Kejanggalan Penanganan Kasus H Isam Dkk Kental

MARTAPURA - Pengacara Lilik Dwi Purwaningsih, yakni Petrus Manampiring mengaku tak akan menyerah dengan kejanggalan-kejanggalan penanganan kasus H Isam Dkk.

Menurutnya, meskipun awalnya bagaimana penanganan kasus tersebut sudah terbaca, yakni penyidik menghentikan sementara dengan alasan kurangnya bukti, namun pihaknya tak

akan putus asa.
"Mudah-mudahan dengan turunnya tim gabungan Mabes Polri pimpinan Brigjen Pol Ronnie Somfi, penanganan kasus ini kembali dibuka dan kita bisa melihat bagaimana

keadilan itu ditegakkan," harapnya.
Sementara diakui wartawan senior yang ikut mengadvokasi Lilik, Gusti Suriansyah, pihaknya ada melihat kejanggalan penanganan kasus ini. "Beberapa waktu lalu

ketika diadakan peninjauan ke lokasi kejadian, tim mencari tahu sejumlah saksi mata saat kejadian 9 Februari 2004 lalu, ketika Hadriansyah, guru SD Sarigadung dihabisi

selepas mendemo armada milik H Isam yang melalui jalan dekat SD. Saya katakan ada salah satu saksi, yakni Idar. Nah, anehnya, ketika itu ada oknum pejabat di Polda

Kalsel yang memanasi Idar dengan menunjuk saya bahwa akibat saya lah, semua menjadi ikut susah. Alhasil, Idar menjadi terprovokasi dan sempat terjadi keributan di

lokasi. Saya heran, bukannya mengungkap kasus ini tapi pejabat itu malah memprovokasi," sesalnya.
Salah satu sumber Mata Banua di Mabes Polri juga mengatakan, penanganan kasus H Isam Dkk juga sarat kepentingan, sehingga dirinya tidak kaget ketika menjelang

akhir 2011 lalu, kasus itu dihentikan sementara karena penyidik Dit Reskrimsus Polda Kalsel pimpinan Kombes Pol Iriyanto mengatakan bahwa kasus itu belum cukup bukti.
Adapun mengenai turunnya tim Mabes Polri yang dipimpin Karo Wassidik Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Ronnie Somfi, sumber yang juga berpangkat tinggi ini

mengatakan, Ronnie hanya pengawas penyidik yang tugasnya mengawasi proses penyidikan kasus H Isam Dkk.
Menurutnya, dirinya pun pesimis akan kerja tim ini. Ditambahkan, jika ingin fair, kasus ini semestinya di-take over ke Dit Tipidum Mabes Polri, karena sesuai

Tupoksi, kasus pembunuhan ini masuk lingkup tindak pidana umum, jadi bukan perkara kriminal khusus. "Ini menjadi tanda tanya, kenapa Wasdik maupun Itwasum serta Propam

Mabes Polri tidak mengoreksi penanganan kasus ini," jelasnya.
Memang harus diakui, penanganan kasus terbunuhnya Hadriansyah, suami Lilik, justru ditangani Dit Reskrimsus Polda Kalsel, bukan oleh Dit Reskrimum Polda Kalsel

yang jelas-jelas memiliki Tupoksi dan kewenangan menangani kasus pembunuhan.
Sementara, seorang mantan anggota Polres Tanah Bumbu (Tanbu), Krisuswanto (34) membeberkan, selepas M Aini alias Culin, pelaku pembunuhan,
keluar dari penjara selepas menjalani masa tahanan empat bulan, ia mendengar sendiri pengakuan Culin bahwa pelaku membunuh Hadriansyah
atas suruhan H Isam. "Culin sendiri ketika itu tidak memiliki masalah dengan korban. Justru H Isam yang memiliki masalah dengan korban, karena jalan
tambang milik HI ditutup oleh warga yang dipimpin korban," terangnya.
Ditambahkan, ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut oleh Polres Tanbu yang kala itu dipimpin oleh AKBP Ike
Edwin serta Kasat Reskrim Iptu Arif Hidayat.
Dikatakan, H Isam saat rekonstruksi tidak diikutsertakan dalam bagian rekonstruksi. "Dia cuma terlihat berdiri dekat mobilnya saat
rekonstruksi. Jadi yang dilibatkan cuma dua pelaku, yakni Culin dan H Babak. Tak jauh dari H Isam berdiri, ada Kapolres Tanbu," ucapnya.
Padahal, lanjutnya, dari informasi yang dipercaya Kris, H Isam pada saat kejadian, Senin, 9 Februari 2004 di halaman SDN
Sarigadung, Km 8 Jl Eks Kodeco, Batulicin, Kabupaten Tanbu, H Isam keluar dari mobil dan menembakkan pistol ke udara.
"Saya percaya, penyidikan kasus itu sudah direkayasa, seolah-olah cuma dua pelaku yang terlibat pembunuhan. Begitu juga mengenai
pasal 170 dan 351 KUHP yang dikenakan aparat hukum juga tidak tepat. Semestinya itu pasal 338 dan 340 KUHP karena menghilangkan
nyawa orang lain dengan direncanakan," bebernya.
Menurut Kris, hukuman yang diterima kedua pelaku, yakni Culin dan H Babak yang dihukum masing©masing empat bulan dan tiga bulan
tujuh hari, jauh dari rasa keadilan."Pasal penganiayaan tidak mungkin kalau pelakunya cuma dihukum
seringan itu, apalagi korban meninggal dunia," tandasnya. adi

Komentar