Saran dan Masukan untuk Rancangan APBD Kalsel 2019

Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor, Ketua DPRD Kalsel dan hadirin yang terhormat, kami cukup gembira dengan rencana peningkatan pendapatan APBD 2019 yang senilai Rp6.090.777.701.000 atau meningkat 3,23 % dari pendapatan APBD murni 2018 yang senilai Rp5.899.952.371.644. Kami memandang positif peningkatan pendapatan ini, sebab akan memberi dampak yang bagus bagi keberlangsungan pembangunan daerah kita yang tercinta di tahun 2019. Kiranya tidak berlebihan jika terlebih dahulu kami menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor, beserta aparaturnya yang kami anggap sudah berusaha optimal bekerja demi Bumi Lambung Mangkurat.

Kami melihat memang ada kesungguhan dari instansi terkait yang berhubungan dengan pendapatan daerah untuk benar-benar mengupayakan peningkatan pendapatan, terlihat dari angka PAD kita yang diproyeksi meningkat cukup besar yakni Rp3.567.772.530.000, atau meningkat pesat 5,29 % dari PAD 2018 yang bernilai Rp3.388.565.526.844. Ini berarti untuk kali kedua, PAD Kalsel selalu lebih besar porsinya ketimbang dana perimbangan, di mana di tahun 2019 ini, proyeksi dana perimbangan adalah sebesar Rp2.484.005.171.000. Hal ini merupakan momentum berharga bagi kita semua, ternyata daerah kita, tergolong provinsi yang cukup mandiri. Tengok saja dari 2017 ke tahun di bawahnya, PAD kita masih lebih rendah ketimbang dana perimbangan. Daerah lain, mungkin masih ada saja yang dana perimbangannya masih lebih besar ketimbang PAD-nya. Untuk itu, ini patut kita syukuri bersama atas anugerah Allah SWT. Tak berlebihan kalau prestasi Gubernur Kalsel beserta aparaturnya ini perlu kita apresiasi dan beri aplaus yang tulus. Terima kasih hadirin sekalian.
Terkait upaya peningkatan pendapatan yang dilaksanakan instansi terkait untuk mengoptimalkan pajak daerah baik dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak rokok dan lain-lain perlu dilaksanakan secara baik dengan pendekatan yang logis. Kita ketahui bersama, banyak keluhan dari wajib pajak yang seperti dipersulit, padahal posisinya untuk menunaikan pembayaran pajak sebagai warga negara yang ikut merasa memiliki republik ini. Masih banyak ditemui wajib pajak yang harus jauh-jauh membayar pajak dan bahkan terpaksa menginap beberapa hari hanya karena persyaratan yang belum lengkap. Perlu diskresi lebih berani, lagi bijaksana dari instansi terkait untuk mengatasi persoalan ini, sehingga wajib pajak bisa membayar pajak dengan lebih mudah, tidak memakan waktu dan tenaga.
Contoh kasus, tidak bisa dipungkiri banyak kendaraan bermotor yang dibeli dari dealer yang belum sempat dibaliknamakan. Ini perlu dicatat, pembelian yang dilakukan melalui proses jual beli, bukan hasil tadahan ataupun hasil kriminal. Sayangnya, dalam praktik proses pembayaran pajak, hal ini menjadi kendala yang membuat penerimaan ke kas daerah pun menjadi kurang maksimal. Guna mengatasi kesulitan bagi calon pembayar pajak ini, instansi terkait kami sarankan bisa memberi kebijakan yang patut lagi bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Mungkin caranya hanya dengan melengkapi surat keterangan bahwa kendaraan bermotor tersebut tidak termasuk dalam catatan laporan kehilangan, yang menjadi penanda bahwa kendaraan bermotor yang akan dibayarkan pajaknya itu bukan hasil curian, tadahan atau kriminal. Menurut kami ini langkah sederhana mengatasi kebuntuan para wajib pajak yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan. Tentu instansi terkait mesti memperbaiki sistem administrasi pendataan kendaraan bermotor yang masuk dalam catatan laporan kehilangan.  Gubernur Kalsel, Ketua DPRD Kalsel dan hadirin yang terhormat.
