Corona Indonesia Sejak 2 Maret, dan Keajaiban Sekumpul


AKHIR tahun 2019 sebenarnya dunia sudah dihebohkan dengan kasus virus Corona (Covid-19) di Wuhan China. Namun, melihat upaya cepat pemerintah China me-lockdown Wuhan dunia kalah itu sepertinya ikut merasa tenang, meski sejumlah ahli memperkirakan akan ada bahaya susulan, yakni merebaknya wabah itu ke negara lain.


Wajar saja sulit mendeteksi virus ini yang tak akan bisa dilihat oleh mata telanjang terkecuali dengan mikroskop super. Entah bagaimana, penularan ternyata tak berhenti di China dan juga mulai awal tahun mulai menginfeksi sejumlah negara. Sejauh ini sudah 213 negara ada kasus Corona dengan aneka variasi angka positif maupun yang meninggalnya. Secara dunia, kasus terkonfirmasi lebih 2 juta, dan yang meninggal sudah di atas 100 ribu. Di Indonesia sejak ditemukan 2 Maret 2020, sudah lebih 10 ribu temuan kasus, dan yang meninggal lebih 800 jiwa, mulai orang biasa, pengusaha, dewasa, manula hingga pejabat.

2 Maret bermula dari terkonfirmasinya ibu dan anak asal Depok Jabar yang berbatasan dengan Jakarta. Mereka tertular di seputar Jakarta setelah berinteraksi dengan turin asal Jepang. Ini langsung diumumkan Presiden Jokowi. Tak lama, entah dari cluster mana, salah seorang menteri Jokowi juga terkena. Seterusnya berbagai macam cluster baru bermunculan, termasuk cluster Ijtima Ulama Asia di Gowa, Sulsel. Belakangan, di Kalsel lebih dari separuh penderita Corona berasal dari Cluster Gowa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat 800 orang warga Kalsel ikut atau hampir mengikuti kegiatan tersebut.

Mundur ke belakang, sejatinya memang sejak virus Corona atau Wuhan itu bergejolak hingga menewaskan lebih 3.000 warga Wuhan itu, para dokter di Indonesia sudah mewanti-wanti jika wabah bisa saja berada di Indonesia sebagai akibat masih berputarnya roda transportasi udara maupun laut. Seandainya ketika terjadi temuan kasus awal, Presiden Jokowi dengan cepat melockdown penerbangan dan kapal penumpang, 14 hari saja sebagai jeda masa inkubasi virus ini, mungkin saja wabah tidak sampai merata ditemukan di semua provinsi (34 provinsi). Tapi, sudah lah, keputusan umara memang yang terbaik untuk kita saat ini.

Lembaga PBB bidang kesehatan WHO juga terkesan lamban merespon karena baru 11 Maret 2020 mengumumkan virus Wuhan sebagai pandemi (118 sudah terinfeksi). Kondisi di Indonesia pun sebatas mengimbau agar waspada sebab sekitar 9 Maret 2020 ada status siaga bencana non alam. Ketika wabah di Indonesia mulai terlihat mengkhawatirkan, baru 23 Maret 2020 status siaga dinaikkan menjadi darurat. Sebelum masa itu, perjalanan dinas para pejabat masih lumayan bebas. Dan memang ada sejumlah ASN atau pejabat politik yang tertular setelah bepergian, termasuk warga biasa yang mungkin dalam urusan bisnis atau sekadar hobi traveling. Ini setali tiga uang dengan ribuan orang dari berbagai negara berkumpul di Gowa pada 19--22 Maret 2020 meski status Indonesia sudah siaga Corona.

Tak bermaksud lancang dan dengan segala kerendahan hati, saya mencoba menyingkap keajaiban Haul ke-15 Abah Guru Sekumpul. Haul ini sebelumnya sudah dihadiri jutaan jemaah, sangat lebih besar ketimbang Gowa. Satu kota kecil di Kalsel ini pada 1 Maret 2020 menggelar haulan ulama kharismatik lagi dipercaya sebagai wali besar abad ini Syaikh Zaini Ghani atau Abah Guru Sekumpul. Tak kurang dari 2,4 juta jiwa berkumpul, bahkan ribuan diantaranya berasal dari luar negeri. Puluhan ribu berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Beberapa hari menjelang haul, Dinkes Banjar memang ada sedikit meski belum secara terang-terangan menyempilkan imbauan agar tetap menjaga stamina serta rajin cuci tangan dan bila memungkinkan mamakai masker selama berada di antara jutaan jemaah. Dan uniknya, memang tak ada satu pun pengumuman resmi negara di Indonesia ada kasus Corona. Jadi, selama empat hari bahkan dua pekan manusia dari berbagai penjuru berdatangan ke Kalsel dan Martapura. Ajaibnya, tak satupun pengumuman resmi pejabat pemerintahan bahwa ada kasus terkonfirmasi berasal dari cluster Sekumpul. Masya Allah.

