Cara Wahyu Sampai ke Nabi, dan Para Pencatatnya




WAHYU merupakan petunjuk dari Allah SWT  kepada Rasul untuk dijadikan petunjuk bagi Umat Islam. Tetapi, bagaimana proses penyampaian wahyu tersebut?

Menurut Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri dalam bukunya Sirah Nabawiyah (2012, Pustaka Al-Kautsar). Mengutip Ibnu Qayyim, dijelaskan bahwa ada tujuh cara Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:

1. Mimpi yang hakiki atau benar. Mimpi ini termasuk salah satu permulaan media penyampaian wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Melalui bisikan dalam jiwa dan hati Nabi tanpa diihatnya. Nabi Muhammad SAW berkata: “Sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan ke dalam diriku, bahwa suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga disempurkan Rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah, baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap lamban datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan cara mendurhakai Allah, karena apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan menaati-Nya.’’

3. Malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad SAW. Malaikat menyerupai seorang laki-laki menemui secara langsung kepada Nabi. Lalu, ia berbicara dengan Nabi hingga bisa menangkap secara langsung apa yang dibicarakan. Bahkan, dalam hal ini terkadang para sahabat juga bisa melihat penjelmaaan malaikat.

4. Wahyu datang menyerupai gemerincing lonceng. Wahyu ini dianggap wahyu paling berat dan malaikat tidak dapat dilihat oleh pandangan Nabi. Dahi Nabi sampai berkerut dan mengeluarkan keringat sekalipun pada waktu yang sangat dingin. Bahkan, hewan yang ditunggangi Nabi menderum ke tanah. Wahyu seperti ini pernah terjadi tatkala paha beliau berada di atas Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menyangganya.

5. Malaikat melihatkan rupa aslinya. Peristiwa  seperti ini pernah terjadi dua kali kepada Nabi. Malaikat mendatangi Nabi untuk menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah kepada beliau. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam surat An-Najm.

6. Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi. Kejadian ini terjadi di lapisan-lapisan langit pada malam Mi’raj. Wahyu ini berisi kewajiban untuk melaksanakan sholat dan lain-lain.

7. Allah berfirman langsung kepada Nabi tanpa perantara. Dalam hal ini, sebagaimana Allah telah  berfirman dengan Musa bin Imran. Wahyu semacam ini berlaku bagi Musa berdasarkan nash Alquran. Sedangkan Nabi Muhammad terjadi dalam hadist tentang Isra. 

Penulisan wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril telah dilakukan banyak Sahabat. 

Jumlah sahabat Rasulullah SAW yang menuliskan wahyu tersebut berjumlah 43 orang, menurut Ghanim Al-Quduri dalam kitab Rasmul Mushaf Lughawiyah Tarikhiyah.  

"Rasulullah SAW sendiri adalah seorang yang tidak menulis dan tidak membaca, sebagaimana Allah SWT tegaskan di dalam Alquran," jelas Ustaz Ahmad Sarwat dalam bukunya berjudul "Sejarah Alquran" yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing.  Hal itu sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Ankabut ayat 48: 

"Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Alquran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu).” 
Ust Ahmad Sarwat


Ustadz Ahmad Sarwat memaparkan, setelah Malaikat Jibril menurunkan wahyu, Rasulullah SAW memanggil para sahabat untuk menuliskannya. Para Sahabat yang diperintahkan untuk menulis wahyu cukup banyak jumlahnya, yakni 43 orang. 

"Yang paling terkenal adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Saad, Hanzhalah ibnu Ar-Rabi' dan lainnya," paparnya. 

Dari nama-nama itu, Sahabat yang paling produktif menuliskan wahyu adalah Zaid bin Tsabit.  

Zaid pun sempat mengatakan, "Aku seorang penulis wahyu Rasulullah. Caranya dengan Beliau SAW membacakannya kepadaku. Bila sudah selesai, Beliau pun memerintahkan aku untuk membaca ulang. Maka Aku membaca ulang, bila ada yang terlewat, Beliau membenarkannya." Wahyu itu sebagaian teknisnya memang diimlakan dari mulut Rasulullah dan ditulis dengan seksama oleh Zaid. Dari sini, sebagian ulama ada yang mengartikan bahwa wahyu yang disampaikan malaikat terdengar melalui mulut Rasulullah SAW dan didengar (dicatat) sahabat.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Ustaz Ahmad, bahwa memang Rasulullah SAW selalu memanggil Zaid untuk bersiap kapan pun wahyu turun. "Panggilkan Zaid dan suruh bawa batu, pelepah dan tulang," kata Nabi Muhammad SAW.  

Rasulullah SAW juga meminta kepada lebih dari 40 penulis wahyu itu untuk fokus menulis wahyu dan melarang mereka menulis hal yang lain. Ini mencerminkan Rasulullah menaruh perhatian penuh pada penulisan wahyu. Rasulullah mengatakan, "Jangan kalian menulis tentang Aku. Siapa yang terlanjur menulis tentang Aku, hapuslah."  

"Larangan ini karena beliau SAW khawatir akan tercampur-campurnya antara teks asli Alquran dengan penjelasannya. Padahal penjelasannya itu bukan bagian dari Alquran," jelas Ustadz Ahmad. (berbagai sumber)

Komentar