Aset Tersangka Diburu

MARTAPURA - Penyidik Kejari Martapura baru-baru tadi memperpanjang masa penahanan para tersangka dugaan korupsi dana hibah pilkada Banjar 2015 di KPUD Banjar.

"Masa penahanan yang sebelumnya 20 hari telah habis dan kita perpanjang lagi selama 40 hari demi kepentingan penyidikan," ujar Kasi Pidsus Kejari Martapura, Budi Mukhlis, Rabu (11/1).

Penyidik bukannya tanpa alasan memperpanjang masa penahanan. Penyidik masih menyempurnakan rencana dakwaan sehingga siap di persidangan.Selain itu, aparat juga masih mendata serta memburu sejumlah aset tersangka yang diduga hasil dari penyimpangan dana hibah pilkada Banjar.

"Kami sudah mengeluarkan surat untuk kepentingan menelusuri aset-aset para tersangka yang patut diduga dari penyimpangan dana hibah," jelas Budi.

Menurut Budi, jika ditemukan maka aset tersebut akan dijadikan sita jaminan, mengingat kerugian negara berdasar temuan BPKP Kalsel sebesar Rp10 miliar lebih dari total dana hibah sebesar Rp25 miliar.

Sebelum memasuki persidangan, penyidik tidak menampik bila ditemukan tersangka lain selain F (Ketua KPUD), W (bendahara), dan H (KPA). "Jika ditemukan bukti baru, maka bisa saja ada tersangka baru," ujar Budi.

sebelumnya, kepada wartawan, F pernah mengaku diperiksa beberapa jam oleh penyidik. Ada sejumlah materi yang dipertanyakan, seperti apa saja aset atau daftar kekayaan.

"Saya katakan ada rumah di Martapura, mobil, kebun karet di Pematang Danau, Kecamatan Mataraman dan kebun sawit sistem PIR di Cindai Alus," tukasnya.

Hanya saja, lanjutnya, semua dibeli dengan harga yang wajar dan murni dari penghasilan yang legal.

F membantah menyimpangkan dana hibah pilkada. Dikatakan, penyidik juga mempertanyakan alasan addendum nota perjanjian dana hibah (NPDH). "Saya katakan kurang paham karena addendum atas kehendak Pemkab Banjar," kata F.

Selain itu ia ditanyai soal kebenaran tandatangan persetujuan penunjukan H, tersangka lain selaku kuasa pengguna anggaran (KPA). "Saya mengatakan bahwa kami merasa tidak perlu menyetujui hal itu karena KPA sesuai Peraturan KPU melekat pada sekretaris dalam hal ini Gt Ihsan," jelasnya.

Ia membeberkan, tandatangannya itu bisa saja terjadi ketika ia disodori dengan bertumpuk berkas sehingga tak terperhatikan satu surat yang menurutnya tidak perlu ada.

Menurut F, seperti ada oknum di sekretariat yang sengaja  menjebak dirinya. "Saya kaget ditanya tentang dugaan kerugian dari BPKP senilai Rp10 miliar. Kalau sebanyak itu logikanya pilkada tak bisa jalan, karena honor PPK saja sudah Rp16 miliar,  belum sosialisasi, pengadaan kertas suara, distribusi logistik dan lain-lain, sementara dana hibah Rp25 miliar," tutur F.

Menyangkut hal itu, tersangka lain, W, bendahara KPUD Banjar mengatakan bahwa boleh jadi yang dimaksud potensi kerugian oleh BPKP adalah dana sejumlah Rp5 miliar yang akhir tahun 2015 yang dinilai BPKP tidak jelas perinciannya. "Dulu pernah saya tanya ke bersangkutan (Gt Ichsan) soal temuan BPKP itu dan oleh yang bersangkutan dikatakan sudah ditindaklanjuti atau diperbaiki. Nah, kalau ternyata tidak diperbaiki laporannya, maka bisa saja sampai sekarang BPKP menyatakan itu potensi kerugian negara," beber W.

Kejari Martapura menyidik dugaan korupsi dana hibah pilkada, namun masih fokus ke perjalanan para tersangka dan saksi ke Lombok, NTT, April 2016 senilai Rp577 juta.
Para tersangka dikenakan pasal 2 primer dan subsider pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor serta pasal 55 KUHP. adi

Komentar