Alasan Kejari Banjar Belum Mengeksekusi Faisal Disayangkan. Salah Satu Terpidana Korupsi KPUD Banjar Sambil Menangis: Kenapa Faisal Tak Ditahan?



MARTAPURA - Belum juga dieksekusinya mantan Ketua KPUD Banjar Ahmad Faisal yang sudah menjadi terpidana berdasar petikan putusan Mahkamah Agung (MA) disayangkan sementara kalangan. Padahal, Faisal dan Husaini sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana hibah Pilkada Banjar 2015 di instansi KPUD Banjar.


Tri Taruna Kasi Pidsus Kejari Banjar beberapa waktu lalu memang beralasan bahwa salinan putusan dari MA belum mereka terima, meski sudah beberapa kali mereka melayangkan surat ke MA untuk meminta salinan putusan. Pada tahap pertama, perkara Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Bjm, Faisal dkk diputus bersalah, juga di tahap banding. Selanjutnya, pada kasasi MA juga memutus bersalah untuk para terdakwa.

Senin (9/3/2020), Aktivis LSM Kelompok Pemerhati Kinerja Aparatur Pemerintah dan Parlemen Kalimantan Selatan (KPK-APP), Aliansyah menyayangkan alasan Kejari Banjar yang menurutnya cukup mengada-ngada. Menurutnya, kaidah bahwa eksekusi mesti memakai salinan putusan sudah tidak zaman lagi, karena di era 4.0 ini hal itu bisa diatasi dengan kecanggihan teknologi informasi, meski sebatas petikan putusan MA dari website MA misalnya.

Dikatakan, kondisi saat ini di mana kasus korupsi semakin banyak di samping kasus lainnya, maka diperlukan peradilan yang cepat, tepat, murah dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Ketika terpidana lainnya, seperti Husaini, Wiyono dan Ichsan dikurung, lalu mengapa cuma Faisal yang tidak ditahan." tanyanya.

Menurutnya, hal itu justru mengundang kecurigaan sementara pihak, ada apa dengan kejaksaan dan Faisal. "Demi rasa keadilan, semestinya cukup dengan petikan, Faisal bisa dieksekusi," tegasnya. Berdasar pengalaman hukum di Kabupaten Banjar, sejumlah terpidana dalam kasus korupsi di Ditanbunak Banjar, Dinas Perikanan dan lain-lain, juga bermodal petikan putusan pada terpidana langsung dieksekusi.

Aktivis Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KAHNI) Badrul Ain mengatakan, salinan putusan itu tidak makan waktu bbeberapa bulan di majelis hakim di pengadilan yang memutus perkara, cukup 1 minggu sudah kelar. "Kecuali ditahan oleh pihak pengadilan atau ada dimasukkan dalam laci oleh pihak yang berkepentingan. Apabila perkara sudah inkrah atau divonis, maka pihak terkait aparat penegak hukum harus segera melakukan eksekusi. Apalagi menyangkut perkara pidana yang memvonis tersangka dipenjara, maka sejatinya yang bersangkutan harus dieksekusi terlebih dahulu sambil menunggu salinan karena telah bersifat final bukan terdakwa lagi tapi sudah terpidana," bebernya.

Efek negatif yang akan timbul apabila terpidana dibiarkan di luar tanpa eksekusi peluang  besar akan melarikan diri, dan tentu saja melukai rasa keadilan masyarakat. Ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001, tentang pem­berantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga terdakwa menyatakan banding atas vonis yang diberikan majelis hakim kepada ketiga terdakwa yang masing-masing di jatuhi hukuman 2 tahun untuk terdakwa A Faisal, 1 tahun dan 6 bulan untuk terdakwa Husaini dan 2 tahun 6 bulan untuk terdakwa Wiyono. Ketiganya juga dibebani membayar denda masing-masing Rp200 juta atau subsidir enam bulan penjara, sedangkan untuk terdakwa Wiyono masih dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp61 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka gantinya kurungan penjara selama tiga bulan.


Beberapa waktu lalu, salah satu terpidana, Husaini mantan Sekratrais KPUD Banjar sempat menangis soal ketidakadilan ini. "Kenapa Faisal tidak ditahan-tahan, sementara kami dalam tahanan," tanyanya sambil menyeka air mata.

Komentar