Dilema bagi Kejari Banjar Hentikan Kasus Kunker Fiktif

Saidan Pahmi (kanan)

MARTAPURA - Kejari Banjar dihadapkan pada memutuskan apakah melanjutkan kasus kunker DPRD Banjar periode 2014--2019 ataukah menghentikannya dengan menerbitkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3). Hal ini mengingat Pilkada Banjar 2020 September sudah semakin dekat, sementara sejumlah bakal calon suka tidak suka masih bersinggungan dengan kasus kunker ini.


Praktisi hukum, Rusniansyah Marlim SH mengatakan, baru-baru tadi, untuk kasus pidana korupsi, percobaan saja masih bisa dihukum, apalagi sudah menikmat. "Adapun pengembalian kerugian negara hanya faktor yg meringankan, jadi harus tetap diproses ke pengadilan. Jangan sampai ada kecurigaan transaksi menghentikan proses. salah tidaknya pengadilan yang akan memeriksa dan masyarakat mengawalnya. Menurut saya tabu alias tidak profesional bila ada istilah SP3, akhirnya macam-macam tafsirannya," ulas Rusniansyah.

Sementara itu, anggota DPRD Banjar dari Demokrat Saidan Pahmi mengatakan, hasil audit BPKP kesalahan ada pada Perbub. ASN dan DPRD hanya pengguna peraturan yang ternyata keliru itu. "Misalnya guru menerima gaji, namun peraturan yang digunakan untuk membayar gaji tersebut keliru. Lalu apakah guru yang menerima gaji dengan peraturan yang salah harus kena pidana. Kejaksaan hanya bisa meminta pertanggungjawaban perdata kepada guru, karena kesalahan bukan pada guru. Begitulah ilustrasi terhadap kasus DPRD ini yang sudah diekspose penanganannya," jelasnya.

Saidan menambahkan, kalau mau jujur, sebetulnya seluruh ASN di Kabupaten Banjar menggunakan perbub yang keliru waktu itu. "Jika ada yang mau mengaudit seluruh perjadin ASN di Kabupaten Banjar, maka seluruh ASN mestinya mengembalikan kelebihan menurut BPKP," tukasnya membuka informasi.

Adapun terkait perjadin (kunker) yang fiktif, menurut Saidan bahwa itu sebelum ke pidsus dan diaudit BPKP dana yang disimpangkan sudah dikembalikan karena nilainya belum ada yang di atas Rp 50 juta per anggota. "Yang menjadi panjang, perjalanan kasus ini karena diaudit BPKP, dan hasil audit BPKP kesalahan ada pada Perbub. Lama perdebatan soal kesalahan perbub ini, karena hasil konsultasi ke Kemendagri dinyatakan tidak ada kesalahan perbub dan perbub sudah benar karena telah mengacu ke Permendagri," tandasnya.

Dari informasi beredar, penyimpangan dalam kunker fiktif, kurang lebih bernilai Rp600 jutaan, dan itu kabarnya sudah dikembalikan anggota DPRD Banjar ke kas negara. "Meski Kemendagri menganggap tidak ada kesalahan Perbub, namun karena audit ini telah masuk dalam lembaran LHP BPKP, atas saran dari aparat penegak hukum biar tidak ada perdebatan sebaiknya juga dikembalikan, meskipun beberapa pejabat ASN menentang pengembalian ini, karena apabila DPRD mengembalikan maka ASN juga mesti harus mengembalikan karena mengembalikan sama dengan membenarkan bahwa perbub keliru," imbuh Saidan. Dari segi ini, pengembalian kelebihan perjadian atas hasil audit BPKP ada sekitar Rp1,8 miliaran. Sehingga jika ditotal ada potensi kerugian negara Rp2,3 miliar yang diklaim Kejari maupun anggota DPRD Banjar sudah kembali ke kas negara.

Komentar