10 Saja Sakit Karena Corona, RSUD Raza Tak Sanggup Menampung, Maka Terus Ikuti Anjuran Pemerintah



MARTAPURA - Waket Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Banjar, HM Hilman menginformasikan bahwa angka orang dalam pemantauan (ODP) sudah jauh turun jadi 69 dan dari enam yang terkonfirmasi positif tinggal tiga yang dirawat, dua sudah sembuh dan 1 meninggal.


"Tetapi Banjarbaru ODP-nya melesat naik menjadi 227 dan positifnya naik menjadi empat. Kita tetap waspada, karena Banjarbaru sangat dekat dengan Kabupaten Banjar, dan arus perjalanan antar kedua daerah tidak tertutup, orang Banjarbaru ke Martapura dan orang Martapura ke Banjarbaru bolak-balik tanpa terkendali, karena itu sangat rentan kemungkinan penyebaran wabah. Karena itu tetap waspada dan ikuti anjuran pemerintah," harap Hilman yang juga Sekda Banjar ini.

Ia mengajak warga belajar dari Pengalaman Italia dan Spanyol. Pertama yg terkena virus Corona hanya satu atau dua orang saja, tapi pemerintah dan masyarakatnya menganggap biasa, kebiasaan dalam kerumunan massa seperti nonton Liga Italia, kumpul-kumpul di Cafe dalam jumlah besar dianggap hal biasa. Semua menganggap enteng.

Selanjutnya apa yang terjadi? Satu atau tiga minggu berlalu, tidak terjadi apa-apa. Tapi setelah satu bulan apa yg terjadi? Terjadi penularan wabah dalam jumlah yang besar. Negara modern sekelas Italia dan Spanyol dengan fasilitas kesehatan dan peralatan modern saja,  tak sanggup mengatasi orang-orang yang terkena Corona, rumah sakit tak sanggup menampungnya, maka banyak pasien yang tidak terawat, dan banyak jenazah yang tidak tertangani bergelimpangan.

"Bayangkan kalau terjadi di tempat kita. Sepuluh orang aja yang terkena dalam waktu bersamaan, sanggupkah rumah sakit kita menampungnya dengan segala keterbatasan? Bagaimana dokter dan perawatnya yang menanganinya? Dari 10 yang terkena itu bila tidak terisolasi, maka akan menyebarkan lagi virusnya secara multi level dalam jumlah yang besar. Pernahkah kita terpikir ke sana? Jangan berpikir wah kadapapa jar. Jakarta juga awalnya cuma satu atau dua orang, sekarang sudah ribuan yang terkena. Jadi harus dipahami, mengapa pemerintah melarang pengumpulan orang dalam jumlah yang banyak misalnya seperti meniadakan shalat Jumat untuk sementara. Itu bukan melarang shalat Jumatnya, tapi hanya melarang pengumpulan orang dalam jumlah yang banyak. Karena kalau dalam waktu yang bersamaan, bila terjadi terkena virus dalam jumlah orang yang banyak, pasti petugas kesehatan dan rumah sakit kewalahan menanganinya," ujarnya.

RSU Ratu Zalekha hanya menyiapkan satu ventilator dengan empat bed untuk penanganan Covid-19, kalau 10 orang yang terkena, maka dipastikan tak bisa ditmapung.  Kebijakan pemerintah semata-mata untuk kemaslahatan ummat. "Ingat kaedah ushul fiqih bahwa kebijakan pemerintah atas rakyatnya, didasarkan untuk kemaslahatan. Tidak ada niatan pemerintah (ulil amri) untuk memudharatkan rakyatnya. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Jangan menganggap wah kadada jua lagi jar yang terkena virus. Ingat virus tidak kelihatan, bisa saja ada pada orang yang sehat tanpa gejala, karena daya imun tubuhnya kuat. Tapi bagi yang lemah daya imunnya, maka akan bisa
terkena. Jangan menunggu baru yang ada terkena virus, baru kita berupaya mencegah. Itu namanya terlambat. Kalau terlambat, bisa berakibat fatal," jelasnya.

Ia menambahkan, kalau ada terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama berkenaan peniadaan shalat Jumat sementara karena wabah Covid-19 ini, maka terapkanlah kaidah ushul fiqih ketetapan penguasa/pemerintah/ulil amri menghilangkan perbedaan pendapat. "Semestinya tunduklah kepada ulil amri. Bukankah kita diingatkan taatilah Allah, Rasul dan alil amri darimu. Bahkan saat wabah terjadi di masa Rasulullah, beliau ingatkan shalatlah kamu, di rumahmu. Orang yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah adalah karena mereka tidak mengetahui hal yang sebenarnya tentang bahaya penyebaran wabah/pandemi Covid-19. Bertanyalah kepada ahlinya jika kamu tidak
mengetahui," imbaunya.

Komentar