Mengenal Andin-Guru Oton, Pengusung Banjar Kembali Bersinar



PASANGAN Dr Andin Sofyanoor SH MH dan KH Syarif Busthomi (Guru Oton) adalah pasangan Umara-Ulama (U2). Keduanya asli urang Banjar. Andin memiliki darah bangsawan Banjar, Guru Oton adalah representasi dari ulama Banjar yang secara kultural sangat dihormati masyarakat. Mereka masih muda, memiliki pengalaman yang cukup serta pengetahuan yang relevan, sehingga mereka sangat layak untuk menjadi pemimpin di Kabupaten Banjar periode 2020-2024.


Kabupaten Banjar adalah “The Heart of Banjar”, di mana akar budaya, sejarah dan tradisi urang Banjar tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Selain dikenal “Kota Intan”, Kabupaten Banjar juga dikenal sebagai Kota Santri, mayoritas masyarakatnya beragama Islam, kegiatan keagamaan baik ibadah maupun muamalah menjadi nafas utama aktivitas masyarakat. "Bila dikelola dengan baik dan benar, Kabupaten Banjar bisa kembali bersinar."

Banjar memiliki luas wilayah yang besar, sangat potensial untuk kegiatan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakatnya. Terdapat banyak potensi lahan batubara, perkebunan, pertanian dan perikanan air tawar. Bila dikelola dengan baik dan benar, Kabupaten Banjar bisa kembali bersinar. Bersinar sebagai pusat pendidikan agama Islam dan bersinar sebagai daerah yang kaya, bisa memberikan banyak lapangan kerja dan mensejahterakan masyarakatnya.

ANDIN SOFYANOOR

Dr Andin Sofyanoor SH MH adalah asli urang Banjar, begitu pula ayah dan ibunya juga asli urang Banjar. Andin putra pertama pasangan H Hamberan dan Gt Maryam. Dia dilahirkan di Kelurahan Murung Keraton, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar pada 10 Mei 1976. Andin Sofyanoor terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Sejak usia 3 tahun dia sudah menjadi anak yatim, ayahnya H Hamberan telah meninggal dunia.

Andin dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat biasa dan sederhana, namun lingkungan keluarga yang taat beribadah, peka terhadap kesulitan orang lain, sehingga rajin bersedekah, membagikan beras untuk para pakir miskin, serta sangat memperhatikan orang yang terzhalimi (mustad’affin).

Di usia 7 tahun hingga 9 tahun, Andin Sofyanoor sudah harus berkeliling kampung dan pasar untuk berjualan pisang goreng. Malam hari, dia ikut membantu ayah dan ibunya berjualan nasi campur di Pasar Belauran Martapura.

Selanjutnya, tahun 2002, dia berjualan buku di Pasar Martapura dengan menggunakan gerobak. Bersamaan itu, bersama adiknya, Gusti Tamiji, dia harus menemani ayahnya yang berprofesi sebagai wakar untuk jaga malam di Pasar Martapura.

Kesulitan hidup yang dihadapi Andin Sofyanoor sejak kecil menjadikan dia sebagai sosok yang tangguh dan kuat. Tak mengherankan kesulitan demi kesulitan telah dilewatinya hingga mencapai kesuksesan.

Sebelum duduk sebagai anggota DPRD Banjar, Andin Sofyanoor mendapat wasiat dari ayahnya agar dapat melanjutkan studi setinggi-tingginya. Karena itu, tahun 2005, Andin Sofyanoor berhasil mendapat kepercayaan menjadi anggota DPRD Banjar, berbarengan dengan itu dia mulai melanjutkan studi S1 ke ULM Banjarmasin dengan jurusan Fakultas Hukum Tata Negara.

Di periode kedua sebagai anggota DPRD Banjar, tahun 2010-–2015, Andin Sofyanoor melanjutkan studi S2 ke Universitas Trisakti Jakarta. Berikutnya, periode ketiga sebagai anggota DPRD Banjar, tahun 2015 hingga 2019, dia menyelesaikan studi S3 di Universitas Padjajaran Bandung.

Salah satu pengalaman yang tak pernah terbayangkan dalam perjalanan hidupnya, adalah menyelesaikan desertasi Philifina (Manila). Di sana dia banyak menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat yang berbeda dengan kehidupan di kampung halaman.

Perjalanan studi Dr Andin Sofyanoor SH MH untuk menyelesaikan studi S1 hingga S3, tidak seperti kebanyakan mahasiswa yang memiliki status ekonomi sudah mapan. Tetapi agar dapat menyelesaikan studi, dia harus berhemat dan menjalani kehidupan yang terbilang pas-pasan, demi mampu membayar SPP kuliah. Bahkan agar bertahan tinggal di perantauan selama kuliah, dia harus tinggal dari kos ke kos.

