Kayu Ulin Dibudidayakan Berkat Samhudi



MARTAPURA – Kerja keras, Samhudi asal Desa Tiwingan Lama Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar membuahkan hasil. Kayu ulin yang sulit dibudidayakan, di tangan Samhudi menjadi bisa. Tak jarang dia meminta rekan kerjanya untuk mundur kalau tidak sejalan dengan pola kerjanya. Namun sifat kerasnya tersebut ternyata membuahkan hasil.


Tanaman kayu ulin (Eusideroxylon Zwageri) yang sulit untuk dibudidayakan pun kini sudah berhasil dikembangkannya. Bersama dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Alimpung, pria 55 tahun ini telah berhasil membibitkan sebanyak 8 ribu tanaman khas Kalimantan ini, di punggung Bukit Alimpung, Desa Tiwingan Lama Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Selain itu juga dia berhasil melakukan pembibitan tanaman durian lokal, jengkol, mahoni dan lainnya.

Kawasan yang semula ditumbuhi semak belukar dan ilalang, kini sudah dipenuhi berbagai jenis tanaman. Total lahan yang direhabilitasi KTH Alimpung seluas 1.740 hektare.  Atas keberhasilannya melakukan pelestarian kawasan hutan tersebut, pada 2018 lalu KTH Alimpung dianugerahi piagam penghargaan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Ditemui di lokasi kerjanya, Samhudi menuturkan niatnya mengembangkan tanaman kayu ulin karena melihat semakin susahnya mendapatkan kayu ulin. Padahal tanaman ini merupakan tanaman khas Kalimantan dan memerlukan waktu lama untuk menumbuhkannya. Masyarakat bisanya hanya menebang untuk memanfaatkan kayunya, namun tidak bisa membudidayakannya.

“Memang tidak gampang untuk membibitkan kayu ulin, karena butuh waktu lama bahkan banyak yang mencoba membibitkannya mengalami kegagalan,” jelas Samhudi, Minggu (6/5/2019). Ia menuturkan bibit ulin yang dikembangkannya berasal dari biji ulin yang dikumpulkannya. Pada Agustus 2018, Samhudi mengumpukan bibit kayu ulin dari hutan di pedalaman Kalimantan Selatan dan berhasil mengumpulkan sebanyak 13.600 biji.

Biji-biji tersebut kemudian disemai, namun tidak semuanya bertunas hanya sekitar 8 ribu yang bertunas. “Saat sekarang 8 ribu ulin yang bertunas sudah kita pindahkan ke polybek dengan tinggi antara 50 hingga 70 cm. Namun sebagian lainnya belum nampak tunasnya, padahal sudah kita semai sejak Agustus 2018,” jelas Samhudi yang bekerja bersama tiga rekannya ini.

Karena itulah menurutnya, masyarakat sering putus asa membibitkan ulin, karena memang untuk menjadikan biji bertunas saja memerlukan waktu hingga tahunan.  Samhudi berniat untuk kembali mengumpulkan biji ulin agar bisa membibitkan sebanyak 30 ribu buah. “Itu tekad saya untuk bisa membibitkan paling tidak 30 ribu tanaman ulin,” ujarnya.

Samhudi meminta bantuan untuk bisa mengenalkan tanaman ulin milik kelompoknya, sehingga bisa ditanam oleh masyarakat. “Saya jual bibit tersebut murah saja, cuma Rp25.000, per batang. Bibit tanaman sudah cukup tinggi antara 50 hingga 70 cm, sehingga sudah cukup kuat untuk dipindahkan ke tanah, Bagi yang berminat, bisa hubungi saya di nomor telepon 0812-2489-5665,” jelasnya.

Komentar