Perangkat Desa Terima Bantuan Sosial Jelas Menyalahi Aturan, Sejumlah Desa di Banjar Ribut


MARTAPURA - Bantuan sosial dari Pemkab Banjar selama pandemi Corona dan pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ternyata menimbulkan kecemburuan sebagian masyarakat. Pasalnya, ada saja sinyalemen aparatur desa ikut-ikutan menikmati bantuan langsung tunai dana desa (BLT DD) maupun jaring pengaman sosial (JPS) dari Pemkab Banjar.


Satu tokoh warga, Muaddin Hamidi melaporkan bahwa di Desa Batu Tanam, Kecamatan Sambung Makmur banyak yang tidak tepat sasaran, khususnya program keluarga harapan (PKH), bantuan sembako non tunai (BSNT) maupun BLT DD. "Ada yang punya mobil Carry dapat BLT DD dan ada yang punya rumah di dua tempat, punya tiga sepeda motor baru, tapi masih dapat PKH. Yang menjadi pertanyaan apakah pendamping dari Kabupaten Banjar cuma datang ke rumah pendata," ujarnya mempertanyakan.

Selain itu, lanjut Muaddin, akibat kondisi ketimpangan sosial itu, Desa Batu Tanam agak ribut, gara-gara BST DD banyak dari keluarga aparat dan oknum perangkat desa dapat aneka bansos tersebut. "Sehingga BLT DD tidak merata, apakah ini bisa dituntut sesuai dengan SOP-nya atau UU yang berlaku," sungutnya.

Hampir mirip, namun Pembakal Tunggul Irang Ulu, Subari, Rabu (20/5/2020), mengambil sikap lebih tegas tidak mentolerir adanya dobel bantuan. Banyak PKH yang akan mengambil  bantuan (JPS) berupa sembako maupun ikan segar ditolak. "Anda buktikan sendiri, saya tidak mengasih ikan segar, bagi mereka yang sudah dapat PKH," ujar Bari.
Pembakal Bari tegas tolak dobel bantuan. Contoh yang bijak.


Memang puluhan KK yang ikut ngluruk ke balai desa setempat terpaksa pulang dengan tangan hampa, setelah checking data ternyata mereka masih masuk PKH, sehingga tidak berhak lagi dapat JPS yang disalurkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Banjar.

Langkah tegas bahkan diambil Bari begitu ada warga penerima bantuan tidak memakai masker, sehingga disuruh pulang mengambil masker sebagai syarat menerima bantuan sosial tersebut.

Ketika dikofirmasi soal tumpang tindih bantuan sosial dan dugaan oknum aparat desa ikut menikmati, membuat Waket Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Banjar, HM Hilman angkat bicara. "Kalau dari segi aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, jelas aparatur desa tidak boleh menerima atau menikmati bantuan sosial apapun itu. Ini soal kelemahan data, dan akan saya minta klarifikasi dari Kadinsos Banjar," ujarnya.

"Lagi pula, untuk memverifikasi penerima bantuan sosial dari akibat dampak Covid-19, mesti melalui musyawarah desa. Nah, sudahkan proses itu dilewati," kata Hilman yang juga Sekda Banjar ini. Ia berharap semua aparat dari dinas terkait, kecamatan hingga desa supaya betul-betul membuat data yang sesuai aturan.

Sementara dari sejumlah kalangan ada usul agar data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dibuat secara transparan dan diumumkan via website, sehingga bisa diakses oleh seluruh warga. Ini demi memperkuat pengawasan dan verifikasi bisa langsung melibatkan semua lapisan masyarakat. Tantangan ini sebenarnya sudah disampaikan ke Bappedalitbang Banjar, mengingat data tersebut layak untuk akuntabel sekaligus transparan karena berkaitan dengan dana milik rakyat.

Komentar