Terlibat Mafia Migor, 3 Pengusaha dan 1 Pejabat di Kemendag Dijadikan Tersangka


Jaksa Agung


KEJAKSAAN Agung (Kejagung) Republik Indonesia menetapkan empat orang tersangka dalam dugaan kasus ekspor minyak goreng. Ke-4 tersangka diduga terlibat tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya. 

Tiga dari empat tersangka merupakan petinggi dari perusahaan yang cukup bonafit. Yaitu MPT selaku Komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia, SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), dan PTS selaku General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas. Sementara, satu lainnya adalah pejabat Kementerian Perdagangan, yakni IWW selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI.

Pada akhir tahun 2021, terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran. Sehingga pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengambil kebijakan untuk menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) serta Domestic Price Obligation (DPO).

Dalam kebijakan tersebut, pemerintah juga menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit. Dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO sesuai dengan kebijakan tersebut. Namun, perusahaan tersebut masih tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.

Karena mencurigakan, pemerintah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print: 13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022. Kemudian kasus ini naik statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Pada tanggal 4 April 2022 dikeluarkan juga Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022. Hasil penyidikan menunjukkan para tersangka bekerja sama melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE).

Dimana PE tersebut tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO). Tak hanya itu, tersangka juga tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20 persen dari total ekspor). 

Dalam kasus ini, penyidik turut mengumpulkan beberapa alat bukti. Di antaranya adalah keterangan saksi (19 orang), alat bukti surat dan alat bukti elektronik, keterangan ahli, dan barang bukti berupa 596 dokumen. Perbuatan para tersangka sangat merugikan negara dan masyarakat.

Langka dan mahalnya minyak goreng membuat menurunnya konsumsi rumah tangga dan industri kecil.

Keempat tersangka memiliki peran masing-masing yang berbeda dalam kasus ini. Tersangka IWW menerbitkan persetujuan ekspor (PE) terkait komoditas Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya yang syarat-syaratnya tidak terpenuhi sesuai peraturan perundang-undangan.

Kemudian untuk tersangka MPT mengajukan permohonan izin Persetujuan Ekspor (PE) dengan tidak memenuhi syarat distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO). Ia secara intens berkomunikasi dengan Tersangka IWW mengenai penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) PT. Wilmar Nabati Indonesia dan PT. Multimas Nabati Asahan.

Ketiga, tersangka SM juga berkomunikasi secara intens dengan Tersangka IWW terkait penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) Permata Hijau Group (PHG). Sama seperti tersangka MPT , tersangka SM juga mengajukan permohonan izin Persetujuan Ekspor (PE) dengan tidak memenuhi syarat distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO).

Terakhir, tersangka PTS berkomunikasi secara intens dengan Tersangka IWW terkait penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) PT. Musim Mas. Ia juga turut mengajukan permohonan izin Persetujuan Ekspor (PE) dengan tidak memenuhi syarat distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO).

Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menyelesaikan perkara ini meskipun terdapat kemungkinan pihaknya harus memeriksa Menteri sekalipun. “Siapapun pelakunya, kalau cukup bukti maka akan kami lakukan,” ujar Jaksa Agung RI Burhanudin, dalam konferensi pers dikutip Rabu (20/4/2022).

Keempat tersangka telah melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a,b,e dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Serta Keputusan Menteri Perdagangan No. 129 Tahun 2022 jo No. 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation).

Tak hanya itu, mereka juga melanggar ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, Jo. Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO. (nesiatimes)

Komentar