Banjar Bisa Bangun Apa Kalau Belanja Langsung Cuma 30 Persen?


MARTAPURA - Postur anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Banjar di 2020 yang terkesan timpang, yakni belanja tak langsung 70 persen dan belanja langsung 30 persen menuai kritik pedas dari pengamat pemerintahan. Kalau belanja langsung cuma 30 persen yang notabene untuk kepentingan pembangunan yang bisa dimanfaatkan masyarakat, maka hal itu kurang bagus.


"Kalau belanja langsung atau pembangunan cuma 30 persen, bisa buat apa," tanya Supiansyah Darham, seorang pengamat pemerintahan kepada pers, baru-baru ini. Menurutnya, pada tahun 2020 jika belanja langsung hanya berkisar 30 persen dari total APBD 2 triliun, maka boleh dikatakan terjadi penurunan belanja pembangunan.

Ia berharap agar terjadi rasionalisasi anggaran, agar belanja tak langsung yang sebagian besar mencakup gaji, tunjangan, kunker dan operasional aparatur tidak menggusur belanja langsung yang pasti sangat dibutuhkan masyarakat manfaatnya.

Mengenai tunjangan daerah bagi para pejabat juga perlu dipangkas, karena tunjangan yang diberikan kala PAD masih bagus di era batubara mencapai masa keemasan boleh-boleh saja. "Manakala PAD turun, semestinya tunjangan daerah bagi pejabat juga dikoreksi," usulnya.

Dikonfirmasi, Sekda Banjar HM Hilman mengaku bahwa jika berpedoman pada anggaran yang sudah dipatok dalam rapat peripurna di DPRD Banjar beberapa waktu lalu, maka total belanja adalah Rp2,095 triliun, terdiri Rp1,306 triliun belanja tak langsung serta Rp789 miliar belanja langsung. "Adapun defisit Rp276 miliar. Ini terjadi sebab ada selisih antara anggaran belanja dan asumsi pendapatan," tukasnya.

Hilman mengakui bahwa defisit sebagian ada disebabkan kenaikan dana hibah ke KPUD Banjar dan Bawaslu. Meski begitu, ia tidak menepis bahwa defisit juga muncul dari angka kegiatan perjalanan dinas. "Kita sudah berkoordinasi dengan SKPD terkait, guna melakukan skala prioritas dan penundaan perjalanan dinas yang dirasa belum urgen. Saya perkirakan ada sekitar 25 sampai 50 persen anggaran perjalanan dinas yang akan dipending," bebernya.

Jika eksekutif sudah mau merasionalisasikan anggarannya, lalu bagaimana dengan DPRD Banjar yang beberapa tahun terakhir jarang sekali tersentuh pengencangan ikat pinggang? DPRD Banjar sudah terkenal boros dalam soal perjalanan dinas. Setiap tahun untuk kunker dipatok angka Rp25 miliar, dan pendamping (untuk staf) Rp4 miliar.

Bahkan, ada kritik setiap komisi-komisi berangkat yang hampir 3 kali sebulan, setiap komisi didampingi 3 sampai 4 orang staf dewan. "Padahal untuk mendampingi komisi cukup satu staf, kenapa harus 3 sampai 4," ujar satu suara.

Sekretaris DPRD Banjar, Dzainuddin mengakui bahwa dari hasil rapat Banggar DPRD Banjar bersama TAPD Pemkab Banjar yang ia ketahui, bahwa untuk APBD 2020 baik pendapatan maupun pengeluaran/belanja angkanya tidak ada perubahan. "Tetapi hanya pembintangan (penundaan) beberapa kegiatan/program untuk mengantisipasi kalau-kalau pendapatan tidak seperti yang diprediksi dalam APBD, utamanya dana bagi hasil, transfer daerah, DAU, dan lain-lainl yang bersumber dari pemerintah pusat," terang Dzainuddin yang baru saja menjabat menggantikan Ibrahim Intan.

Pembintangan/penundaan tersebut berkisar 25 persen untuk keseluruhan kegiatan/program dan akan dikawal oleh pihak eksekutif (TAPD). "Sedangkan program/kegiatan apa yang dibintangi akan dibahas/dibicarakan dalam rapat bersama antara TAPD dan banggar selanjutnya," cetusnya.

Komentar

Advertorial Post