Setelah menyelesaikan studi S3, sekarang dia sudah bisa membuka konsultan hukum, kosultan bisnis serta mendirikan sejumlah perusahaan yang bergerak di beberapa bidang. Namun demikian, salah satu cita-cita yang sangat ingin diwujudkannya adalah, sebagai masyarakat asli kelahiran Martapura Kabupaten Banjar, ingin sekali menerapkan keilmuan selama studi dengan jurusan Hukum Tata Negara, untuk kemajuan kampung halamannya, yakni mengembalikan agar Banjar kembali bersinar.

Andin Sofyanoor memiliki cara berpikir yang sistematis, logis dan terukur. Satu hal lagi yang menyenangkan dari sosok Andin, dia anak muda yang ramah, tidak menggebu-gebu ingin terlihat menonjol untuk menunjukkan potensi kecerdasan yang ada di dalam dirinya. Barangkali, itu juga yang kemudian menjadi impuls kesuksesan Andin sebagai sosok muda yang melewati hari-harinya sebagai pengusaha sekaligus politikus.

Di usia 43 tahun, ia sudah memiliki 7 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang level nasional dan internasional. Andin terbilang sosok muda, tapi berpengalaman, karena menjabat sebagai anggota DPRD Banjar selama 15 tahun. Bersih dari korupsi, profesional yang mandiri secara finansial. Bahkan dia menyelesaikan strata pendidikan formal dengan prestasi. Termasuk menyelesaikan program doktor dengan hasil cumlaude.

Di Usia Belia Sudah Berjuang Untuk Kepentingan Masyarakat

Hal menarik dari perjalanan hidup Andin Sofyanoor, sekitar tahun 2003-2004, pemukiman penduduk di Kelurahan Murung Keraton, Kecamatan Martapura Kota, telah dilanda kebakaran hebat, tak kurang dari 900 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, karena rumah-rumah mereka hangus terbakar. Andin yang kala itu menjadi salah satu korban kebakaran hanya berkeinginan dan berusaha memperjuangkan kepada Pemerintah Pusat, agar masyarakat yang menjadi korban kebakaran mendapat bantuan, supaya kembali bisa memiliki tempat berteduh.

Kisah kebakaran hebat yang pernah terjadi di lingkungan Kelurahan Murung Keraton, Kota Martapura sekitar 16 tahun silam telah menjadi peristiwa yang menggemparkan di Kabupaten Banjar. Rumah-rumah warga satu kampung nyaris rata dengan tanah. Bersamaan itu baru saja berlangsung Pemilu 2004, di mana Andin ikut bertarung menjadi caleg DPRD Kabupaten Banjar dari PKPB. Pemilihan anggota legislatif memang baru usai dan Andin menjadi salah seorang caleg terpilih. Akan tetapi, keterpilihan Andin waktu itu mengalami sengketa dengan salah seorang caleg dari partai besar. Sehingga nasibnya untuk dapat dilantik sebagai anggota DPRD Banjar masih terkatung-katung.

Seiring dengan peristiwa kebakaran tersebut, kemudian Andin lebih memfokuskan diri memperjuangkan bantuan bagi penduduk Kelurahan Murung Keraton yang tergabung dalam sebuah tim yang disebut Tim 10. Proses untuk mendapatkan bantuan dalam bentuk bahan material dari Pemerintah Pusat memang tidak gampang. Andin bersama anggota Tim 10 lainnya harus mondar-mandir ke instansi terkait, supaya bantuan dapat segera mengalir dengan upaya-upaya lobi.

Dengan kendaraan butut jenis Shogun, Andin bolak-balik ke Kantor Kecamatan Martapura, Dinas Sosial Kabupaten Banjar hingga Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan, bahkan berlangsung berbulan-bulan. Semua dilakukan untuk memastikan bantuan yang diajukan ke Pemerintah Pusat, agar dapat diterima para korban kebakaran. Dengan upaya yang sangat gigih, bahkan harus menemukan pengusaha bahan material yang mampu menyediakan kebutuhan korban kebakaran di Surabaya, akhirnya permohonan para korban kebakaran melalui upaya lobi seorang Andin telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Kalsel.

Nah, keterkaitannya dengan Andin sebagai caleg anggota DPRD Kabupaten Banjar, rupanya kegigihan Andin dalam memperjuangkan bantuan untuk para korban kebakaran mendapat respon yang positif dari Pemerintah Provinsi Kalsel yang saat itu Gubernur Kalsel dijabat Sjahriel Darham. Atas persetujuan Pemerintah Provinsi Kalsel dan DPRD Provinsi Kalsel, SK penetapan Andin Sofyanoor sebagai anggota DPRD Kabupaten Banjar pun telah diterbitkan. Sejak itulah Andin Sofyanoor menjadi seorang anggota DPRD Kabupaten Banjar dari Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) selama 10 tahun (2005-2010, 2010-2015), kemudian menjadi anggota DPRD Banjar dari Partai Golkar (2015-2019). Dengan demikian dia menempati jabatan sebagai anggota DPRD Banjar selama 3 periode atau 15 tahun.

