MARTAPURA - Terdakwa Nur Hayati, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada proyek pabrik es
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Aluh Aluh, Kabupaten Banjar oleh majelis hakim Pengadilan
Tipikor Banjarmasin divonis bersalah dengan hukuman satu tahun dua bulan penjara.
Menurut JPU Budi Mukhlis SH MH dan rekannya Farid SH, Rabu (29/5), vonis dijatuhkan majelis
terdiri ketua Yohanes, dan anggota Dana Hanura serta Mardianto pada Selasa (28/5) lalu.
"Kita menyatakan pikir-pikir. Namun poin penting bahwa majelis dalam pertimbangannya
mengabulkan semua argumentasi JPU bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi
dan juga turut serta bersama tersangka lainnya sehingga merugikan keuangan negara," papar
Budi.
Dikatakan, pihak terdakwa melalui penasihat hukumnya, Fahmi Amrusy Dkk setelah vonis
menyatakan pikir-pikir, dan tujuh hari kemudian baru menyatakan apakah akan melakukan upaya
hukum banding atau tidak. Vonis hakim Tipikor masih lebih rendah lima bulan dari tuntutan
JPU yang menuntut agar terdakwa dihukum satu tahun tujuh bulan penjara.
Sementara itu, BR, tersangka dari kontraktor dan juga NE, atasan Nur Hayati di Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar masih menjalani serangkaian pemeriksaan. "Jika
selesai, maka setidaknya kedua berkas baik BR maupun NE akan dilimpahkan ke penuntutan pada
Juni mendatang," tegas Jaksa Farid.
Para tersangka dijerat dengan pasal 2 Jo pasal 18 ayat (2) dan (3) UURI No 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah ke UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55
ayat (1) KUHP.
Kasus ini muncul setelah ada dugaan penyimpangan pembayaran proyek sebesar 100 persen
sementara kondisi proyek di lapangan masih 70 persen. Dalam laporan fiktif, pada 15 Desember
2011 lalu, kontiner barang kelengkapan pabrik es dan bengkel datang di Pelabuhan Trisakti.
Faktanya, sebagaimana berita acara serah terima kontiner, pada 15 Desember 2011 itu,
kontiner telah tiba di Aluh-Aluh, Kecamatan Aluh-Aluh. Bahkan, selain kontiner yang tiba
tanggal itu di Trisakti, sebagian barang ada lagi datang ke Trisakti setelah tanggal
tersebut.
Penyimpangan proyek di 2011 ini, terutama pada pembuatan pabrik dan pengadaan peralatan
pendukungnya sejumlah 51 item, meski ada juga pembuatan jalan lingkungan seputar pabrik.
Proyek dikalkulasi hanya selesai sekitar 40 hingga 50 persen saja, namun keuangan proyek
yang dikucurkan ke kontraktor diduga mencapai 70 persen lebih.
Nur Hayati mengakui kalau ia jarang melihat langsung pengerjaan proyek di lapangan. Ia hanya
sering terlibat komunikasi via telepon dengan seseorang berinisial RN yang mengaku staf dari
kontraktor berinisial BR. Dalam perkembangan di pengadilan, Nur Hayati membayar pekerjaan
setelah ada perintah dari NE.
Sebelumnya, setelah cukup lama buron, BR, warga Bati-Bati, Tala yang menjadi kontraktor
dalam proyek pengadaan mesin balok es dan pengerjaan bengkel PPI di Kecamatan Aluh-Aluh
akhirnya tertangkap juga oleh tim monitoring bentukan Kejagung, Kejati Kalsel dan Kejari
Martapura dibantu Polda Kalsel dan Polres Tala di sebuah terminal Kota Pelaihari, Tala,
Senin (29/4) siang sekitar pukul 12.00 Wita. adi
Komentar