Penghentian Kasus Perjadin DPRD Banjar Preseden Buruk

Aliansyah


MARTAPURA - Kasus Perjalanan Dinas (Perjadin) Jilid II tahun 2019-2021 yang melibatkan 33 anggota DPRD Kabupaten Banjar telah mengakhiri penyidikannya oleh Kejari Banjar. Ini terungkap saat puluhan anggota LSM dari Barisan Anak Bangsa Anti Kemaksiatan (BABAK) Kalsel mengunjungi Kantor Kejari Banjar untuk mengadakan audensi dan mencari tahu perkembangan kasus yang masih belum jelas.

Pukul 12.00 Wita, sekitar 10 perwakilan dari LSM BABAK Kalsel diterima oleh Kepala Kejaksaan Negeri Banjar (Kajari) Muhammad Bardan dan stafnya di Kantor Kejari Banjar, Jl. A. Yani Km 38 Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar pada hari Senin (17/9/23).

Pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup, bahkan awak media tidak diizinkan masuk ke ruangan audensi, yang mengecewakan pihak LSM BABAK Kalsel.

Dalam audensi tersebut, pihak Kejari Banjar memutuskan untuk menghentikan kasus Perjadin Jilid II yang melibatkan 33 anggota DPRD Banjar dengan dugaan kerugian negara sekitar 400 juta lebih. Koordinator LSM BABAK Kalsel, H Aliansyah SPdI, mengungkapkan hal ini setelah keluar dari ruangan audensi bersama rekan-rekannya.

Dalam pernyataannya kepada awak media, Bang Ali menyatakan, “Kami ingin memastikan Perjadin Jilid I dan II dihentikan sepenuhnya karena telah terjadi kebingungan selama ini. Kami berharap agar perjalanan dinas DPRD dibatasi, tidak boleh lebih dari 4 kali dalam satu bulan. Anggaran yang tersedia sebaiknya dialihkan ke pendidikan, kesehatan, dan program-program yang langsung bermanfaat bagi masyarakat.”

Menurutnya, jika masih ada Perjadin Jilid III, maka anggota DPR yang terlibat harus diproses hukum. Hal ini menjadi fokus perhatian mereka.

Ketua BABAK Kalsel, H Bahrudin, atau yang akrab disapa Udin Palui, mengungkapkan bahwa menurut data yang diterima dari kejaksaan, kerugian keuangan negara setelah dihitung oleh BPKP  400 jutaan lebih diduga dengan melibatkan 33 anggota DPRD Kabupaten Banjar

Namun, pakar Hukum Kabupaten Banjar, Syaiful Bahri, menegaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Tipikor Pasal 4 ayat 2 dan 3, proses hukum harus tetap berjalan, bahkan jika uang telah dikembalikan. Dalam konteks ini, keputusan Kejari Banjar untuk menghentikan perkara dinilai melanggar hukum.

Syaiful Bahri juga menyebut bahwa ada kebijakan dari tim yang disampaikan oleh Kejari Banjar kepada Kejati Kalsel, namun, menurutnya, nuansa politik tampaknya mempengaruhi keputusan Kajari Kabupaten Banjar.

Bang Ali menambahkan bahwa tindakan Kejari Banjar dalam menghentikan kasus Perjadin I dan II menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum di Kabupaten Banjar. Ia khawatir bahwa kasus serupa di masa depan bisa dihentikan dengan mudah jika uang dikembalikan.

Melalui media ini, tokoh yang selalu memperjuangkan kepentingan warga masyarakat berharap Kabupaten Banjar dapat menjadi pionir dalam penegakan hukum di Kalimantan Selatan, meskipun hasil audensi ini tidak sesuai dengan harapan mereka. (kalimantansepekan)

Komentar