Hikayat Mafia di Negeri Indung

Alkisah, Tawing, seorang pengusaha keturunan ingin membesarkan usahanya di negeri Indung. Ia sudah banyak belajar dari pamannya yang mencari modal usaha dengan membunuh tenaga kerja kirimannya di negeri seberang.
Tentu saja dengan menyuap aparat, kematian tenaga kerja Indung seolah kecelakaan kerja. Si paman dengan licik sudah mengasuransikan si budak, sehingga uang asuransi bisa diklaim sepihak oleh si paman. Bahkan organ yang berharga pun masih lumayan untuk menambah pundi paman Tawing. Maka banyak lah kejadian ketika keluarga di Indung telah mendapati si mayit sudah tak punya ginjal bahkan hati. Usaha ilegal semacam mengimpor aneka candu sudah sering dilakukan Tawing.

Tentu saja supaya aman, sejumlah aparat di negeri Indung pun harus disuap. Tawing sadar, agar usaha haramnya tetap aman, ia harus banyak duit untuk menutup mata dan mulut sejumlah aparat yang rakus.

Ia pun terus meninggikan antena supaya bisa menangkap informasi tentang sesiapa saja orang sakti yang bisa membantu upaya memperkaya dirinya. Bermula dari seorang nenek bernama Fatin dari negeri Indung, tepatnya dari Provinsi Banteng. Ia ahli membuat sesajen agar mega proyek jembatan, jalan dan gedung terlepas dari musibah gangguan alam jin.

Guna mengamankan usaha dan tentu dirinya agar tidak bisa diikat oleh hukum, aparat berhati culas pun diberi subsidi. Mau naik jabatan dengan menyuap, maka uang suapnya dibantu Tawing. Mau dapat posisi basah, Tawing juga siap mendanai.

Bahkan untuk berjaga-jaga, Tawing pun memiliki paspor negeri tetangga Indung. Ini mengantisipasi jika sewaktu-waktu, pagar-pagar penjaga Tawing runtuh kekuasannya, rezim baru hendak mengeksekusinya, maka Tawing sudah siap kabur ke negeri tetangga menggunakan jet pribadinya.

Untuk memuluskan kelanggengan usaha, Tawing sengaja membuka usaha sebagai media money loundring, seolah-olah Tawing memiliki usaha yang legal. Namun, karena keserakahannya, tetap saja bisnis yang seolah legal menyerempet sesuatu yang ilegal.

Tambang misalnya, tak lepas dari cengkeraman Tawing. Ia untuk memperoleh konsesi akan sangat royal menyumpal oknum pejabat. Dengan bagitu, untuk menguasai tanah-tanah milik masyarakat, ia bisa dengan seenaknya merampasnya meski masyarakat tak hendak menyerahkannya. Bahkan, jika tidak bersedia melepaskannya haknya, bisa-bisa nyawa menjadi taruhannya.

Jalan-jalan yang sejatinya adalah milik negara pun bisa dengan mudah digunakan sebagai pemulus armada angkutan tambangnya. Karena memiliki dokumen, hasil ilegal pun bisa dengan mudah dilabeli sebagai legal. Daerah pun seperti tidak berdaya, tinggal kubangan-kubangan raksasa yang tak bisa lagi dicocoktanami.


Komentar