Kunjungi Aula Darussalam untuk Menyaksikan Kesejarahan Pesantren Mendukung Persatuan Anak Bangsa


MARTAPURA - Gunaa memperkuat karakter bangsa melalui bidang kesejarahan, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019 menyelenggaran kegiatan Penguatan Nilai Kebangsaan di Pesantren (Pena Bangsa). Kegiatan dilaksanakan di Aula Darussalam Jl Perwira, Martapura, mulai Kamis (14/11/2019) ini.



Menurut Agus Widyatmoko, Kepala Sub Direktorat Sumber Sejarah Kemendikbud RI, kegiatan ini digagas dengan kesadaran bahwa nilai-nilai kebangsaan harus terus diperkuat untuk mengokohkan ikatan kebangsaan yang beragam demi kemajuan. Kegiatan dimaksudkan bahwa semangat kebangsaan yang dinafasi oleh nilai dan tradisi pesantren dapat menjadi modal dan model untuk menguatkan karakter kebangsaan bagi generasi penerus.

Kegiatan, yang diikuti oleh para peserta terdiri santri, kiai, akademisi, komunitas, dan pemangku kepentingan ini, akan dilaksanakan pada 14-15 November 2019 di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura, Kalimantan Selatan dengan tema Pesantren dan Nilai Kebangsaan: Merawat Ingatan Sejarah untuk Memperkokoh Keindonesiaan. Rangkaian kegiatan terdiri dari halaqoh kebangsaan, lomba esai kebangsaan, pameran kesejarahan, dan pojok sejarah.

Halaqoh Kebangsaan dilaksanakan pada tanggal 14 November 2019 dengan menghadirkan KH Muhammad Husin (Ketua Yayasan Darussalam, Martapura, Provinsi Kalimantan Selatan) yang akan menyampaikan pembahasan mengenai Peran Pondok Pesantren Darussalam dalam Penguatan Kebangsaan; Dr HA Fauzan Saleh MAg (Pembina Yayasan PP Darussalam) mengenai Islam, Pesantren, dan Nilai Kebangsaan di Kalimantan Selatan: Sebuah Pantulan Sejarah; dan Abdul Haris Makkie (Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan) mengenai Keislaman dan Keindonesiaan: Wajah Kebudayaan Islam Indonesia. Seminar ini dan dimoderatori oleh Ammirudin SH.

Lomba Esai Kebangsaan adalah ajang kreativitas santri dalam menyusun esai dalam bahasa Arab. Tema lomba esai adalah Sya’buna Sya’bun Indunisiyyun: Tajribah wa Amal (Bangsa Kita adalah Bangsa Indonesia: Pengalaman dan Harapan). Lomba dimulai tanggal 8 November--12 November 2019 ketika para peserta mengirimkan karya esainya.  Esai-esai yang terkumpul dipresentasikan di hadapan Dewan Juri pada tanggal 15 November untuk menentukan terbaik 1, 2, 3 dan harapan 1, 2, 3.

Pameran Kesejarahan, yang menggambarkan perjalanan pesantren dan kontribusinya dalam membangun bangsa dan negara, diadakan pada tanggal 14-15 November 2019. Pameran akan menampilkan foto-foto, naskah, dan benda-benda bersejarah lainnya yang ada di pesantren. Pojok sejarah akan memamerkan buku-buku terbitan Direktorat Sejarah dan buku-buku koleksi Pondok Pesantren Darussalam Martapura yang bertemakan sejarah.

Dipilihnya Pondok Pesantren Darussalam di Martapura karena Pondok Pesantren Darussalam dan Martapura memiliki akar historis sebagai kota yang melahirkan ulama-ulama besar yang menjadikan kota ini sebagai pusat penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru Kalimantan. Kota Martapura ibukota kabupaten Banjar Kalimantan Selatan adalah kota tua bekas ibukota Kerajaan Islam Banjar yang pernah berdiri pada abad ke-15 sampai berakhir pada abad ke 19. Ulama besar yang terkenal seperti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dengan didukung oleh Sultan Banjar mendirikan suatu lembaga pendidikan pesantren di desa Dalam Pagar Martapura yang berhasil melahirkan banyak ulama dan dai yang kemudian atas perintah Beliau menyebar ke seluruh penjuru Kalimantan untuk menyebarluaskan syiar agama Islam.

