Martapura FC Bisa!!!


Saya, Adi Permana, seorang wartawan yang coba mengkritik, menyumbang saran bahkan pujian buat sebuah klub asal Martapura, yakni Martapura FC.

Secara prestasi untuk sebuah klub yang tergolong baru, berada di papan atas Liga 2 atau sebelumnya Divisi Utama, memang tak bisa dipandang remeh. Dua kali berturut menembus final dan semifinal tentu tidak main-main dari sektor teknis.

Sang pelatih, Frans Sinatra Huwae menurut saya termasuk pelatih yang bagus. Meski tak mutlak sama dengan gaya tiki-taka Barcelona FC racikan Pep Guardiola, namun saya melihat gaya main anak-anak Laskar Sultan Adam sudah cantik dan menghibur.

Namun, penerapan umpan-umpan panjang dari sektor bek sayap atau tengah ke jangkauan striker, menurut saya sebuah perpaduan yang variatif, sehingga wajar saja.kalau klub sekelas Barito Putera yang berlaga di Liga 1 pun tak mudah menang, bahkan kerap juga kalah, hehe.

Tim lain penghuni Liga 2 menurut saya lumrah jika mewaspadai pergerakan pemain maupun gairah klub MFC. Bahkan, tidak menutup kemungkinan MFC akan promosi dan menggeliat di kasta tertinggi persepakbolaan Indonesia.

Sampai ke teknis bermain saya kira hanya tinggal ditanamkan kepada pemain agar tidak cepat merasa puas hanya sekadar menjadi "bangsawan" di Liga 2, sebab mereka harus sadar kalau mereka pun pantas berlaga seperti saudara tuanya Barito Putera.

Oh ya, saya pikir di MFC pun perlu ada motivator juga selain jajaran teknis seperti pelatih dan direktur teknik, sebab kualitas teknik saya pikir sudah rata-rata. Jadi tinggal membina mental, moral dan akhlak pemain saja lagi agar tidak mudah terlena namun terus berusaha untuk meraih yang lebih pantas.
Pengawasan juga mesti diperbagus, karena tak menutup kemungkinan kalau ada pemain yang tergoda untuk hidup layaknya selebritis, menyeruak ke dunia gemerlap malam dan akhirnya tidak disiplin berlatih, maka ini menjadi kontra produktif untuk membangun klub yang tangguh.

Untuk menopang kemajuan sebuah klub, MFC juga semestinya memiliki sekolah dan akademi sepakbola, yang merekrut pemain berbakat mulai usia kadet hingga akhir remaja (U-18), karena jangan sampai klub hanya merogoh kocek dalam-dalam karena kelangkaan pemain lokal. Saat ini memang pemain lokal mendapat tempat, tetapi itu akan habis seiring menuanya usia pemain atau terbeli klub lain.

Ini tentu saja berhubungan dengan finansial. Sejauh ini MFC kesulitan memperoleh sponsor, minimal yang mau mencantumkan brand tunggal di dada kostum. Saya agak heran juga kenapa belum ada perusahaan yang mau  mencantumkan namanya di kostum pemain. Padahal banyak perusahaan besar di Kalsel ini, mulai bank, bidang sawit hingga batubara. 

Saran saya, angkat saja secara ex officcio di level pembina klub entah itu kapolda atau kajati, biar posisi bergaining klub lebih bagus. Masa tidak boleh, lha wong yang ngurus klub kan banyak pegawai juga?
Trus soal kostum, menurut saya MFC harus jeli menyesuaikan dengan karakter urang Banjar yang dikenal lumayan religius. Di Bumi Lambung Mangkurat ini warna kebesaran itu cuma dua, yakni kuning dan hijau. Tak perlu egois dengan tetap pada warna lama, perak dan merah, kalau memang ingin lebih berada dalam hati peminat dan suporter bola lokal. 

Latar belakang kuning dan hijau ini panjang sejarahnya sehingga cukup saja bagi kita mengetahui bahwa yang lumrah menjadi kesukaan urang Banjar adalah warna itu, kalau gak kuning ya hijau.  Berhubung warna kuning sudah dibrandingkan oleh Barito Putera, MFC harus berani mengambil warna hijau. Sehingga warna perak bisa menjadi kostum tandang. Kalau merah, meski terkesan sebagai berani, idiomnya masih kurang disuka kalangan warga yang cukup agamis.

Nama suporter yang berbau "monster" pun kurang menguntungkan bahkan blunder paling konyol, karena nama itu lebih berimej negatif, berlawanan dengan kehendak warga Martapura yang ingin selamat, meski tidak alim sekalipun.

Masih ngeyel dengan nama monster? Yah harus siap saja dengan kenyataan sulitnya mencari anggota baru, yang berimbas pada masih banyaknya kursi kosong tribun yang semestinya mampu memuat 25 ribu suporter.
Dalam hal ini suporter perlu membuat terobosan yang wajar baik merubah nama menjadi lebih baik dan mudah diterima kebanyakan warga Martapuravdan Banjar, juga harus seirama dengan warna kebesaran klub yang saya harapkan hijau. 

Terakhir, soal upaya pempopuleran MFC di kalangan jurnalis atau wartawan. Secara pribadi, saya kurang setuju langkah pengurus klub membuat kerjasama media partner dengan media tertentu. Meski ada nilai nominalnya, namun saya pikir itu kurang menguntungkan bagi klub. Ketika media lain berusaha mengklaim MFC sebagai binaannya, alhasil media lain yang masih banyak tentunya akan terkesan kurang mau tahu dengan MFC, ini tentu saja tidak bagus bagi upaya mempromosikan klub di banyak media. 

Seyogyianya klub tetap membina hubungan yang netral dengan berbagai media massa. Di samping akan lebih bagus untuk membumi dan melangitkan nama Martapura FC, juga menjadi modal berharga bagi klub untuk mendatangkan sponsor yang royal terhadap pembinaan klub. Jangan sampai ketika tembus Liga 1, klub malah belum siap dana untuk membeli pemain asing yang terbilang mahal-mahal.

Intinya, klub harus berani bersikap berada di semua media, tanpa terpaku di media tertentu meski besar. Kalau saya yang jadi petinggi klub, stop media partner, lebih baik jika klub berada di hati tiap media. Salam olahraga. Adi Permana

Komentar