i rindu kepada
Fauzan. "Alangkah indah saat ini jika bisa bertemu Fauzan," kata ana dlm
hati. Ajaib, baru saja kaki hendak melewati gerbang, Fauzan juga hendak
lewat namun dari arah dalam. Kami sama2 kaget, "Subhanallah." Kami pun
berpelukan tepat di bawah gerbang. Kata ana kpd Fauzan bahwa ana baru
saja memikirkannya, dan ternyata ia pun mengakui hal yg sama. Kami
berdua lantas sepakat mencari tempat menghampar sajadah. Ana tanya
kepada Fauzan apakah ia bersama Mujahidin. Ia menjawab bahwa ia tdk
bersama Mujahidin, krn berangkat sendiri. "Seandainya ada Mujahidin
tentu lengkap kita ini," kata ana seraya dibenarkan Fauzan. Ajaib, di
tengah kami sibuk mencari tempat, tiba2 suatu suara yang tak asing
setengah berteriak memanggil sambil melambai-lambai tangan. "Woii
dangsanak, di sini masih kosong." Subhanallah, ternyata Mujaidin salah
satu sahabat kami memangil-manggil kami dengan wajah gembira, sambil
memberi kode kalau di sampingnya masih kosong, seputar halaman samping
mushalla yg berhadapan dengan rumah Tuan Guru. Jadilah kami bertiga
berkumpul, dan shalat kemudian mendengarkan tausiyah Tuan Guru
Sekumpul...
Komentar