POLITIK, KAYA HARUAN CUNGUL DITUMBAK URANG

(Ambin Demokrasi)



Oleh: Noorhalis Majid

Dalam obrolan informal saat diskusi Ambin Demokrasi (8/7), muncul satu ungkapan, lebih tepatnya nasehat, dan tentu layak direnungkan oleh politisi muda. Kalau jadi politisi, jangan terlalu menonjol, sebab “haruan mun cungul ditumbak urang”.

Ungkapan ini kurang lebih senada dengan “paku lantak di papan”, kalau ada paku yang menonjol, tukul atau palu pasti datang menenggelamkannya, dianggap membahayakan orang lain. 

Menonjol dari yang lain boleh-boleh saja. Jangan lupa menoleh ke sekeliling, apakah memiliki banyak kawan atau sendirian. Bila lupa membangun jejaring, perkawanan dan hubungan sinergi dengan banyak orang se visi, dan ternyata hanya sendirian, maka “menonjol” bisa dianggap membahayakan – ancaman bagi orang lain.

Lantas bagaimana bagi politisi muda? Padahal ingin menonjol dan berbeda dari yang lain. Kalau sama saja dengan politisi kebanyakan yang “mailung larut”, apa pentingnya politisi muda ikut hadir? 

Solusi yang terlontar sekenanya pada diskusi informal tersebut, dengan cara membangun jejaring sesama politisi muda, baik sama partai, atau pun lintas partai.  Kalau perubahan yang diinginkan, lakukan secara bersama, konsekuensinya juga dapat ditanggung bersama. 

Politisi muda tentu sadar akan segala keterbatasan, mulai dari finansial, jaringan, pengalaman, pengetahuan, akses atas sumber daya, serta yang tidak kalah penting “restu” dari kelompok dominan, yang berpeluang menjadi “palu” yang memukul anak muda bila “menonjol”.

Di tengah keterbatasan tersebut, bila politisi senior yang sudah begitu mapan tidak memberikan peluang sedikit pun pada anak muda, maka perjuangannya semakin berat. Belum lagi bila politisi muda tersebut seorang perempuan dan dari kelompok minoritas, maka tantangannya berlapis-lapis. 

Pilihan strategis yang bisa dilakukan, bersikap santun tapi tetap kritis. Belajar dari haruan, mun cungul ditumbak urang. (nm)

Komentar