Zuriat Syekh Arsyad dan murid-muridnya dari Martapura telah menyebar ke berbagai pelosok untuk meneruskan perjuangannya sebagai waratsatul anbiya dengan sepenuh hati berdakwah bil hal maupun bil lisan dan memprakarsai berdirinya basis-basis baru penyebaran agama Islam di beberapa daerah seperti di Alabio, Amuntai, Pleihari, Rantau, Samarinda, Sambas, Tembilahan Riau, dan lain-lain.

Pada permulaan abad ke-19 di mana ide-ide pembaharuan di dunia Islam telah sampai di Nusantara. Persatuan bangsa Indonesia sudah mulai terwujud, antara lain dengan telah terbentuknya Syarikat Dagang Islam (SDI). Pada waktu ini pendidikan dan pengajaran Islam masih berwujud tradisional; masih berlangsung di mushalla/surau atau di rumah tuan guru/ulama, namun ide-ide pembaharuan pendidikan sudah dirasakan oleh para tuan guru/ulama tersebut.

Dorongan untuk melakukan pembaruan semakin menguat manakala pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah umum yang tujuannya untuk mengokohkan kepentingan kolonial. Pada hari Selasa tanggal 20 Syaban 1332 H./14 Juli 1914 M dengan dimotori oleh KH. Djamaluddin, salah seorang ulama terkemuka atas hajat masyarakat Islam dan mufakat dari para ulama, zuama, tokoh masyarakat, dan hartawan diprakarsai berdirinya lembaga pendidikan Islam dengan nama Madrasah Darussalam di kampung Pasayangan Martapura. Madrasah yang kemudian berkembang menjadi pesantren ini memiliki peran penting bagi sejarah perkembangan Islam di Kalimantan Selatan dan menjadi acuan bagi perkembangan madrasah/pesantren lain yang berdiri kemudian di daerah ini.

KH Jamaludin dan kiai-kiai pimpinan Darussalam sampai saat ini telah membangun masyarakat melalui pesantren. Di masa setelah Revolusi Kemerdekaan, misalnya, KH Abdul Qadir Hasan, tidak hanya berjuang mendidik para santrinya, KH Abdul Qodir Hasan juga dikenal sebagai tokoh yang ikut mendukung gerakan gerilya pada masa revolusi kemerdekaan di Kalimantan.

Beragam acara yang didesain dalam kegiatan Pena Bangsa ini menjadi bagian dari  kontribusi (legacy) pesantren dari masa ke masa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menanamkan nilai-nilai toleransi sangat signifikan dalam mempersatukan kehidupan masyarakat. Pesantren yang menampilkan wajah Islam yang tawassuth (memilih jalan tengah), tasamuh (toleran), dan tawazun (menjaga keseimbangan) memberikan kontribusi penting dalam pembentukan bangsa-negara Indonesia sejak masa prapenjajahan, penjajahan, perjuangan kemerdekaan, proklamasi kemerdekaan, masa pascakemerdekaan sampai masa kontemporer.

Oleh karena itu, dalam setiap periode sejarah bangsa Indonesia, Tradisi Pesantren selalu dapat mengambil peran yang penting. Mudahnya demokrasi tumbuh di Indonesia—yang kini menjadi negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat—salah satunya adalah ditopang oleh Islam Indonesia yang berwajah tawassuth, yang inklusif, akomodatif, toleran dan menerima UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai final.

Pada pameran disajikan aneka karya Datu Kalampayan berupa Al Quran tulis tangan yang indah. "Ini membuktikan beliau tidak hanya alim, namun memiliki nilai seni yang sangat tinggi. Terbukti dari tulisan dengan tinta emas Al Quran buah karya beliau," ujar dr Diauddin, salah satu zuriat. Dipamerkan juga berbagai macam senjata khas Banjar sebagai bukti adanya perlawanan kepada penjajah demi persatuan bangsa. Juga bukti-bukti sejarah, peran serta ulama, dan para santri pesantren dalam ikut merebut kemerdekaan Indonesia, mempertahankannya, bahkan terlibat aktif mengisi pembangunan.

Komentar