Yusril Tertawakan Pendapat Ketua Muda Pidsus MA


JAKARTA - Pernyataan Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, juga Juru Bicara MA, Jumat (18/5) di Jakarta lalu,

mengenai putusaan hakim yang tanpa disertai perintah penahanan sebenarnya sudah jamak, dan sah untuk dieksekusi mendapat

tanggapan dari pakar hukum, Yusril Ihza Mahendra.
    Bahkan, Yusril menertawakan pendapat Djoko tersebut ketika dimintai pendapatnya oleh sejumlah wartawan ibukota.

"Hahahahaha…, siapapun penegak hukumnya, tidak perlu menafsirkan kemana-mana, cukup mengacu pada KUHAP pasal 197 ayat 1

dan 2, karena isinya sudah sangat-sangat jelas dan tegas mengatur putusan yang batal demi hukum. Sebagai penegak hukum yang

baik, ikutilah aturan undang-undang tersebut,” katanya.
    Ia mengatakan bahwa yang namanya putusan batal demi hukum, adalah putusan yang sejak semula dianggap tidak ada dan

tidak pernah ada, jadi putusan itu tidak mempunyai kekuatan untuk dieksekusi. “Begini uraiannya, misalnya di tingkat pengadilan

negeri terdakwa dinyatakan bebas murni, kemudian tahap selanjutnya muncul kasasi dari JPU yang padahal tidak diperbolehkan

(melanggar pasal 244 KUHAP), namun ujung-ujungnya MA menghukum. Namun dalam menghukum terdakwa yang bebas murni tadi,

lagi-lagi muncul putusan yang tidak menyebutkan syarat formal pemidanaan atau tidak memenuhi pasal 197 ayat 1 huruf k, yang

otomatis tidak bisa dieksekusi. Normalnya, putusan yang dikeluarkan MA semestinya mengeluarkan perintah, kalau di dalam tahanan

tetap menetapkan terdakwa di tahanan, kalau bebas ya harus dilaksanakan eksekusi bebasnya,” ujarnya.
    Lalu bagaimana jika ada oknum-oknum baik di tingkat  Kejaksaan Agung maupun di Kejaksaan Tinggi tetap berupaya

memaksakan kehendak mengeksekusi seperti yang saat ini dihadapi Direktur PT Satui Bara Tama H Parlin Riduansyah. “Wah ini lebih

fatal, jaksa yang bersangkutan merampas kemerdekaan orang lain dan bisa dikenakan pasal 333 KUHP yang berbunyi, barang siapa

dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian,

diancam dengan pidana penjara 8 tahun. Begitu juga dengan Jaksa  Agungnya, yang tahu tapi pura-pura tidak tahu soal pasal 197 ayat

1 huruf k KUHAP, maka Jaksa Agung juga dijerat dengan pasal-pasal 333 jo pasal 55 ayat satu kesatu KUHP, artinya Jakgung bersama-

sama melakukan atau turut serta dengan JPU melaksanakan eksekusi putusan batal demi hukum. Yang lebih pokok lagi, mereka

dipastikan melanggar HAM,” bebernya.
    “Kalau memang banyak ‘korban-korban’ yang sudah bebas murni namun ‘diposisikan’ seperti ini, segera menghadap ke saya,

biar saya langsung yang melaporkan ke kepolisian agar Jaksa Agungnya segera ditangkap dan dipenjara, karena ancaman hukuman

pasal 333 KUHP di atas 5 tahun penjara, dan siapapun penegak hukumnya, pasti bisa dipenjara,” tegasnya.
    Memang, sebelumnya di beberapa media, Jaksa Agung Basrief Arief sempat melontarkan kalau pihaknya mengikuti saja aturan

yang tertuang dalam pasal 197 KUHAP. Namun belakangan beredar isu kalau Jakgung mulai plin-plan, dan kembali melakukan upaya

eksekusi yang diduga atas ‘bisikan’ seseorang. Menurut Yusril, Jakgung jangan sampai salah langkah. “KUHAP adalah sebuah hukum

acara pidana yang diatur undang-undang khusus tak terkecuali pasal 197 ayat 1 dan 2 KUHAP, jadi jaksa maupun hakim tidak bisa

menafsirkan apa-apa lagi, karena sudah wajib hukumnya melaksanakan undang-undang yang sifatnya mutlak,” cetusnya.       

Senada, Ketua Komisi III DPR, Benny K  Harman menyayangkan stetmen Djoko Sarwoko dari MA itu. Menurutnya, itu sebagai bukti kalau

aparat hukum masih juga menabrak norma hukum yang sudah disepakati dalam KUHAP. metrotvnews/adi

Komentar