Antara Wali Allah dan Orang Tua



MEMANG ada perbedaan argumentasi tentang mana yang lebih utama antara wali Allah dengan orang tua kandung. Namun supaya lebih jelasnya mari kita simak penjelasan singkat dari Guru Khairullah Zein, yang sering memakai nama alias Abu Zein Fardhany salah seorang pengurus teras NU Banjar, dan Mudir Jatman Banjar.

Abu Zein yang salah seorang murid Abah Guru Sekumpul ini mengatakan, mengenai klaim ortu lebih utama ketimbang wali Allah bagi si anak maka hal itu maksudnya doa kebaikan dari kuitan (ortu) untuk anak melebihi doa dari seorang wali terhadap umat. Ada perbedaan ranah ternyata.

Jadi kalau soal mendoakan kebaikan bagi si anak, doa ortu memang lebih manjur. Sementara wali Allah doanya lebih luas dan umum, karena sesuai anugerah kepangkatan dari Allah, doanya lebih ke umum bagi orang banyak (utamanya bagi para murid) di wilayah tertentu.

Meski begitu, umumnya, perhatian ortu hanya seputar duniawi. Kemampuan ortu menolong juga sebatas duniawi.

Sementara, perhatian seorang wali Allah fokus ke akhirat. Pertolongan seorang wali yang lebih utama adalah di akhirat. Makanya, seorang wali biasa-biasa saja bila melihat muridnya miskin atau hina di dunia ini.

Tapi mereka akan sangat sedih bila melihat muridnya miskin dan hina urusan akhirat. Beda dengan ortu.

Umumnya ortu sangat ingin anaknya mulia di dunia ini (misal punya rumah punya pasangan sah), tapi kerap lupa urusan akhirat anaknya. Nah, dalam hal ini, wali lebih utama dari kuitan.

Karena perhatian mereka untuk kehidupan abadi, yang andai dibandingkan dengan kehidupan di dunia ini mungkin usia dunia ini tidak sampai sekejap mata, sementara akhirat abadi.

Kita lihat misalnya orang yang sudah di alam barzakh, apakah ortu masih rela menyedekahkan hartanya senilai dia memberi ongkos anaknya di dunia?

Misal, ada ortu memberi ongkos anaknya 1 juta rupiah/bulan, lalu anaknya wafat, apakah masih mau dia tetap menganggarkan 1 juta/bulan untuk anaknya tersebut, dalam bentuk disedekahkan? Rasanya sulit. Karena kasih sayang ortu hanya sebatas di dunia ini.

Kalau seorang wali, dia akan terus membantu muridnya sampai di pintu surga. Seorang wali tidak akan tenang kecuali melihat muridnya sudah masuk dalam surga.

Dia akan terus terpikirkan nasib murid-muridnya. Makanya, jauh beda antara wali dengan ulama syariat.

Seorang wali semakin banyak murid bukannya makin senang, tapi merasa makin beban. Karena mereka bertanggung-jawab hingga di pintu surga. Itu yang membuat mereka jarang bisa sehat seperti orang awam.

Abu Zein mengaku pernah membaca dalam satu kitab, ada seorang murid berbuat maksiat, lalu malamnya si wali bermimpi bahwa Allah merubah wajah muridnya menjadi hitam.

Ketika bangun wali yakni guru si murid sangat sedih. Melalui doa dan perhatian si wali. Besok hari, pagi-pagi muka si murid sudah kembali normal.

Lalu dia sowan ke gurunya. Belum dia bicara, gurunya sudah berkata, "Kamu merepotkan aku, semalaman aku bekerja membersihkan mukamu," ujar si wali.

Rupanya bila ada murid salah, maka si wali akan menebus kesalahan si murid dengan amaliyah yang boleh jadi dikerjakan si wali semalam suntuk. Demikian besar tanggung jawab si wali akan keselamatan akhirat si murid. Sementara ortu kebanyakan cuma peduli kesejahteraan dunia anaknya. 

Komentar