Putusan Cacat Hukum Berarti Kebatalan Bersifat Mutlak


BANJARMASIN - Bulan April 2012 silam, genap empat tahun sudah H Fikri Chairman SH MSi dari Kantor Advocates & Legal Consultan Fikri

Chairman & Rekan,  menjadi pengacara Dirut PT Satui Bara Tama H Parlin Riduansyah dari sederet dugaan ‘serbuan kezaliman hukum’

yang disinyalir atas pesanan ‘seseorang’, pasca pembacaan putusan bebas murni di Pengadilan Negeri Banjarmasin April 2008 silam.
    Namun Tuhan tampaknya mulai berpihak pada mereka yang diduga terzalimi, tak terkecuali Parlin sendiri. Putusan demi

putusan yang bertujuan untuk ‘mementahkan’ putusan bebas murni PN Banjarmasin, selalu saja disertai kejanggalan demi kejanggalan

hingga akhirnya tidak pernah memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Salah satunya yang paling kontroversial, putusan di tingkat

kasasi jaksa (hal ini juga melanggar pasal 244 KUHAP,red) di Mahkamah Agung No 1444K/Pid Sus/2010 tertanggal 8 Oktober 2010,

ternyata batal demi hukum karena tidak bisa memenuhi syarat formal pemidanaan seperti yang tercantum pada pasal 197 ayat 1 huruf k

KUHAP, yang bisa dipastikan dalam ayat 2 tidak bisa dieksekusi.
    Fikri yang kini bakal menyabet kandidat Doktor Hukum di salah satu perguruan tinggi di Surabaya ini melayani pertanyaan

seputar kejanggalan demi kejanggalan perkara yang membelit kliennya tersebut.
    Menurutnya, Tuhan selalu melindungi kliennya dari apapun bentuk dugaan kezaliman itu. Perkembangan terakhir yang saat ini

masih hangat diberitakan dari lokal hingga tingkat nasional, media cetak maupun elektronik, adalah putusan di tingkat kasasi jaksa yang

dikeluarkan MA batal demi hukum karena tidak bisa memenuhi syarat formal pemidanaan seperti yang tercantum pada pasal 197 ayat 1

huruf k KUHAP, yang bisa dipastikan dalam ayat 2 tidak bisa dieksekusi lantaran tidak terpenuhi pada ayat 1. "Ini sudah sangat jelas,

sifatnya sudah akhir dan final, dan tidak bisa ditafsirkan lagi," ungkapnya.
    Dikatakannya, yang menyatakan batal demi hukum adalah undang-undang sendiri yang tertuang dalam pasal 197 ayat 2 yang

menerangkan bhawa tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf k, pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Sifat dan

tingkat “kebatalan” (nietigheid/nulliteit, voidness/nullity) huruf k adalah batal demi hukum (van rechtswege nietig, legally null and

void/void ipso jure) atau dalam bahasa lain kebatalan ex nunc. Sehingga kualitas kebatalannya merupakan “kebatalan yang bersifat

absolut/mutlak atau kebatalan hakiki”.
    Menurutnya lagi, putusan PK No 157 PK/Pid Sus/2011 tanggal 16 September 2011 yang menolak permohonan PK terdakwa H

Parlin Riduansyah, sama sekali “tidak mempengaruhi” atau “tidak merobah” kebatalan demi hukum putusan kasasi No 1444K/Pid

Sus/2010 menjadi putusan pemidanaan yang sah menurut hukum. Dan putusan PK itu sama sekali “tidak meluruskan” dan “tidak

mengkoreksi” kesalahan pelanggaran hukum yang melekat pada putusan kasasi tadi. Dalam teknis yustisial mengandung makna yuridis

bahwa putusan PK tersebut membenarkan sepenuhnya kekeliruan dan kebatalan yang melekat dalam putusan kasasi sebelumnya.
    Jika peradilan PK meluruskan dan mengkoreksi, semestinya MA menerima/mengabulkan permohonan terdakwa Parlin,

selanjutnya putusan PK No 157 “membatalkan” putusan kasasi  No 1444. Bersamaan dengan itu, putusan PK “mengadili sendiri” dengan

amar, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, menghukum, membayar denda,

memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Tapi faktanya, PK terdakwa ditolak oleh peradilan PK, dan tidak mengkoreksi dan tidak

meluruskan kesalahan yang melekat pada putusan kasasi No 1444 tersebut.
    "Dipaksakan atau tidak, kita tetap menunggu bagaimana perkembangannya. Mungkin bisa anda baca di sini pada pasal 266 ayat

1, seumpama tetap memaksakan diri melakukan eksekusi atas dasar PK terdakwa ditolak, tidak tepat dijadikan dasar eksekusi itu sendiri.

Di dalam pasal 266 ayat 2, sesuai dengan kondisi yang ada, PK terdakwa sudah jelas-jelas diterima dan diperiksa, administrasinya lengkap

dan hasilnya telah disimpulkan dalam amar putusan. Jadi saat ini kita tetap siap menghadapi perkembangan terbaru, dan insyallah

Tuhan tidak tidur," tutup Fikri. adi 

Komentar