Buruh Proyek Jadi Tersangka Korupsi?


MARTAPURA - Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) se-Kalsel merasa masygul karena dalam penindakan perkara korupsi, aparat hukum justru mengarahkan pasal UU No 20/2001

tentang Tipikor kepada kepala buruh bangunan. Justru pejabat pembuat komitmen dan direktur perusahaan kontraktor terlepas dari jeratan hukum. Supiansyah, anggota Forum LSM se-

Kalsel menyesalkan hal tersebut dalam keterangan pers kepada wartawan, Selasa (31/10).
    "Kejadian ini terjadi pada penanganan kasus korupsi di Kejari Tanjung, di mana, Gunadi (44) yang notabene sebagai kepala buruh yang disuruh bekerja oleh PPK di Kantor

Pengolahan Data Elektronik (KPDE) Tabalong mengerjakan dua tower di Tanjung justru dijadikan tersangka korupsi. Kalau begini, bisa saja nanti para buruh yang mengambil upah pada

proyek bermasalah jadi tersangka. Bukankah yang mestinya bertanggung jawab adalah PPK dan kontraktor," tanyanya.
    Kasus dugaan korupsi ini ditangani oleh Jaksa Muhammad Zulfan berdasar Sprint Kajari Tanjung No: Print.02/Q.3.16/Fd.1/08/2012 tanggal 27 Agustus 2012. Supiansyah yang

mendampingi istri Gunadi, Ny Ida Kesuma Wardhani demi mencari keadilan menuturkan, kejadian bermula sekitar tahun 2007, KPDE Tabalong mempunyai proyek pengadaan alat studio

dan komunikasi Pemkab Tabalong di KPDE Tabalong, Tanjung. Proyek dianggarkan sekitar Rp700 juta.
    PPK pada KPDE yakni Taufik Rahman, lanjut Supiansyah, secara administrasi memberikan perintah kerja kepada CV Aura Putri pimpinan Muhammad Ikhsan Inegra sebagai

pemenang lelang. Diduga, Taufik memakai ingin mengeruk keuntungan dari proyek itu dengan menjalankan proyek tersebut dengan cara memerintahkan Gunadi untuk membangun dua

tower tersebut dengan janji upah Rp71.948.300. Diduga, pembelian bahan bangunan tower dilakukan oleh Taufik. Administrasi proyek dijalankan secara ilegal, karena tandatangan

kontraktor, yakni Direktur CV Aura Putri dipalsukan oleh Taufik. Kasus pemalsuan tandatangan kontraktor oleh Taufik sendiri pernah berjalan di Pengadilan Negeri Tanjung.
    Ditambahkan Supiansyah, antara CV Aura Putri pimpinan Ikhsan tak ada sangkut-pautnya dengan Gunadi. Gunadi justru banyak diperintah oleh Taufik. "Istilahnya proyek dua

tower senilai Rp700 juta ini dijalankan sendiri oleh pejabat di KPDE, sedangkan CV Aura Putri cuma sebagai kamuflase alias formalitas belaka," tandasnya.
    Pada 16 Juli 2007, lanjutnya, Taufik memanfaatkan rekening milik Gunadi yang tidak begitu aktif. Dana termin proyek masuk ke rekening Gunadi di BPD Cabang Tanjung senilai

Rp226.500.000. Gunadi lalu diminta Taufik untuk mengambil uang tersebut. Lantas uang diambil Gunadi senilai Rp202 juta, namun semuanya diserahkan ke Taufik, cuma Rp15 juta yang

dikembalikan ke Gunadi sebagai uang muka upah mengerjakan proyek dua tower itu.
    Seiring waktu, Gunadi, warga Jl Penghulu Rasyid RT 009 Kelurahan Tanjung, Kecamatan Tanjung, Tabalong, mengerjakan proyek tersebut dengan sistem upah dari Taufik, hingga

total Gunadi menerima upah senilai Rp71 juta.
    "Entah mengapa, ketika proyek ini bermasalah, justru Kejari Tanjung hanya menjadikan Gunadi sebagai tersangka, sementara pejabat KPDE, Taufik justru lepas dari jeratan

hukum. "Taufik justru terhukum di PN Tanjung karena soal pemalsuan tandatangan milik Ikhsan dari CV Aura Putri, bukan dikenakan pasal Tipikor. Ini aneh, seolah-olah ada upaya

mengorbankan Gunadi. Relevansi pasal korupsi tidak tepat menurut kami, karena Gunadi hanya kepala buruh yang mengambil upah atas suruhan Taufik. Antara Gunadi dengan Taufik tak

ada perjanjian formal sebagaimana ketentuan administrasi pada proyek yang dibiayai negara atau daerah. Kalaupun jaksa mau membawa kasus ini ke ranah korupsi, seret dahulu pejabat

KPDE, yakni Taufik serta Ikhsan sebagai kontraktor," tegasnya. adi

Komentar