Terdakwa Mengaku Tak Tahu Ada SHM Lain

MARTAPURA - Sidang lanjutan kasus pemalsuan surat berharga pada objek tanah seluas 11.000 meter persegi di Km 7 Kertak Hanyar menghadirkan terdakwa Muhammad Ifansyah berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Martapura dipimpin ketua majelis hakim, Sari Sudarmi SH, Rabu (13/1) siang.
Majelis hakim menanyakan kenapa terdakwa berani menjual tanah tersebut, dan terdakwa mengaku setelah ditelusurinya atas permintaan sepuluh saudara-saudaranya yang lain, ternyata tanah tersebut masih belum pernah dijual almarhum ayahnya, H Syahrani kepada pihak lain. "Saya sempat tanya pada 2014 lalu, sejumlah orang yang memiliki tanah sekitar yang berbatasan langsung bahwa diantara batas tanah mereka disebutkan juga ada nama ayah kami," ujar terdakwa di depan majelis hakim.

Namun, setelah dikejar pertanyaan kenapa baru saja mengurus SKT pada 2014, sementara ayahnya meninggal 2002 lalu, Muhammad Ifansyah tidak tegas menjawab. Ia hanya beralasan kalau ia sebelumnya, masih sibuk bekerja di Solo, Jawa Tengah. Namun, ketika JPU, Haris SH mempertanyakan apakah betul keterangan saksi, Syahminan dan Sahlan yang juga warga setempat yang sebelumnya pernah bertemu dengan terdakwa dan menginformasikan bahwa tanah tersebut sudah berpindah kepemilikan, terdakwa malah membantahnya. "Saya tidak pernah bertemu mereka di lokasi," bantahnya.

Terdakwa juga mengaku baru tahu kalau di atas lahan itu sudah ada SHM atas nama Mery dan Lukas ketika ia diperiksa oleh penyidik Polda Kalsel 2015 lalu. "Saya juga tahu betul tanah itu milik ayah saya, karena pada tahun 1988 ketika saya masih berusia 20 tahun, ayah saya mengajak saya ke lokasi dan memberitahukan bahwa itu tanah kami," jelasnya.

Sebagaimana diketahui dalam dakwaan JPU, Sandy Rosadi, bahwa Ifansyah didakwa melanggar pasal 263 KUHP sehingga Yoyok mengalami kerugian miliaran rupiah. Terdakwa didakwa melalsukan keterangan sehingga terbit SKT suatu lahan di Jl A Yani Km 7 Kertak Hanyar seluas belasan ribu meter persegi.

Bermodal SKT asli tapi palsu terdakwa menawarkan tanah tersebut kepada korban Yoyok. Yoyok yang tak menyadari tergoda untuk membeli tanah tersebut dengan harga lebih dari Rp20 miliar. Kemudian, oleh korban, dibayar terlebih dahulu sebesar Rp13,5 miliar. Namun, pembayaran tidak tuntas karena korban mulai curiga dengan status lahan. Yakin sudah tertipu, korban pun mengadukan nasibnya ke Polda Kalsel.

Kepada majelis hakim, terdakwa mengatakan bahwa uang sebesar itu telah dibagi-bagi untuk membeli kembali sebagian tanah, juga sebagian dibagikan kepada saudara-saudaranya yang menjadi ahli waris almarhum H Syahrani. Dan terdakwa sendiri kebagian Rp1,5 miliar. Terdakwa menambahkan, uang Rp1,5 miliar ia belikan rumah di Kayu Tangi senilai Rp620 juta, rehab
pagar Rp200 juta, membeli perabotan Rp200 juta, serta sempat jalan-jalan ke luar daerah. Persidangan dilanjutkan pada Kamis (21/1) depan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU. adi

Komentar