KH MUHAMMAD SYARIF BUSTHOMI (GURU OTON)

KH Muhammad Syarif Busthomi atau Guru Oton adalah putra pasangan H Sibawaihi bin KH. Sya’rani Arif dan Siti Fatimah binti H. Abdussamad Mansur. Dari pihak ayah, H Sibawaihi merupakan putra seorang ulama terkemuka asal Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, yakni KH. Sya’rani Arif. Ulama kharismatik asal Kota Martapura, KH. Sya’rani Arif ini adalah salah seorang dzuriat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kelampayan. Dia Pimpinan Umum Pondok Pesantren Darussalam periode ke-5.

Kedua orangtua KH. Muhammad Syarif Busthomi merupakan asli penduduk Desa Kampung Melayu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar. KH Muhammad Syarif Busthomi memiliki istri bernama, Hj. Qurrotul Ain, yang dikaruniai 5 anak. Mereka adalah Muhammad, Ahmad, Nur Riwa, Hasan dan Fatimah. H Muhammad Syarif Busthomi atau Guru Oton dilahirkan di Desa Kampung Melayu, Martapura Timur pada 08 Desember 1969, dengan demikian usianya sekarang sudah 50 tahun.

Adapun pendidikan yang telah ditempuh KH. Muhammad Syarif Busthomi, antara lain, Sekolah Dasar (SD) Permata di Kota Martapura, dilanjutkan ke Pondok Pesantren Darunnasyi’in Lawang Jawa Timur. Kemudian dia menyelesaikan pendidikan setingkat SLTA atau Madrasah Aliyah di Ponpes Hidayutullah Martapura. Usai dari Ponpes Hidayatullah, Guru Oton terus menimba ilmu ke Ponpes Darussalam Martapura dilanjutkan dengan menuntut ilmu ke Ponpes Datuk Kelampayan di Bangil, Jawa Timur.

KH Muhammad Syarif Busthomi terus memperdalam ilmu agama ke sejumlah ulama besar secara takhassus atau private, antara lain kepada Syekh Umar Khotib bin Abdullah Al Khotib di Singapore, Syekh Umar Karim di Jakarta serta belajar ilmu hadits mu’atho dengan ulama besar seorang Mufti Betawi, Kyai Syafie Khazami.

Muhammad Syarif Busthomi dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat taat beragama, terlebih kakeknya dikenal sebagai seorang Mutiara dari Banjar, ulama besar yang ahli di bidang hadits atau seorang muhadditsin. Sepanjang hidup, pengetahuan kakeknya di bidang agama menjadi rujukan para alim ulama Kota Martapura di zamannya.

Sejak kecil, KH Muhammad Syarif Busthomi dididik untuk rajin menuntut ilmu agama, mengaji dan taat melaksanakan ibadah sholat lima waktu. Tidaklah heran, sejak kecil hingga sekarang, KH Muhammad Sayrif Busthomi tak pernah berhenti menuntut ilmu, termasuk hadir di setiap majelis ilmu. Beberapa tempat yang pernah dikunjungi KH Muhammad Syarif Busthomi untuk memperdalam ilmu agama, antara lain, hadir di majelis ilmu Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dan Habib Salim Asyayatiri Madinah.

Sejak masih kecil pula, KH. Muhammad Syarif Busthomi memang sering dikenalkan oleh kedua orangtuanya kepada para alim ulama, kemudian dimintakan doa agar kelak menjadi anak yang sholeh.

Sekarang KH.Muhammad Syarif Busthomi tercatat sebagai pengajar atau pendidik di Pondok Pesantren Darussalam Kota Martapura. Selain itu dia juga mengasuh atau menjadi pimpinan Pondok Pesantren Darul Ulum yang beralamat di samping rumahnya sendiri di Jl. Pangeran Hidayatullah Martapura. Setiap Jumat malam atau Malam Sabtu, dia juga membuka pengajian secara umum. Tidak sedikit jamaah yang sering datang ke majelisnya untuk menuntut ilmu agama. Dia juga mengisi pengajian majelis ilmu di beberapa tempat, salah satunya di wilayah Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar.

Sering pula Ponpes Darul Ulum yang menjadi asuhannya mendapat kunjungan ulama-ulama besar dari luar atau Timur Tengah. Seperti belum lama tadi, Muhammad Syarif Busthomi menerima kedatangan ulama besar asal Afrika Barat, Syekh Muhammad Amin Asyinqity. (sumber:banjarbersinar.com)

Komentar