LP Berbasis Pesantren Pertama di Indonesia Tengah dan Timur


MARTAPURA - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Martapura boleh berbangga karena merupakan Lapas pertama di Indonesia bagian Tengah dan Timur yang berbasis pesantren. Tercatat, Lapas berbasis peantren, kali pertama ada di Cianjur, Jabar. Boleh dikata, sistem ini baru ada di sebagian Jabar dan sebagian Jatim. Peresmian Pesantren At Taubah Lapas Martapura langsung dilakukan oleh Dirjen Lapas Kementerian Hukum dan HAM, I Wayan K Dusak, Selasa (6/12) di Martapura.
"Saya sangat terharu sekaligus bangga, Lapas Martapura memiliki pesantren untuk warga binaannya. Ini pertama yang ada di Kalimantan, bahkan di Indonesia Tengah dan Timur," sebut Dirjen yang seorang mualaf ini seraya disambut tepuk tangan hadirin di Lapas Martapura (Lapas Kelas I Khusus Anak) di Jl Pintu Air, Martapura.

Menurut I Wayan, semestinya, Lapas memiliki pendidikan berbasis pesantren yang diharapkan bisa merubah perilaku para tahanan dan napi, sehingga kelak menjadi orang yang baik dan bisa diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya. "Secara teori, tindak kejahatan hadir karena implikasi kemiskinan, dan kemiskinan lahir dari pendidikan yang rendah. Kemiskinan ini tak sekadar harta saja, tetapi kemiskinan jiwa. Makanya, koruptor bukan karena miskin harta, tetapi jiwanya yang selalu merasa kurang. Maka dari itu, pendidikan agama melalui pesantren di Lapas sangat bagus untuk merubah perilaku warga binaan," cetusnya.

Dirjen Lapas Kemenkum dan HAM pun berharap, langkah yang sudah diambil oleh Lapas Martapura bisa menjadi contoh bagi Lapas lainnya di seluruh Indonesia, sehingga tindak kejahatan pun diharap akan dapat ditekan seminimal mungkin.

Sementara Bupati Banjar H Khalilurrahman mengatakan, usulan Kalapas Martapura, Tri Saptono agar ada pesantren di Lapas Martapura perlu didukung. "Pemerintah daerah akan selalu membantu, bersama MUI Banjar dan Dinsos Banjar, sehingga pesantren ini dapat terus eksis dan bukan tidak mungkin para santri kelak setelah keluar kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berkakhlak mulia. Kita harus berusaha mengetuk hati warga binaan, karena hati lah yang membentuk karakter seseorang, apakah menjadi baik atau tidak," bebernya.

Sementara itu, Kalapas Martapura, Tri Saptono mengatakan, ide mendirikan Pesantren At Taubah Lapas Martapura ialah ketika ia menjadi Kalapas Cianjur, ternyata keberadaan pesantren di Lapas tersebut, mampu menjadikan warga binaan menjadi santri yang baik. "Bahkan, bila ada warga binaan keluar dari Lapas Cianjur, ia pulang ke kampungnya disambut warga laksana datang naik haji. Mereka bisa menjadi imam yang baik, bahkan berceramah pun mampu. Ini sungguh mengharukan dan menggembirakan,"
paparnya berkaca-kaca.

Tri menambahkan, ada sekitar 20 guru agama berkat kerjasama pihaknya dengan Pemkab Banjar dan MUI Banjar. Materi pelajaran meliputi baca tulis Al Qur'an, fiqih dan tauhid. Warga binaan yang mengikuti ada sekitar 1.148 orang, baik dewasa, anak-anak maupun wanita. Sistemnya pun bukan pesantren kilat, tetapi berkesinambungan, hampir setiap hari, bagaikan pesantren reguler. adi

 

Komentar