Ada Pola Masih Menutupi Kasus Internal di Polri



KASUS pembunuhan Brigadir J, atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, ternyata mendapat sorotan dari media Internasional.

Sentinel Asia, media yang disebut berani memberikan kritikan pedas ikut bersuara dalam kasus pembunuhan Brigadir J, dan menyoroti soal kepolisian Indonesia.

Sentinel Asia menyoroti kasus tersebut dalam artikelnya berjudul,"Indonesia Police Revenge Shooting Shakes Force to the Core."

Sejak terungkapnya kasus pembunuhan Brigadir J yang didalangi oleh atasannya sendiri Ferdy Sambo, sejumlah kejanggalan terungkap.

Mulai dari skenario penembakan, yang dilakukan oleh beberapa polisi hingga detail yang terus meluas hingga melibatkan 31 jajaran polisi di Indonesia.

Sebelumnya, pembunuhan ini melibatkan Bharada E atau Richard Eliezer, sebagai tersangka utama kasus pembunuhan.

Namun Presiden Jokowi mengatakan bahwa kasus ini harus transparan dan dibuka selebar-lebarnya di hadapan publik.

Menurut Sentinel Asia, situasi ini menunjukkan pola menutup-nutupi yang telah lama dilakukan kepolisian Indonesia.

Ini telah menyebabkan kritik publik yang luas terhadap kepolisian, yang telah lama dituduh korupsi dan tidak profesional.

Ini juga telah melahirkan penghinaan publik yang luas terhadap tindakan kekerasan lainnya oleh polisi.

Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga Eliezer ditekan untuk bertanggung jawab atas kematian Yosua.

"Saya belum bisa membeberkan langkah-langkah yang sepertinya (bertujuan agar) hanya Eliezer yang bertanggung jawab atas semua ini," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.

Dia mengatakan CCTV yang hilang adalah bukti kunci yang dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.

Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengatakan tindakan Sambo yang diduga mencopot CCTV merupakan tindakan menghalangi, yang bisa dikategorikan pelanggaran etika kepolisian, bahkan kriminal.

Pernyataan bertentangan yang dikeluarkan oleh polisi menimbulkan kecurigaan bahwa mereka berusaha menghalangi proses hukum, kata Damanik.

Dia menambahkan bahwa tidak ada saksi baku tembak dan Eliezer kemudian menarik pernyataannya bahwa dia telah menembak Yosua.

Eliezer pada (6/8) diinterogasi lagi, mengungkapkan beberapa nama lain yang dikatakan terlibat dalam penembakan itu.

Insiden itu menunjukkan seberapa sering penembakan polisi terjadi.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan polisi diduga melakukan 651 tindak kekerasan sejak Juni 2020 hingga Mei 2021 dengan penembakan paling banyak disertai kekerasan.

Personel Polri terlibat dalam 390 kasus penembakan atau 57,9 persen dari total pada tahun lalu.

Rivanlee Anandar, wakil koordinator Kontras, mengatakan berdasarkan pantauan organisasi, terdapat pola mekanisme akuntabilitas kasus pidana yang mengikis kepercayaan publik dan menodai prinsip persamaan di depan hukum serta hanya memperpanjang fenomena impunitas.

Kritikus lain mengatakan ada budaya dalam institusi kepolisian tentang solidaritas dan kerahasiaan.

Ini mengarahkan petugas untuk saling melindungi meskipun mereka bersalah yang paling jelas dicontohkan oleh penembakan Yoshua dan upaya untuk menutupinya.

Sedangkan implikasi dari kerahasiaan adalah tabu untuk membeberkan aib anggota yang melanggar hukum, terutama di jajaran kepolisian yang lebih tinggi. (Intisari)

Komentar