Negara kita termasuk daerah ini tentu sudah banyak menarik manfaat dari pajak rokok. Bandara, pelabuhan maupun fasilitas publik, dan lain-lain bahkan gedung tempat kita bersidang ini, dibangun sebagiannya berasal dari pajak rokok. Cukai dan pajak rokok ini lebih besar prosentasenya ketimbang pajak lainnya, karena bisa sampai 40 persen dari harga rokoknya. Coba hadirin pikirkan, banyak oknum pengusaha nakal yang meski pajak cuma kisaran 10 sampai 12,5 persen harus melarikan dan menyembunyikan hartanya ke luar negeri, sementara para perokok itu dengan ikhlas dan sukacita menikmati rokoknya meski dipajak hingga 40 persen. Namun ironisnya, seperti di bandara, pelabuhan dan tempat lain, area khsusus perokok dibuat seperti kurang manusisawi. Para perokok di area khusus terpaksa berjejal hanya karena area dibikin sempit, padahal ruang yang tersedia masih luas. Perlu kebesaran hati dari pemerintah untuk membuatkan area merokok yang lebih refresentatif, lagi manusiawi. Saran ini bukan karena Bapak Gubernur termasuk perokok, tetapi semata-mata ingin menempatkan para pihak yang ikut berjasa dalam pemenuhan pajak agar bisa lebih nyaman hidup di republik dan daerah ini.
Hadirin yang terhormat, proyeksi belanja APBD 2019 ditotal Rp6.110.777.701.000, terdiri dari belanja tidak langsung Rp3.383.806.405.000 (55,37 %) dan belanja langsung sebesar Rp2.726.971.296.000 (44,63 %). Dari gambaran umum belanja daerah, tampak pos belanja bantuan sosial nol (kosong). Menurut kami tidak semestinya belanja bantuan sosial ini kosong, mengingat pos ini secara harfiah dan aturan memang diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Instansi terkait, perlu mencari terobosan agar pos ini tidak kosong melompong, dan tentu saja programnya juga harus masuk logika dan sejalan dengan upaya kita meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sekadar masukan, di zaman Rasulullah SAW, ada salah seorang sahabat yang secara iseng menanyakan kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa itu sejahtera. Nabi kala itu menjawab bahwa sejahtera itu bila seseorang memiliki istri dan rumah. Kita maklumi bersama, masih banyak penduduk kita yang belum memiliki rumah, dan juga banyak pemuda kita yang masih membujang karena terbentur biaya nikah dan resepsinya. Mungkin ini tergolong baru atau belum ada di daerah lain dan mungkin eksekutif bisa melacak regulasinya yang memungkinkan bagi kita memberikan bantuan sosial berupa bantuan rumah tinggal dan bantuan biaya nikah.
Bagi masyarakat miskin, tentu rumah merupakan barang yang mahal, dan bagi bujangan yang miskin, biaya nikah pun bukan perkara yang ringan. Jika ini bisa kita realisasikan, maka akan semakin banyak masyarakat kita yang bisa kita angkat ke atas dari jurang kemiskinan. Langkah ini mungkin masih belum bisa menyamai negara-negara kaya di Timur Tengah, di mana ketika orang baru lahir pun langsung memperoleh sertifikat apartemen dari kerajaannya. Namun, kalau kita mulai dengan cara sederhana, yakni membantu kepemilikan rumah dan membiayai pernikahan bujangan yang miskin, setidaknya kita mempelopori kebaikan di Pulau Kalimantan. Adapun mengenai teknisnya, bisa dibicarakan lebih lanjut antara lembaga teknis bersama-sama dengan komisi di DPRD Kalsel yang terkait dengan soal kesejahteraan sosial.
