Baramarta Bantah Semua Tuduhan Pengunjukrasa



MARTAPURA - Isu-isu yang beredar yang seolah menyudutkan PD Baramarta selaku pemegang PKP2B lahan tambang batubara di kawasan Kabupaten Banjar, langsung dibantah Dirut PD Baramarta, Teguh Imanullah dalam jumpa pers, Jumat (1/11/2019).


Menurutnya, kurang maksimalnya pemasukan ke kas daerah sebagai bagian pendapatan asli daerah (PAD) bukan karena ada penyimpangan, melainkan karena memang kondisi produksi yang sudah jauh menurun. "KOntraktor besar yakni PAMA sejak 2015 sudah berhenti bekerja sama dengan kami. Kenapa berhenti ya karena kondisi batubara sudah tidak memungkinkan untuk ditambang secara besar, menyusul area tambang sudah semakin mendekati area pemukiman warga," tuturnya.

Dahulu skala penambangan mulai 2010 hingga 2013 memang besar-besaran, karena ketersediaan batu bara yang banyak ditambah harga jual batubara yang memang sedang bagus-bagusnya.

Kemudian data produksi yang disoal sejumlah LSM adalah dikatakan berbeda antara data ke BPKP dan ESDM, Teguh mengatakan bahwa pihaknya memberikan data yang sudah sesuai lagi valid. Sebab rencana kerja dan data riil produksi setiap tahun sudah dilaporkan ke ESDM dan tidak ada protes maupun sanggahan dari ESDM. "Kami juga mendapat audit dari BPK maupun inspektorat, dan sejauh ini tidak ada Baramarta pernah mendapat surat yang mengindikan ketidakwajaran. Baramarta sebagai bagian dari Pemkab Banjar sudah berusaha memberikan data yang benar, sehingga tiap tahun kita memperoleh WTP dari BPK," tandasnya.

Teguh mengklaim pihaknya tidak pernah menunggak royalti sebagaimana tuduhan sejumlah LSM. "Kami sama sekali menyangkal tuduhan itu. Kami sudah diaudit Dirjen Pajak, dan bahkan kami merupakan 10 besar penambang batubara yang membayar pajak atau royalti dengan baik. Jadi, tuduhan sejumlah LSM menurut kami tidak berdasar. Setiap pengapalan, itu kami keluarkan 13,5 persen dari harga batubara untuk royalti," tegasnya.

Diakui Teguh, semenjak perusahaan besar sekelas PAMA tidak lagi bekerjasama, lokasi tambang yang bisa dimanfaatkan tanpa blasting, dikerjasamakan penggarapannya dengan sejumlah perusahaan lokal. "Dan tidak benar bahwa batubara yang ditambang penamang lokal yang bekerjasama dengan Baramarta cuma membayar 5 persen, melainkan sama kapasitasnya dengan royalti, yakni 13,5 persen," bebernya. Hanya saja, memang ada penambangan ilegal yang disebut tambang tualan (manual), yang melibatkan oknum warga.

"Namun, jumlahnya tidak besar dan kami bersama aparat melakukan pendekatan persuasif untuk mengatasinya," akunya.

Sebelumnya, sejumlah LSM melakukan unjuk rasa di Polda dan Kejati Kalsel diantaranya menuntut penyelidikan kepada Baramarta atas sejumlah tuduhan. Diantaranya, terkait penyimpangan hasil batubara yang mengakibatkan penurunan PAD, tunggakan royalti 125 miliar rupiah, hingga isu penambang ilegal di lokasi tambang PKP2B Baramarta.

Komentar