POLITIK; “HAYAM NANG MAHAJAN SAPI AMPUN NGARAN”




Oleh: Noorhalis Majid

Dalam politik, apalagi memasuki tahun politik seperti ini, banyak yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Walau nampak jelas tidak ada prestasinya, namun berani mengakui sudah melakukan ini - melakukan itu. Bahkan tanpa ragu mengakui – mencaplok jerih payah orang 

Hayam yang mengejan, sapi punya nama. Tersebutlah mata sapi, jenis makanan yang terbuat dari telor. Tidak ada hubungannya dengan sapi, bahan sepenuhnya telor ayam, tapi setelah jadi masakan, hilang kontribusi ayam, yang ada justru mata sapi. Padahal sapi tidak memberikan jasa apapun, bahkan tahu saja tidak, yang muncul dan terkenal seantero justru sapi. 

Dalam hidup, sering caplok-mencaplok prestasi dilakukan. Walau ini kategori kejahatan intelektual - disebut dengan plagiat. Bukan hanya berbentuk karya ilmiah, berbagai karya lainnya, temasuk karya cipta yang dihasilkan, bila diakui oleh yang tidak berhak, juga bagian dari kejahatan plagiat. 

Sekarang, berbagai karya cipta, dapat diambil dalam bentuk beli putus. Seorang yang sudah menciptakannya, menjual kepada yang berduit dan kemudian penciptanya diganti atas nama yang membeli. Sejauh dalam satu kesepakatan – ganti untung, tentu bisa dipahami. Karena pada dasarnya, gagasan – ide - karya, juga bisa diperjual belikan.

Dengan uang dan kekuasaan, mampu melakukan seperti itu. Anak buah yang mengerjakan – berjibaku memikirkan, bos yang memetik prestasinya. Padahal, apa salahnya bila si bos jujur, bahwa semua prestasi tersebut hasil pemikiran atau karya si pulan bawahannya. 

Lebih parah, bila tanpa permisi langsung mengakui karya dan jerih payah orang lain. Seolah dialah sang hero tersebut, dan hero yang sebenarnya tenggelam, tidak pernah disebut. 

Tahun politik, agar kekuasaan tetap berlanjut, apapun tega dilakukan, termasuk mengakui prestasi orang lain untuk kepentingan diri sendiri, “hayam nang mahajan, sapi ampun ngaran.” (nm)

Komentar