DEMOKRASI YANG “CACAT”

(Ambin Demokrasi)
Oleh: Noorhalis Majid


Apakah demokrasi kita dari tahun ke tahun semakin membaik? The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis Indek Demokrasi 2021, yang dilakukan pada akhir tahun 2022 lalu, hasilnya situasi demokrasi global menurun. Pandemi turut memberikan kontrbusi kemunduran demokrasi tersebut.

Dari 167 negara, terdapat 74 negara masuk kategori negara demokrasi. Negara yang masuk dalam kategori “demokrasi penuh” mengalami penurunan menjadi 21 negara, padahal tahun sebelumnya ada 23 negara. 

Dari negara-negara yang tergabung dalam G20 (kecuali Uni Eropa), menempatkan 6 negara masuk dalam demokrasi penuh, yaitu Australia, Kanada, Jerman, Korea Selatan, Jepang dan Inggris. Australia menjadi negara dengan nilai indeks demokrasi paling tinggi, yaitu 8,90. 

Bagaimana dengan Indonesia? Negara kita yang dianggap demokrasi terbesar ini, berada pada urutan 14 di antara negara G20, dan masuk kelompok demokrasi “cacat” dengan indek demokrasi 6,71. 

Apa yang dimaksud dengan demokrasi “cacat”?  survei tersebut menjelaskan, yaitu negara yang umumnya sudah memiliki sistem Pemilu yang bebas dan adil, serta menghormati kebebasan sipil dasar, namun masih memiliki masalah fundamental, seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang antikritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintahan yang belum optimal. 

Data indek ini menyadarkan, bahwa demokrasi kita yang nampak baik-baik saja, tanpa sadar ternyata dari waktu ke waktu mengalami kemerosotan yang cukup parah, salah satu sebabnya karena semakin rendahnya kebebasan pers.

Kebebasan pers itu sendiri dipengaruhi oleh sejumlah hal, antara lain adanya sejumlah undang-undang yang dinilai refresif, pemerintahan yang mengarah sentralistik, kondisi parpol yang tidak demokratis, termasuk merosotnya independensi lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK, juga polarisasi media, sehingga pers kehilangan independensi, bahkan membentuk oligarkhi media. 

Semua pergeseran itu, terjadi secara perlahan, sehingga kurang disadari. Dan tidak punya deteksi dini untuk mengetahuinya, bahwa ternyata demokrasi kita “cacat”. (nm)

Komentar