Ada yang Merasa Jadi Korban PLN?

Demo soal dugaan korupsi PLN di KPK, beberapa waktu lalu.




MARTAPURA - Sejumlah warga kerap merasa jadi korban "arogansi" petugas PLN, yang langsung main cabut meteran bahkan memberikan sanksi denda dengan dalih pelanggan sudah mencuri listrik. Padahal, si pelanggan merasa bingung karena tidak ada niat apalagi telah mencuri listrik selama menjadi pelanggan setia PLN.

Hal ini dikeluhkan oleh Ahmad Fanani (74), warga Desa Tunggul Irang seberang, Martapura. Menurut pria tua yang datang mengadu ke Media Center, Jumat (28/7/2023), selama 20 tahunan menjadi pelanggan PLN dan tetap rutin membayar rekening listrik, baru-baru ini ia kaget kalau ia dianggap telah merusak segel meteran dan terindikasi mencuri listrik.

"Padahal selama 20 tahunan menjadi pelanggan, saya tetap rutin membayar rekeningnya. Bahkan, karena meteran jenis lama itu, tentunya petugas PLN juga rutin mencatat meterannya, tidak pernah sekalipun memberitahukan kepada saya bahwa ada kerusakan segel meteran atau ada indikasi mencurigakan lainnya," ujar Fanani. 

Nah, pada Kamis (27/7/2023) siang, tiba-tiba ada razia dari petugas PLN bersama aparat, menuding bahwa segel meteran terindikasi dirusak. "Saya pun kaget, karena sama sekali tidak pernah mengutak-atik segel meteran. Kalaupun karatan dan rusak, kan bisa saja karena meteran itu karena saking sudah lama. Toh, petugas yang mencatat meteran tidak pernah juga memberitahukan kepada saya kalau ada kerusakan," ungkapnya.

Dengan alasan demi administrasi, Fanani pun menandatangani surat berita acara pencabutan meteran yang disodorkan petugas razia. Bahkan, meteran itu pun dicabut dan disita seperti barang bukti, meskipun Fanani telah bersikeras tidak pernah berusaha mencuri listrik.

Ia pun mencoba mendatangi ULP PLN Martapura di Jl Pangeran Hidayatullah, dan bermaksud menemui langsung pimpinan kantor, namun, menurut staf pelayanan, Dina Sari bahwa pimpinannya yang bernama Indy sedang tidak di kantor karena ada kesibukan. Fanani kalau ingin mendapat penerangan listrik harus bayar denda 2,8 juta rupiah. Hal yang memberatkan Fanani yang merasa tidak bersalah.

Wartawan yang coba memperoleh konfirmasi dari Indy pun oleh Sari tidak diperkenankan, karena nomor HP pimpinan tidak bisa diberikan begitu saja, meskipun hal itu menurut wartawan hal yang lumrah saja karena PLN juga adalah bagian dari petugas pemerintah yang tugasnya melayani masyarakat yang ingin mendapat penjelasan.

Menurut Sari, karena Fanani keberatan listriknya dicabut, maka keluhan pelanggan disampaikan ke UP3 di Banjarmasin. "Bapak kalau keberatan dengan pencabutan ini bisa datang langsung ke Banjarmasin," kilah Sari. Padahal, permasalahan itu terjadi di area Martapura, dan tentu hemat Fanani, UPT PLN Martapura bisa melayani keluhannya. 

Menurut Fanani, kejanggalan yang terjadi padanya boleh jadi terjadi juga kepada warga lainnya yang masih memakai meteran lama. Anehnya, meski sekarang ini pemerintah gencar memasyarakatkan meteran baru dengan sistem token (pulsa listrik), namun di sisi lain, PLN terkesan masih betah memelihara meteran lama di banyak rumah warga.

Info liar yang berkembang, kerugian yang sering dialami oleh PLN boleh jadi disebabkan oleh "nakalnya" oknum petugas dan pejabat PLN itu sendiri. Apalagi, jika oknum pejabatnya punya gaya hidup dan bolak-balik ke luar daerah. 

Menurut salah seorang yang namanya dirahasiakan, kerugian bisa terjadi karena ada oknum petugas lapangan yang sengaja mengakali meteran dengan trik tertentu sehingga angka meteran berjalan tidak semestinya, alias pelanggan bisa membayar lebih murah dari tagihan yang seharusnya.

Modus lain, kebocoran listrik bisa terjadi misal ada acara-acara tertentu yang mesti menjebol arus besar, yang secara pasti merugikan PLN, namun menguntungkan oknum pejabat PLN yang memberi izin acara tertentu seperti kawinan, festival, pameran dan lain-lain secara sembunyi-sembunyi, sehingga tidak tercatat di buku kas PLN. Atau kalaupun tercatat, angka rupiah tidak semestinya, masih merugikan PLN.

"Dari modus yang terakhir ini, lalu oknum pejabat akan melancarkan razia biar kerugian PLN bisa tertutupi, namun sayangnya yang jadi korban adalah warga yang tak tahu-menahu. Padahal, biang kerok pencurian listrik karena kenakalan oknum pejabat PLN ini," kisah seseorang tadi. Kebetulan, di Martapura akhir-akhir ini banyak acara pameran, dan kebetulan juga tidak berselang ada razia ke warga-warga.

Modus yang merugikan PLN lainnya menurut warga lainnya adalah misal di gudang perlengkapan PLN terjadi arus barang keluar yang bisa diakali dengan cara mencatat untuk keperluan fiktif. Lalu, untuk mengisi alat di gudang, oknum PLN membeli lagi barang namun, yang dibeli adalah barang yang sama yang sudah keluar dari gudang yang sama tadi. "Kalau begini, uang PLN keluar tapi masuk ke kantong pribadi oknum petugas atau pejabat PLN-nya," kisahnya.

Guna mengkonfirmasi permasalahan yang terjadi, sejatinya wartawan ingin mendapat keterangan langsung dari Indy, Kepala UPT PLN Martapura, namun stafnya, Sari enggan memberikan nomor HP-nya. "Bapak-bapak bisa langsung ke UP3 di Banjarmasin kalau keberatan," tandasnya. (tim)

Komentar