TRADISI perayaan Maulid Nabi di Indonesia cukup beragam. Namun, mayoritas perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW ini selalu berkaitan dengan pembacaan Kitab Maulid dan shalawat.
Di Indonesia, sejumlah kitab Maulid dan bacaan shalawat seolah telah menjadi bacaan wajib.
Peringatan Maulid Nabi yang ditetapkan 12 Rabiul Awal menjadi momen untuk kembali membangkitkan semangat meneladani kisah hidup Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maulid Nabi juga cara untuk mewujudkan kecintaan terhadap Nabi Muhammad.
Di Indonesia tradisi Maulid sangat beragam. Ada yang sifatnya seremonial, ada pula yang memaknai lebih dalam. Membaca kitab-kitab dan bacaan Maulid adalah bagian dari keberagaman tradisi itu.
Bacaan kitab Maulid umumnya berisi kisah kelahiran Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam. Budi pekerti, gambaran fisik, perkembangan masa kenabian, hingga bagaimana Nabi berhubungan dengan kerabat sekitar dikupas habis.
Biasanya, kitab-kitab tersebut dilengkapi dengan kasidah yang bermuatan sanjungan, shalawat, dan tawasul. Cara pembacaannya juga bisa berbeda antar daerah, tergantung darimana mereka mempelajari pembacaan kitab maulid.
Pembacaan kitab-kitab maulid tidak selalu menunggu momen Rabiul Awal ataupun peringatan maulid Nabi. Sebagian masyarakat menjadikan bacaan kitab Maulid Nabi sebagai kegiatan rutin seperti mingguan, bulanan, atau dalam periode tertentu yang telah ditentukan masing-masing.
Dari sekian banyak bacaan kitab Maulid Nabi, tampaknya hanya sebagian kecil yang dikenal luas dan dibaca dalam berbagai acara peringatan Maulid Nabi. Berikut ulasan empat kitab maulid yang paling populer di Indonesia; diurut berdasar urutan masa zahirnya.
1. Shalawat Burdah
Maulid Burdah, atas dikenal dengan Qasidah Burdah dikarang oleh Imam Al-Bushiri (610-695 H) dan terdiri dari 160 bait syair.
Latar belakang pengkarangan kitab ini adalah rasa empati beliau terhadap kemerosotan akhlak manusia pada masa itu, yaitu pada masa dinasti Ayyubiah. Beliau mengajak manusia untuk mengikuti akhlak Rasulullah Saw dengan mengarang Qasidah ini.
Maulid burdah biasanya dibaca bersama sama atau dibaca bergantian oleh yang hadir. Maulid ini terbilang cukup tua dan sudah banyak dikenal oleh masyarakat Nusantara.
Kasidah ini lebih cenderung mengarah pada pujian, sanjungan, dan tawasul kepada Nabi Muhammad Saw, dan tidak mengisahkan perjalanan hidup Nabi. Sehingga tidak tergolong sebagai kitab maulid. Tetapi pembacaanya juga sering mengiringi pembacaan maulid.
Bahkan maulid ini mampu membangkitkan semangat jihad pasukan muslimin dalam menghadapi serangan tentara Salib yang berupaya merampas Baitul Maqdis di Syam. Tentara muslim juga memukul mundur tentara Salib hingga pulang ke Eropah.
2. Maulid Diba’
Kitab ini sering dicetak dan dibukukan bersamaan dengan kitab maulid lain.
Pengarangnya adalah seorang ‘alim asal Zabid, Yaman, Imam Wajihuddin Abdu Ar-Rahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar ad-Dibai (866-944 H).
Imam Wajihuddin Abdu Ar-Rahman juga dikenal sebagai ahli hadits, bahkan mencapai derajat Al-Hafiz, yaitu hafal 100.000 hadits dengan sanadnya.
Sudah puluhan tahun maulid diba ini dibaca di setiap acara acara peringatan maulid Nabi dan acara acara lainnya di nusantara. Maka tak heran jika masyarakat sudah tak asing lagi dengan bacaan maulid diba ini karena memang maulid ini lebih dulu dikenal di tanah air sebelum masuknya maulid simtudduror yang kini juga mulai sering dibaca.
3. Maulid Barzanji
Barzanji diambil dari nama yang penyusunnya, beliau Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al Barzanji. Maulid ini sudah sangat populer di kalangan umat Muslim di Indonesia dan telah dibaca sejak dulu.
Kitab maulid ini tampaknya yang paling awal dikenal umat Islam di Nusantara. Ini terlihat dari akrabnya masyarakat muslim terhadap Maulid al-Barzanji.
Syaikh Al Barzanji berasal dari Barjanza, sebuah kota di Kurdistan, Irak. Beliau adalah seorang ulama besar keturunan Nabi Muhammad dari keluarga Sadah Al Barzanji yang termasyhur. Syaikh Al Barzanji Lahir di Madinah tahun 1126 H (1714 M).
4. Maulid Simthud Duror
Maulid simtudduror atau biasa dikenal dengan sebutan maulid habsyi yang mengacu pada nama pengarangnya yaitu Al Imam Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi.
Maulid simtudurror disusun oleh Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi. Beliau merupakan ulama besar yang lahir pada hari Jumat, 24 Syawal 1259 H di Qasam, Hadhramaut.
Maulid ini diperkenalkan ke Tanah Air oleh Habib Ali Kwitang Jakarta di awal abad 20 Masehi.
Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi adalah kakek dari Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi Solo.
Ketika menyusun Simthud Durar, usia Habib Ali saat itu 68 tahun. Menurut catatan sejarah, maulid ini dibacakan pertama kali di rumah beliau kemudian di rumah muridnya Habib Umar bin Hamid.
Sebelum menyusun dan memopulerkan maulid karyanya, Habib Ali selalu membaca Maulid Al-Hafidz ad-Diba’i (Maulid ad-Diba’i).
Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-habsyi meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20 Rabi'ul Akhir 1333 H. Beliau meninggalkan beberapa putera yang sekarang melanjutkan perannya untuk berdakwah dan menyiarkan agama.
Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi. Beliau merupakan pendiri Masjid Riyadh di kota Solo.
Maulid ini semakin populer setelah dibawakan oleh Syaikh Zaini Ghani Al Banjari di Sekumpul, Martapura, Banjar, Kalsel yang mendapat sanadnya dari Habib Anis Solo, cucu pengarang kitab simthud duror itu sendiri.
(beritamaros)
Komentar