MARTAPURA - Di hadapan majelis hakim, seorang saksi dari pihak tergugat mengakui kalau menjual tanah 2016 bermodal SKT.
"Saya menjual kepada Jajuli menggunakan alas SKT kepada Pak Jajuli sekitar 2016 dengan diawali uang muka dan dilunasi 2018," ujar Adi di sidang lanjutan PN Martapura, Selasa (17/12/2019).
Dicecar hakim apakah saksi mengetahui ada bangunan di tanah yang disengketakan pada 2010, saksi mengaku tahu. Hakim menyayangkan kenapa saksi tidak mau bertemu Nurlaila sebagai pemilik bangunan.
Bahkan saksi mengaku tahu status tanah pernah berperkara namun tetap ia jual kepada tergugat.
Sementara itu, Resky kuasa hukum Bahruni dan Fahrurozi menunjukkan bukti SHM No 1013 an KH Asnawie Syihabuddin dijual ke pengembang. Kemudian akte jual beli surat-surat/SHM diperiksa PPAT untuk diteliti dan dicek kebenaran berkenan dengan status tanah SHM 1013 /02647.
Dengan kesepakatan ahli waris lalu dijual lagi ke Bahruni SHM 02684 dan Fahrurozi SHM 02685 sama luasnya 214 m2. Sedangkan SHM 02683 milik ahli waris Asnawie Syihabuddin.
Nurul selaku ahli waris kubu penggugat menerangkan bahwa ahli waris SHM 1013 /02647, tidak pernah menjual selain yang disebutkan di atas. "Kami membayar kewajiban pajak bumi SSPD/PBB. Jadi pecahan dari SHM 1013 itu pengembang atas nama Zannah dan SHM induk 1013/02647 pecahannya hanya 3 SHM yakni Laila 02683, Bahruni SHM 02684 dan Fahrurozi SHM 02685.
Komentar