Dari informasi yang kami terima, sementara ini akses jalan alternatif untuk memecah kemcetan di jalan negara dari Martapura ke arah Hulu Sungai masih belum bisa dioptimalkan, karena terbentur permasalahan pembebasan lahan, karena diduga ada oknum warga yang masih belum sepakat dengan nilai ganti rugi. Untuk itu, diharapkan kepada SKPD terkait bisa membantu Pemkab Banjar untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Syukur-syukur sebelum Haul Abah Guru Sekumpul terdekat, jalur alternatif atau jalan lingkar dari Pasar Jati Mataraman tembus ke Sungai Ulin Banjarbaru bisa terbuka aksesnya, sehingga menambah kenyamanan para peziarah. Jika memungkinkan, bantuan keuangan atau proyek bisa dialokasikan untuk pembukaan akses jalur alternatif tersebut.
Mengenai belanja langsung senilai Rp2.726.971.296.000, kami harapkan benar-benar bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Hindari pemanfaatan belanja langsung untuk kegiatan yang kurang perlu apalagi tidak berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat luas.
Kemudian, untuk pengerjaan berbagai proyek pembangunan, diharapkan Pemprov Kalsel secara adil dan bijaksana lebih mengedepankan pengusaha dan kontraktor lokal. Menurut pandangan kami, idealnya, keterlibatan pengusaha dan kontraktor lokal dalam pengerjaan proyek-proyek pembangunan yang dibiayai APBD berkisar 70 sampai 80 persen. Keuntungannya, keberdayaan pengusaha lokal tentu berdampak positif bagi penyerapan tenaga kerja lokal. Selain itu, hasil keuntungan pengusaha lokal akan ikut membantu perputaran ekonomi yang sehat di daerah kita ini, sehingga diharapkan semuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Kalsel secara lebih luas.
Di luar sana, kami masih mendengar keluhan-keluhan pengusaha dan kontraktor lokal yang kesulitan memperoleh pekerjaan proyek, sehingga berdampak kurang baik terhadap tenaga kerja lokal yang biasa berkecimpung dalam dunia konstruksi. Alhasil, ini menurunkan pendapatan pengusaha dan tenaga kerja lokal yang berimbas pada melemahnya daya beli dan ekonomi masyarakat kita.
Pada sasaran makro 2019, tampak target pertumbuhan ekonomi ialah 4,03-4,53 persen, masih di bawah target pertumbuhan ekonomi nasional 6,5-5,8 %. Kami memohon penjelasan kenapa target pertumbuhan ekonomi Kalsel dipatok demikian, dan apa saja kendala sehingga belum berani dipatok sesuai target nasional, sehingga permasalahan dan kendala bisa kita carikan solusinya secara bersama-sama.
Mengenai persentase pengangguran yang masih mirip dengan target nasional, sekitar 4,25-4,20 % menurut kami juga tidak bisa dianggap biasa, mengingat pengangguran tanpa ditopang ekonomi keluarga yang memadai, rawan memunculkan masalah sosial seperti meningkatnya angka kriminalitas. Diharap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instansi terkait bisa mencari solusi dan terobosan agar pengangguran di daerah kita bisa ditangani dengan baik. Pemprov Kalsel diharap bisa tampil dalam posisi tawar untuk memaksimalkan penyerapan tenaga kerja lokal ke dalam perusahaan-perusahaan asing atau multinasional yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan atau CPO.
Untuk prestasi WTP pada kinerja keuangan daerah yang diraih  tahun terakhir, jika memungkinkan, ke depan mesti disertai prestasi tidak ada lagi temuan korupsi maupun gratifikasi. Menurut hemat kami, prestasi WTP bukan berarti tdak ada lagi korupsi. Mari sama-sama kita bertekad untuk menjauhi korupsi dan gratifikasi demi “Kalsel Mapan (Mandiri dan Terdepan), Lebih Sejahtera, Berkeadilan, Berkelanjutan, Berdikari, dan Berdaya Saing.”
Sekian dan terima kasih.

Komentar