Rangkaian haul tiga hari berakhir menjelang 2 Maret 2020, dan sorenya baru lah ada pengumuman Presiden Jokowi ada temuan kasus Corona sebagaimana saya kisahkan di awal tulisan ini. Anda boleh percaya boleh tidak, sejauh ini tak ada temuan positif Corona berasal dari cluster Sekumpul, manakala 2,4 juta bahkan menurut catatan jurnalis lain bisa menembus angka 3 juta jiwa saat 1 Maret 2020 di hari Minggu itu berkumpul di satu kota bernama Martapura.

Saya meyakini, keberkahan Syaikh Zaini Ghani melindungi jutaan jemaah ini dari tertular virus Corona kala gelaran haul. Semua tentu atas izin Allah dan kemurahan hati Nabi Besar Muhammad SAW, yang keduanya mencintai Abah Guru Sekumpul, dan sebaliknya sang aulia sepanjang hidupnya lebih banyak memuji Allah dan Rasul-Nya, serta selalu berbaik kepada siapa pun.

But, soal wabah ini sudah sunnatullah. Tugas kita semua menghadapinya dengan sabar, dan kalaupun ada yang menjadi korban, ini bukan lah aib, melainkan musibah kemanusiaan. Bagi muslimin yang menjadi korban meninggal insya Allah syahid. Sekali lagi, ini bukan aib,melainkan musibah yang menuntut kesabaran kita semua. Umara mulai presiden, sampai bupati telah berupaya memberikan yang terbaik bagi warganya. Wabah ini soal ujian dari Allah, sejauh mana kita mampu tetap solid memegang prinsip ketaatan kita kepada Allah yang didelegasikan kepada Rasulullah SAW dan kemudian didelegasikan lagi kepada para ulim amri (pejabat pemerintahan). Tak perlu saya sebutkan ayatnya, karena rasanya terlalu banyak ayat yang menyenggol soal ini.

Corona menurut para ahli ternyata berdampak positif bagi lingkungan bumi, seperti berkurangnya polusi, dan semakin membaiknya lapisan ozon setelah sekian lama terdegradasi akibat pemanasan global akibat ulah penghuninya sendiri. Menurut para ahli, bumi sedang memulihkan diri berkat Corona, dan tentu saja atas izin Allah semata. Kita semua makhluk Allah, dan Corona juga makhluk-Nya. Mari kita sikapi dengan tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, juga senantiasa bersabar mengikuti petunjuk dan imbauan pemerintah, terlepas dari kekurangan zahirnya.

Tak ada niat saya meremehkan ibadah kepada Allah (hablum minallah), sebab boleh jadi sisi ini oleh sebagian orang menjadi terganggu kala ada wabah. Namun, Allah masih memberi ruang yang lebih baik untuk meraih ridha-Nya, yakni dari sisi hablum minannas yakni perhubungan yang baik dan ma'ruf kepada sesama manusia. Situasi ini hendaknya menempatkan kita berburuk sangka kepada diri sendiri saja lah dahulu. Jangan-jangan saya mengandung virus, sehingga lebih baik kalau saya tak memaksakan diri dahulu membaur ke orang-orang, takut orang lain menjadi korban. Sebab, orang yang sepertinya sehat menurut para pakar boleh jadi menjadi carrier atau penghantar virus yang potensial kepada orang lain di sekitarnya, meski tanpa gejala Corona, seperti demam, sakit kapala, batuk atau bersin.

Saatnya para pejabat lebih memperhatikan kesejahteraan para warganya yang kurang beruntung. Juga bagi para dermawan, saatnya untuk lebih banyak berbagi kepada masyarakat lapisan bawah, apalagi ini bulan Ramadhan yang penuh berkah. Berbuat baik kepada orang miskin, kepada yang kelaparan, hakikatnya sudah berbuat baik kepada Allah jua. Semoga kebaikan kepada sesama, menjadi pengganti yang setara bahkan lebih baik setelah hablum minallah tersendat sementara sebagai dampak darurat Corona.

Akhirnya, mari kita arif dan bijaksana dengan tetap mengikuti anjuran pemerintah, memakai masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, lebih banyak di rumah saja serta menunda dahulu untuk pulkam atau mudik. Tak lupa juga terus bermunajat semoga wabah ini segera berlalu, meski prediksi para ahli kesehatan dan juga para alim ulama, wabah ini biasanya bertahan tiga bulan. Jika wabah dimulai 2 Maret 2020, semoga saja Corona benar-benar berakhir di negeri tercinta ini 2 Juni 2020.

Tak ada yang perlu dicela atau kita kutuk, apalagi virus Corona ini. Ia juga makhluk Allah yang bahkan lebih taat ketimbang kita yang kadang taat kadang durhaka kepada Allah SWT. Jangan kita mencela sesuatu sebab di balik sesuatu itu boleh jadi Allah sebagai penopangnya. Tapi kritiklah diri kita sendiri yang lebih banyak alpa dan lemah untuk bisa menggali hikmah di balik musibah. Kata guru saya, rukun iman ada enam, dan sungguh perkara keenam, beriman kepada qadha dan qadar Allah ialah suatu perkara paling sulit dimengerti dan dijalani. Jika kita berhasil memahami dan menjalaninya, kita akan disempurnakan oleh-Nya Wallahu a'lam.




 

Komentar