Ilustrasi
MARTAPURA - Sektor perkebunan di Kalimantan Selatan memang sangat prospektif, baik itu sawit, karet dan lain-lain, mengingat
pemasaran produk dari sektor ini masih terbuka lebar dan menjanjikan bagi pengusaha perkebunan maupun petani. Namun, apa
jadinya jika sektor ini justru hanya memunculkan kaum kapitalis, sementara kaum petani menjadi terpinggirkan.
Selasa (25/12), Ketua LSM Lembaga Kajian Pengawasan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (LKP3M), Irwansyah
kepada Mata Banua di Martapura menyampaikan keprihatinannya dengan semakin maraknya sektor perkebunan namun justru semakin
memarjinalkan kaum petani di daerah Kalsel.
"Saya melihatnya hampir di seluruh Kalsel, terjadi perkembangan yang mengarah pada terpinggirnya para petani untuk
berperan di tanahnya sendiri. Di mana-mana terjadi ketidakpuasan kaum petani, mulai Tanjung sampai ke kawasan selatan Kalsel,
seperti Tanah Laut bahkan ke Tanah Bumbu," ungkapnya sedih.
"Kami sampaikan perundang-undangan yang mewajibkan perkebunan besar untuk membangun kemitraan dengan menyisihkan 20
persen sahamnya untuk kemitraan masyarakat dengan pola KKPA (Inti-Plasma)," tegasnya seraya memperlihatkan bunyi
undang-undang yang mengatur sektor perkebunan tersebut.
Salah satu perkebunan besar di Kalsel dengan luasan 71.955 Ha, berdasarkan HGU No 01, diterbitkan oleh BPN Kotabaru
tahun 1997 adalah PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK) yang terletak di Desa Sekapuk,Setarap, Setarap, Jombang, Sungai Danau.
Sampai saat ini tidak pernah melibatkan masyarakat setempat dalam plasma sawit.
"Bahkan ada indikasi sangat kuat bahwa pihak perkebunan PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK), telah dengan sengaja
melakukan overlaping dalam luasan wilayah perkebunan dengan mengambil lahan - lahan garapan masyarakat sejak tahun 1995-1997,
yakni awal-awal adanya transmigrasi pemerintah di Sekapuk, Jombang, Setarap dan Sungai Danau," tambahnya.
Bahkan, lanjut aktivis ini, saat situasi wilayah perkebunan PT GMK sangat berpotensi menimbulkan gejolak kerawan
sosial. Terbukti banyak lahan PT GMK ditambang secara ilegal oleh kelompok masyarakat yang merasa memiliki tanahnya,
khususnya pada area blok penanaman tahun 1996/1997.
Menurut Irwan, dengan adanya opini publik berdasarkan kasus riil (nyata) yang terjadi saat ini Kalsel, maka
diharapkan dapat memberikan masukan kepada DPRD Kalsel khususnya komisi yang membidangi Perkebunan dengan segera untuk segera
merealisaikan Perda tentang Perkebunan, sebagai aplikasi pelaksanaan teknis dari perundang Undangan dan peraturan perintah
yang telah ada yang berkaitan dengan perkebunan.
Ia berharap, DPRD Kalsel bisa mencegah munculnya kapitalisme dalam sektor perkebunan, sehingga kesejahteraan kaum
petani bisa lebih ditingkatkan dan berujung pada kesejahteraan warga Kalsel. "Kalau ini dinafikan, saya khawatir akan terjadi
gejolak yang berujung pada kerusuhan sosial," ingatnya. adi
MARTAPURA - Sektor perkebunan di Kalimantan Selatan memang sangat prospektif, baik itu sawit, karet dan lain-lain, mengingat
pemasaran produk dari sektor ini masih terbuka lebar dan menjanjikan bagi pengusaha perkebunan maupun petani. Namun, apa
jadinya jika sektor ini justru hanya memunculkan kaum kapitalis, sementara kaum petani menjadi terpinggirkan.
Selasa (25/12), Ketua LSM Lembaga Kajian Pengawasan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (LKP3M), Irwansyah
kepada Mata Banua di Martapura menyampaikan keprihatinannya dengan semakin maraknya sektor perkebunan namun justru semakin
memarjinalkan kaum petani di daerah Kalsel.
"Saya melihatnya hampir di seluruh Kalsel, terjadi perkembangan yang mengarah pada terpinggirnya para petani untuk
berperan di tanahnya sendiri. Di mana-mana terjadi ketidakpuasan kaum petani, mulai Tanjung sampai ke kawasan selatan Kalsel,
seperti Tanah Laut bahkan ke Tanah Bumbu," ungkapnya sedih.
"Kami sampaikan perundang-undangan yang mewajibkan perkebunan besar untuk membangun kemitraan dengan menyisihkan 20
persen sahamnya untuk kemitraan masyarakat dengan pola KKPA (Inti-Plasma)," tegasnya seraya memperlihatkan bunyi
undang-undang yang mengatur sektor perkebunan tersebut.
Salah satu perkebunan besar di Kalsel dengan luasan 71.955 Ha, berdasarkan HGU No 01, diterbitkan oleh BPN Kotabaru
tahun 1997 adalah PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK) yang terletak di Desa Sekapuk,Setarap, Setarap, Jombang, Sungai Danau.
Sampai saat ini tidak pernah melibatkan masyarakat setempat dalam plasma sawit.
"Bahkan ada indikasi sangat kuat bahwa pihak perkebunan PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK), telah dengan sengaja
melakukan overlaping dalam luasan wilayah perkebunan dengan mengambil lahan - lahan garapan masyarakat sejak tahun 1995-1997,
yakni awal-awal adanya transmigrasi pemerintah di Sekapuk, Jombang, Setarap dan Sungai Danau," tambahnya.
Bahkan, lanjut aktivis ini, saat situasi wilayah perkebunan PT GMK sangat berpotensi menimbulkan gejolak kerawan
sosial. Terbukti banyak lahan PT GMK ditambang secara ilegal oleh kelompok masyarakat yang merasa memiliki tanahnya,
khususnya pada area blok penanaman tahun 1996/1997.
Menurut Irwan, dengan adanya opini publik berdasarkan kasus riil (nyata) yang terjadi saat ini Kalsel, maka
diharapkan dapat memberikan masukan kepada DPRD Kalsel khususnya komisi yang membidangi Perkebunan dengan segera untuk segera
merealisaikan Perda tentang Perkebunan, sebagai aplikasi pelaksanaan teknis dari perundang Undangan dan peraturan perintah
yang telah ada yang berkaitan dengan perkebunan.
Ia berharap, DPRD Kalsel bisa mencegah munculnya kapitalisme dalam sektor perkebunan, sehingga kesejahteraan kaum
petani bisa lebih ditingkatkan dan berujung pada kesejahteraan warga Kalsel. "Kalau ini dinafikan, saya khawatir akan terjadi
gejolak yang berujung pada kerusuhan sosial," ingatnya. adi
Komentar