CIANJUR - Bupati Banjar H Khalilurrahman memimpin acara haul ke-113 Pangeran Hidayatullah yang dilaksanakan di kubah Pangeran Hidayatullah di Cianjur, Jabar, Sabtu (25/11). Acara yang berlangsung sederhana namun khidmat ini dimulai dengan tahlilan dan ditutup dengan doa. "Beliau merupakan sosok pejuang dan pantas mendapat gelar pahlawan nasional karena begitu gigihnya berjuang membebaskan rakyat Banjar dari penjajah Belanda," ujar Gurur Khalil.
Semboyan waja sampai ka puting dari Pangeran Hidayatullah patut dijadikan teladan bagi semua agar betul-betul berjuang sampai batas kemampuan.
Sementara itu, Pangeran Yusuf salah satu zuriat Pangeran Hidayatullah mengatakan bahwa Pangeran Hidayatullah begitu tangguh dalam melawan penjajah Belanda. Akibat itu Belanda dengan licik menahan ibu Hidayatullah, dan akan menggantungnya. "Karena muslihat itu Pangeran Hidayatullah dapat ditangkap dan diasingkan ke Cianjur bersama 70 an anggota keluarga dan pengikut setianya," ungkapnya.
Pangeran Hidayatullah atau Hidayatullah II lahir di Martapura 1822. Pangeran Hidayatullah diangkat langsung oleh Sultan Adam menjadi Sultan Banjar untuk meneruskan pemerintahan kesultanan Banjar menggantikan sang kakek (Sultan Adam).
Hidayatullah menjadi satu-satunya pemimpin rakyat Banjar antara tahun 1859 sampai 1862. Pasca Hindia Belanda memakzulkan abang tirinya Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar versi Belanda pada 25 Juni 1859.
Walau pun menurut surat wasiat Sultan Adam ia ditetapkan sebagai Sultan Banjar penggantinya kelak, tetapi masih banyak rintangan yang menghalanginya, oleh Belanda ia hanya mendapat posisi mangkubumi sejak 9 Oktober 1856.
Langkahnya sebagai pengganti Sultan Adam menjadi lebih terbuka pada pada Februari 1859, Nyai Ratu Komala Sari (permaisuri almarhum Sultan Adam) beserta puteri-puterinya, telah menyerahkan surat kepada Pangeran Hidayat, bahwa Kesultanan Banjar diserahkan kepadanya, sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam.
Sebelumnya Nyai Ratu Komala Sari sempat mengusulkan satu-satunya puteranya yang masih hidup yaitu Pangeran Prabu Anom sebagai pengganti Sultan Adam.
Selanjutnya Pangeran Hidayat mengadakan rapat-rapat untuk menyusun kekuatan dan pada bulan September 1859, Pangeran Hidayatullah II dinobatkan oleh para panglima sebagai Sultan Banjar dan sebagai mangkubumi adalah Pangeran Wira Kasuma, putera Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman dengan Nyai Alima
Pangeran Hidayatullah mewarisi darah biru keraton Banjar (berdarah kasuma alias ningrat murni) dari kedua orangtuanya, karenanya menurut adat keraton sebagai kandidat utama sebagai Sultan Banjar dibandingkan Pangeran Tamjidullah II yang berasal dari isteri selir (Nyai) yang bukan tutus (bangsawan keraton Banjar).
Kandidat yang lain (yang diusulkan permaisuri Sultan Adam) adalah Pangeran Prabu Anom putera almarhum Sultan Adam dengan Nyai Ratu Komalasari, pangeran ini diasingkan Belanda ke Jawa dengan surat yang ditandatangani oleh Sultan Tamjidullah II, sehari setelah pengangkatannya oleh Belanda menjadi Sultan Banjar.
Peristiwa diasingkannya Pangeran Prabu Anom/paman Sultan Hidayatullah dan pengasingan Pangeran Tamjidillah membuat geram Sultan Hidayatullah dan bangsawan lainnya. adi
Komentar