Ketua PA Martapura Terkesan Menghindar

 Budiannur dalam sesi wawancara.

MARTAPURA - Budiannur (36), yang mewakili ayahnya, Anang Ariansyah (80) beberapa kali berupaya menemui Ketua Pangadilan Agama (PA) Martapura. Namun, akhir pekan kemarin, kembali sang ketua, Khatim Salman Lc tidak bisa ditemui. Namun, sejumlah saksi mata melihat bahwa Khatim Salman ada pagi itu, namun kemudian keluar kantor.

Entah apakah untuk menghindari pencari keadilan atau kenapa. Hanya saja, menurut pegawai di kantor itu, pimpinan lagi ada kesibukan mengajar di salah satu perguruan tinggi di Martapura.
Alhasil, Budi lagi-lagi hanya diterima Humas PA Martapura, Abdurrahman. Menurut Budi, ia terpaksa bolak-balik Paringin ke Martapura hanya untuk mempertanyakan tindak lanjut dari sebuah keputusan yang berkekuatan hukum tetap, yakni eksekusi atas lahan di Balitan IV Banjarbaru yang telah dimenangkan ayahnya. "Sudah tiga tahun terakhir, sejak ada fatwa dari Mahkamah Agung (MA) bahwa kewenangan mengeksekusi lahan tersebut di tangan PA Martapura namun, kami sepertinya digantung tanpa kejelasan," ucap Budi kepada para wartawan.

Ia menyayangkan lahan milik ayahnya itu sejak ditetapkan sita jaminan pada 2006 telah beberapa kali dimanfaatkan atau dijual oleh oknum termohon, sehingga berpindah ke pihak ketiga. "Saya merasa heran, tanah yang menjadi sita jaminan, koq bisa dengan bebas diperjualbelikan oleh oknum termohon. Lalu di mana keadilan negara, atau di mana tanggung jawab PA Martapura yang semestinya bertanggung jawab menjaga tanah itu agar tidak berpindah tangan selama lahan masih bersengketa," sesal Budi.

Sementara Abdurrahman ditanyakan soal lahan tersebut kepada wartawan menerangkan, kesulitan yang dihadapi pihaknya ialah karena perintah eksekusi dari MA tidak disertai penjelasan amar. Apalagi, lanjutnya, di tanah tersebut sudah ada sejumlah hak, sehingga ia menyarankan Budi dan ayahnya agar menggugat lagi kasus itu ke Pengadilan Negeri (PN) Martapura.

Sementara itu, pengamat hukum, Sirajul Huda menyayangkan PA Martapura seperti melempar tanggung jawab yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. "Masa orang berperkara di PA Martapura disarankan ke PN Martapura. Kalau kasusnya bermula di PA Martapura ya yang mesti eksekusi kan PA Martapura juga. Kenapa mesti ke PN Martapura," tanyanya.

Sirajul menambahkan, PA Martapura semestinya tidak mempersulit orang yang ingin keadilan karena tanahnya dikuasai orang yang bukan memiliki hak atas tanah tersebut. "Saya dengar ketua PA cukup dekat dengan salah satu termohon, ini sangat disayangkan. Bagaimana akan ditegakkan keadilan kalau seperti ini," tandasnya. Ia berharap agar Komisi Yudisial (KY) memeriksa para hakim yang diduga mempersulit penegakan hukum pada kasus tersebut.

Berlarut-larutnya eksekusi putusan MA No. 292K/Ag./1997 tanggal 31 Agustus 1999 atas sebidang tanah milik Anang Ariansyah membuat Ombudsman RI Perwakilan Kalsel meminta klarifikasi Pengadilan Agama Martapura.

Dalam bocoran surat Ombudsman tertanggal 18 Agustus 2015 itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid membeberkan bahwa permintaan klarifikasi itu berkait pengaduan peminta keadilan, Anang Ariansyah (80), warga Desa Palimbangan RT 1 RW 1, Kecamatan Haur Gading, HSU.

Anang mulanya sudah lama memenangkan perkara tanah waris atas lahan satu hektar di Jl Karang Anyar RT 43 RW 1, Kelurahan Loktabat Utara, Banjarbaru. Ia dibantu anaknya, Budiannoor lantas mengajukan permohonan eksekusi ke PA Martapura pada 7 Oktober 2013, mengingat tanah itu masih dikuasai para termohon.

Dari situ, PA Martapura melalui Penetapan No. 121/Pdt.G/1996/PA.Mtp tanggal 4 Novvember 2013 mengabulkan permohonan Anang serta memerintahkan jurusita untuk memanggil termohon untuk diberikan aanmaning. Pada 12 November 2013 PA Martapura memberikan teguran kepada termohon agar dalam waktu delapan hari sejak tanggal 12 itu sudah melaksanakan isi putusan MA No. 292 K/Ag./1997 tanggal 31 Agustus 1997 secara sukarela.

Selanjutnya, para termohon belum juga melaksanakan teguran  PA Martapura sehingga PA Martapura meminta bantuan dari PA Banjarbaru mengingat lokasi tanah sudah dalam wilayah hukum PA Banjarbaru. Namun oleh Hatim Salman Lc selaku Ketua PA Banjarbaru kala itu, permintaan bantuan tidak dilaksanakan. Belakangan, Hatim Salman kini menjadi Ketua PA Martapura, dan Anang serta Budi merasa hak mereka diabaikan, karena eksekusi belum dilaksanakan meski mereka merasa sudah mengantongi landasan hukum yang kuat. adi

Komentar