Evaluasi Pelonggaran Terus Dilakukan, Isu Dana Satu Pasien 200 Juta Dibantah



MARTAPURA - Masih ada sejumlah pusat kegiatan yang menghimpun orang banyak tidak memperhatikan standar Covid-19, diakui oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Banjar. Hal itu dikatakan juru bicara GTPP Covid-19 Banar, dr Diauddin, Selasa (9/6/2020).


"Dari laporan relawan kesehatan yang puluhan kami sebarkan, memang masih ada sejumlah tempat masih belum optimal memperhatikan standar pencegahan, seperti menjaga jarak aman, setidaknya satu meter. Seperti pada Jumat tadi, ketika di dalam mesjid, jarak aman dan memakai masker cukup bagus, namun di bagian halaman salah satu mesjid, jarak aman sebagian tidak diperhatikan, karena masih banyak yang posisinya rapat satu sama lainnya. Ini akan menjadi bahan evaluasi kita berikutnya," beber Kadinkes Banjar ini.

"Ada beberapa mesjid yang berhasil melaksanakan ibadah dengan standar Covid-19 yakni mencuci tangan pakai sabun, memakai masker dan menjaga jarak aman. Namun, sebagian juga ada yang gagal, namun ini tentu karena keterbatasan relawan dan petugas kita. Kita akan terus perbaiki, sebab situasi penyebaran Corona masih terjadi dan bahkan cenderung menanjak terus," imbuhnya.

Kalaupun angka per hari tidak beranjak, seperti angka 135 positif, 11 disembuh, 117 dirawat, meninggal 7 sebenarnya bukan tidak ada perkembangan, melainkan hasil swab dari ratusan sampel baru bisa diketahui empat hari hingga lebih, karena banyaknya sample yang harus antri untuk diperiksa di BBKL.

 "Masalah yang timbul karena lambatnya hasil swab. Masalah Tala, menunggu hasil kelamaan,
jadi gelisah. Begitu juga pasien tak bergejala di Bapelkes dan Ambulung gelisah, dan itu bisa menimbulkan gejolak-gejolak. Pasien yang meninggal kebanyakan hasilnya belum ada, karena kehati-hatian dilaksanakan pemakaman dengan protokol Covid-19," cetusnya.

Karena hasil yang lama baru keluar, pasien PDP yang sedang menunggu menjadi gelisah, begitu juga positif yang harus menunggu dua kali swab. "Saya malah khawatir kalau di kumpulkan reaktif rapid test, justru yang sebenarnya tidak terpapar virus akan ikut terkena, karena reaktif, dipastikan ada yang posisitf, dan yang lainnya dipastikan negatif Corona. Padahal satu sampel bisa diketahui satu dua jam saja. Namun, karena tenaga terbatasa sementara sampel yang diteliti banyak, sehingga perlu waktu lama," jelasnya.

Disinggung mengenai isu 200-an juta dana pusat yang diturunkan untuk satu pasien Corona, Diauddin membantahnya. Menurutnya, itu hanya untuk motivasi kehati-hatian masyarakat agar tidak menganggap remeh wabah ini. Sejatinya, penanganan akan ditanggung biayanya oleh BPJS, sekitar 15-16 juta per pasien.

"Tetapi kalau pasien pulang belum sembuh maka tidak ditanggug oleh BPJS, akhirnya APBD yang menanggungnya. Juga ketika status positif harus positif Covid, tidak boleh ada penyakit lain, sementara banyak yang ada komplikasi. Dalam hal ini daerah memang harus lebih siap," katanya.

Komentar