk atau mobilisasi alat berat.
Wilayah itu dahulu konsesi PT Banjar Intan Mandiri (BIM) milik Pemkab Banjar, namun akhir 2020 dinyatakan pailit oleh Pengadilan Tata Niaga Surabaya. Selanjutnya pada 2022 Kementerian ESDM mencabut izin IUP PT BIM. (ap)
Komentar