Datu Abdullah (Abdul Ghani) di Danau Sinambak, Barito Timur

Danau Sinambak, Bartim (foto Ilham bin Sabri Noor)

BEBERAPA tahun lalu (2009), pamanda, Anjang Marhan (almarhum) mengisahkan bahwa datu nenek kami sebenarnya seorang berpengetahuan agama yang baik. Anjang Marhan tidak begitu mengetahui siapa nama asli beliau. Hanya saja, para orang tua di Pelantau, Bangkuang, Kecamatan Karau Kuala, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng menyebutnya Datu Abdullah (ada juga menyebut Abdul Ghani).


Datu Abdullah berasal dari Teluk Kelayan, Banjarmasin, Kalsel sekarang. Beliau hidup di zaman penjajahan Belanda, mungkin termasuk juga zaman Jepang.

Dikisahkan, Datu Abdullah sebenarnya bersahabat karib dengan Habib Basirih yang bernama asli Habib Hamid bin Abbas Al Bahasyim, keturunan Rasulullah ke-36 yang wafat tahun 1949. Kini makam beliau ada di Danau Sinambak, termasuk wilayah Kabupaten Barito Timur.

Beliau terpisah dengan Habib Basirih diduga karena menghindari dari kejaran penjajah Belanda yang zaman itu tak segan menghukum penentang penjajahan. Beliau menghindar (hijrah) ke kawasan sekitar Dayu (sekarang termasuk Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Timur, Kalteng).

Menurut riwayat, beliau hidup di hutan, bertani atau berkebun sambil berkhalwat. Tersebutlah seorang Raja Dayu yang bersuku Dayak sedang bersedih hati, karena putri semata wayangnya (sebagian riwayat adik raja), mengidap penyakit misterius. Sang putri mati suri sekian lama, meski belum benar-benar wafat.

Dukun Dayak sudah berupaya mengobati sang putri dengan prosesi adat seperti Balian. Namun, upaya itu tetap saja gagal. Raja Dayu yang hampir putus asa lalu menyebarkan sayembara, bilamana ada yang sanggup menyembuhkan putri kesayangannya, akan dinikahkan dengan sang putri tersebut.

Kemudian, Datu Abdullah dengan niat membantu hanya karena Allah, mencoba mengobati sang putri. Beliau lalu shalat hajat, lalu berdoa kepada Allah agar sudi kiranya menyembuhkan sang putri. Aneh bin ajaib, sang putri tidak berapa lama kemudian bisa siuman dan bangkit dari mati surinya.
Akhirnya sang raja menepati janjinya. Datu Abdullah mau menikahi sang putri, bila sang putri mau masuk Islam. Mungkin karena memang suka, sang putri pun ikhlas masuk Islam. Raja Dayu pun tidak berkeberatan akan hal itu.

Kemudian menikahlah Datu Abdullah dengan sang putri. Dan diberi tanah perwatasan di sekitar Danau Sinambak, yang termasuk wilayah Bartim sekarang. Sayangnya, Anjang Marhan tidak mengetahui nama asli sang putri. Lalu hidup berbahagialah Datu Abdullah dengan putri yang menurut riwayat berparas cantik dan rambutnya maurai mayang itu.

Singkat cerita, Datu Abdullah dan istrinya dikaruniai Allah SWT lima orang anak, berturut-turut, Maijel (mukim di Ketap, Barito Selatan), Asrakal (Bangkuang), Ahmit (Banjarmasin), Emeh (Banjarmasin) dan Idau (Banjarmasin).
Dari kiri, H Leham, Hj Murah, Hj Saemah (istri H Ahmit), H Ahmit, Hj Tarbiyah, H Salit (1974)

Sekadar yang bisa diingat Anjang Marhan, keturunan Datu Abdullah sebenarnya banyak. Hanya saja, yang bisa diingat dan bisa dikumpulkan, antara lain, anak Asrakal, yakni Syamsul, Bahagia, Diang Japang, Mastinah, Tarbiyah, Sata dan Inau.

Kemudian dari Ahmit menurunkan Jaunen, Jalesam, Minah, Anang dan Asari. Selanjutnya, Tarbiyah binti Asrakal menikah dengan H Salit (kakek dan nenek penulis). Dari keduanya, lahir Lamsiah, Darlia Putra, Marhan (narasumber), Maskanah (ibu kandung penulis) dan Maskah.

Nah, dari pernikahan Maskanah dengan Ali Basrah (ayah kandung penulis), lahir Edi Dharma, Dewiyana, Adi Kencana, Adi Permana (penulis), Ashadi Jaya dan Andi Irawan. Sementara dari Jaunen binti Ahmit bin Datu Abdullah, lahir Sabri Noor Herman (pengacara top di Banjarmasin) dan Rita.

Antara Sabri Noor Herman yang pernah sebagai calon walikota Banjarmasin dengan ibunda penulis, Hj Maskanah masih sepupu dua kali, sebab kakek Sabri, H Ahmit saudara kandung dengan kakek ibunda penulis, yakni Asrakal. (adi permana)

Dari kiri Maskah, Anjang Marhan, H Ali Basrah, Hj Maskanah. Bawah dari kiri H Salit, Edi Dharma, Hj Tarbiyah.

Kemudian, anak turunan Datu Abdullah lain masih belum banyak tercatat. Sekadar yang bisa dikumpulkan sebagai berikut:






Sabri Noor Herman

Komentar