Pejabat Setingkat Asisten Setda Dibidik


MARTAPURA - Lanjutan penyidikan kasus dugaan penyimpangan bantuan dana dari Kementerian Koperasi RI di tubuh koperasi tertentu di Martapura terus memasuki babak pemeriksaan saksi-saksi. Rabu (2/10) kemarin, Syarwansyah, seorang saksi juga dimintai keterangan oleh penyidik Kejari Martapura.

Kasi Pidsus Kejari Martapuera Tri Yulianto SH melalui Budi Mukhlis SH menjelaskan, pihaknya masih memerlukan keterangan saksi-saksi. Sementara pemeriksaan untuk tersangka juga masih belum rampung. Salah satu tersangka, Sar (80) juga masih belum dimintai keterangan, karena yang bersangkutan masih sakit-sakitan. Sementara dua tersangka lain, petinggi koperasi, AKA sudah beberapa waktu lalu, demikian juga Kabid Bina Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Banjar, Ms.

Bahkan, dari perkembangan penyidikan, kemungkinan penyidik juga akan memanggil salah seorang pejabat eselon II setingkat asisten Setda Banjar, karena diduga mengetahui

juga pelaksanaan proyek bantuan dana Kementerian Koperasi tersebut. Menurut Budi, dari keterangan sementara, yang bersangkutan pernah menyarankan agar pelaksana proyek

memberikan beban tebusan lapak kepada PKL, yakni menebus Rp7,5 juta per lapak.

Sebagaimana diketahui, diduga karena berasal dari pusat, dan kurang diawasi pelaksanaannya, bantuan dana dari Kementerian Koperasi RI dijalankan seadanya dan bisa

berpotensi merugikan keuangan negara, ratusan juta rupiah. Salah satu proyek mencurigakan adalah penataan sarana usaha pedagang kaki lima (PKL) Pusat Perbelanjaan

Sekumpul (PPS), Martapura.
 
Dari data yang terhimpun, pada tahun 2012, Kementerian Koperasi meluncurkan bantuan dana untuk lima daerah di Indonesia, termasuk ke salah satu koperasi di Martapura,

Kabupaten Banjar. Salah satu koperasi memperoleh bantuan sebesar Rp375 juta. Nilai ini sama dengan nilai yang diperoleh empat daerah lainnya.
 
Bantuan itu mengucur setelah salah satu koperasi di Martapura difasilitasi Dinas Koperasi dan UKM setempat mengajukan proposal bantuan dana ke Kementerian Koperasi. Di

dalam proposal itu, ada sekitar 50 PKL yang berharap agar ada bantuan untuk membuat lapak secara lebih refresentatif, yakni lantai beton, memakai dinding di

sekelilingnya, atap, plus pintu. Setiap lapak memiliki luas 5 meter persegi.
 
Ternyata jumlah lapak tak sampai 50 unit, dan bangunannya pun tak sesuai, karena cuma berlantai beton tanpa ada dinding apalagi pintu, meski atapnya terbuat dari seng

berangka pipa hollo. Menengok pengerjaan proyek yang tak sesuai dengan isi proposal, diduga kuat kalau nilai dana yang tersedot untuk proyek penataan sarana usaha PKL

ini hanya berkisar Rp100 sampai Rp150 juta saja. Sehingga kuat dugaan separuh dana bantuan disimpangkan secara tidak bertanggung jawab.

Korupsi Gapoktan
Sementara dalam kasus korupsi lainnya, Kejari Banjar menerima penyerahan tahap II berkas beserta tersangka, Kar (44), warga Desa Sei Rangas RT 1/1, Kecamatan Martapura

Barat dari Tipikor Satreskrim Polres Banjar. Kar, diduga terlibat penyimpangan proyek bantuan sosial untuk Gapoktan usaha Baru dari penguatan Lembaga Distribusi Pangan

Masyarakat (LDPM) Badan Ketahanan Pangan Kalsel.

Proyek ini berlangsung 2009 dan 2010, di mana Gapoktan yang dikelola Kar, menerima dana sebesar Rp225 juta. "Hanya saja, dalam pelaksanaannya, yang bersangkutan tidak

bisa menunjukkan bukti-bukti atau tak bisa mempertanggungjawabkan penggunana dana bantuan yang Juknisnya diatur dalam Permentan No 4/Permentan/05.140/1/2009 tentang

Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial untuk Pertanian," jelas Budi Mukhlis.

Kar lantas ditahan sebagai tahanan kejaksaan di Lapas Martapura. "Penyidik sedang menyusun rencana dakwaan sehingga kasus ini segera disidangkan di Pengadilan Tipikor

di Banjarmasin," jelasnya. adi

Komentar