BANJARBARU - Tentara tidak hanya pandai berperang di medan pertempuran, namun terbukti juga bisa menjadi pelopor di
sejumlah kegiatan, hingga bidang pertanian. Tengok saja, Yonif 623 Sei Ulin, Banjarbaru yang sukses panen jagung,
padi, semangka, cabe dan lain-lain.
Dipimpin Danyonif 623, Mayor Inf Nurrohman, para tentara ini ternyata bisa bekerjasama dengan warga setempat
memanfaatkan sejumlah lahan tidur di sekitar markas yang ternyata hasilnya cukup memuaskan. Lahan tidur
diperkirakan sebanyak 700 hektar, dan baru 100 hektar yang diupayakan dibuka. Dari situ, baru 56 hektar yang
ditanam, panen 26 hektar, dan 30 hektar tidak memperoleh pupuk yang mencukupi.
"Kegiatan ini berdasar perintah pimpinan (Danrem 101/Antasari) agar tentara turut mengawal ketahanan pangan, maka
kita coba berdayakan sejumlah lahan tidur di sekitar markas. Kita juga libatkan warga dengan perjanjian, karena ini
tanah negara," tukas Mayor Inf Nurrohman.
Danyonif 623 yang masih berusia 38 tahun tersebut dengan semangat menerangkan, bibit jagung yang kebanyakan diambil
dari Kediri, Jawa Timur itu, terdiri, Bisi 18, Bima 1, Bima 19, hingga F 1, ternyata menunai hasil. Tanaman jagung
yang diberi pupuk yang cukup, terutama pupuk kandang, mampu menghasilkan jagung sebanyak 6 hingga 8 ton
sehektarnya. "Namun, ada sebagian tanaman jagung yang karena kekurangan pupuk, cuma bisa menghasilkan maksimal 4
ton sehektar. Kita memang terkendala pupuk, tak mengerti juga saya, kenapa petani bisa sulit memperoleh pupuk,"
jelasnya.
Untuk mengatasi sulitnya mencari pupuk, pihaknya bekerjasama dengan Kodim Pelaihari untuk pengadaan pupuk kandang.
"Kita sudah memiliki persediaan 80 truk pupuk kandang, yang kita bikin sendiri," jelasnya.
Hasil panen sudah dipersiapkan disalurkan ke pembeli yang menawar dengan harga tertinggi, yakni untuk jagung basah
2.100 per kilo, dan 3.100 per kilo untuk jagung kering. "Nah, agar ini bernilai lebih, kita sengaja juga menyiapkan
jagung kering," ungkapnya.
Mayor Nurrohman juga mengaku pihaknya menanam bibit padi unggul, seluas 3,5 hektar. Bibit itu terdiri dari
Ciherang, IR 16, dan IR 22. "Masyarakat lokal sayangnya masih suka menanam bibit lokal. Karena memang makannya nasi
dari beras lokal. Lha, nanti kalau warga lokal sudah tanam lima bulan, baru saya tanam juga. Kelak kalau panen,
bareng," tukasnya dengan tertawa.
Komentar