BANJARBARU - Ketua LSM Gerindo, Syamsul Daulah telah mengadukan dugaan korupsi pada PLN Kalselteng ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PLN Kalselteng sendiri dalam
beberapa hari terakhir telah melakukan pemadaman yang membabibuta sehingga jelas telah merugikan kepentingan masyarakat yang sangat luas.
Dugaan korupsi tersebut antara lain pembangunan pembangkit listrik Tenaga Uap (PLTU) tahun 1999 lalu di Asam Asam, Kabupaten Tanah Laut. PLTU berbahan bakar
batubara untuk menopang pasokan listrik di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, dituding telah terjadi mark up hingga triliunan rupiah. Tindakan praktik
mark up ini telah merugikan keuangana negara.
Ketua LSM Pengurus Daerah Gerakan Reformasi Indonesia (Gerindo) Kalsel Syamsul Daulah, Senin (15/10) menyebutkan, berdasarkan hasil investigasi pihaknya, telah
terjadi penyimpangan berupa mark up harga dalam proyek pembangunan PLTU.
"Penyimpangan dimaksud terjadi pada pembangunan dua pembangkit PLTU Asam-asam, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel pada 1999 lalu. Pembangkit berkapasitas 2x65 MW dan
menjadi pemasok listrik utama di Kalsel dan Kalteng ini dibangun dengan biaya mencapai Rp1,8 triliun. Ada tiga item yang di-mark up, yaitu biaya pembangunan PLTU,
pembelian bahan bakar batu bara dan biaya produksi listrik.
Sebagai perbandingan, di PLTU Pangkalansusu, Kabupaten Langkat, Sumut, dengan tenaga listrik PLTU sebesar 2.220 MW hanya menelan dana Rp3,5 triliun dan itu
terjadi pada tahun 2012 ini. Pihaknya membandingkan biaya pembangunan PLTU yang dibangun swasta PLTU Tanjung Jati A pada 1999 lalu, di Jawa Tengah. PLTU yang dibangun
perusahaan PT Sumitomo ini, mempunyai spesifikasi mesin bermerk sama dengan PLTU Asam-Asam tetapi dengan kapasitas produksi listrik mencapai 2x660 MW. Biaya
pembangunan PLTU Tanjung Jati A ini hanya Rp1,05 triliun.
Demikian juga dengan pembangunan PLTU Muray di Sulawesi Utara pada 1999, dengan kapasitas 2x55 MW hanya menyedot anggaran Rp130 Miliar. "Di sini terlihat jelas
biaya pembangunan di luar kewajaran dan terjadi mark up besar-besaran. Menurut perhitungan kami, biaya riil pembangunan PLTU Asam-asam ini hanya berkisar Rp800
miliar," ucapnya.
Gerindo juga menemukan adanya dugaan mark up harga pembelian batubara oleh PLN, dimana harga pasaran batubara tanpa spesifikasi saat itu maksimal hanya
Rp300.000 per ton, tetapi dibeli PLN dengan harga Rp380.000 per ton. Tidak sampai di situ, praktik dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan pembangkit yang diduga
terjadi di banyak daerah ini, terjadi pada biaya produksi listrik.
Selama ini PLN selalu mengklaim merugi, padahal biaya produksi listrik tercatat hanya Rp408 per KWH, sedangkan harga jual listrik kepada masyarakat mencapai
Rp700 per KWH. "Logikanya PLN itu untung, tetapi selalu mengklaim merugi. Ini merupakan bentuk penyimpangan dan kebohongan publik," tambahnya. Karena itu, Gerindo
melaporkan kasus dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan PLTU Asam-Asam ini kepada BPK dan KPK untuk diusut tuntas. adi
Komentar