Aparat Hukum Mandul Tegakkan Perda No 3/2008

MARTAPURA – Menurut Direktur Bina Lingkungan Hidup Indonesia (BLHI) Kalimantan, Badrul Ain Sanusi SH, hukum sejatinya wajib ditegakkan dan dilaksanakan secara tegas tanpa pandang bulu di Kalimantan Selatan ini. Kenyataannya, ternyata sangat sulit diaplikasikan dikarenakan para aparat penegak hukum dan penguasa daerah di Kalsel ini telah terbutakan dengan adanya kepentingan pribadi dan kelompoknya. Hukum dan peraturan yang dilanggar secara jelas dan kasat mata oleh para pelaku tindak pidana dibiarkan dan bahkan terkesan dilindungi dng sengaja.

Contoh kasus di Tanah Laut dan Tanbu, penerapan Perda No 3 Tahun 2008 tentang “Pengaturan Penggunaan Jalan umum & Jalan Khusus utk Angkutan Hasil Tambang & Hasil Perusahaan Perkebunan” tidak bisa dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian yang bertugas di lapangan dengan alasan “kurang anggota”. Siapa pun yang mendengar dan membaca stetmen tersebut akan tersenyum mencibir, alasan yang irrasional dan mengada-ada. Fakta hukum sudah sangat jelas adanya iring-iringan truk batubara lewat jln negara yang wajib ditahan, namun tetap dibiarkan. Belum lg mslh legalitas batubara yang dibawa truk-truk tersebut yang diyakini illegal.

“Kami telah melakukan investigasi, ternyata tambang illegal sangat marak di tanbu dan tanahlaut dengan berbagai modus, namun dibiarkan oleh para penegak hukum. Sangat mudah menangkap para pelaku tindak pidana tersebut apabila aparat “sadar dan melek” dengan tugas dan kewajibannya. Tambang batubara sangat mudah dilihat dari hulu ke hilir, lokasi tambang dan pelabuhannya, tapi aparat di Tanbu dan Tala tetap buta dan mandul untuk bertindak.

Pihak legislatif Kalsel beberapa hari yang lalu Sidak ke pelabuhan di Tanah Laut, tapi investigasinya masih sangat sumir dan tidak mengetahui secara jelas atau pura-pura tidak tahu masalah batubara illegal yang masuk ke pelabuhan.

“Lakukan investigasi secara mendalam dan perintahkan aparat penegak hukum untuk menyelidiki secara intensif, pelabuhan apa saja yang menerima barang haram tersebut, jika terbukti pelabuhan tersebut wajib ditutup total dan pengusahanya dipidanakan. Perlu BLHI sampaikan, bahwa pelabuhan di Tala, tepatnya di Km 121 terdapat satu jalan yang menghubungkan ke tujuh buah pelabuhan, yaitu Pelsus IMKN Mandiri, Pelsus Mandiri, Pelsus KSO, Pelsus Arutmin Indonesia, Pelsus IKM, PKTU Cenko dan Pelsus DTBS. Hemat saya, sangat mudah aparat melakukan tindakan di sana, lihat perizinan mereka, termasuk areal pelabuhan tersebut termasuk kawasan pantai yang wajib mendapat perizinan khusus,” tukas Badrul.

Istilah Pelsus dan PKTU harus dipahami secara benar, Pelsus haruslah memiliki usaha tambang sendiri, sedangkan PKTU adalah pelabuhan yang bisa menerima untuk umum. Jika Pelsus ada menerima hasil tambang yang bukan miliknya, artinya mereke telah melanggar, dan jika PKTU memasukkan batu yang tanpa disertai dokumen SKAB dan perizinan lainnya, maka PKTU tersebut telah melanggar. Tidak sulit menegakkan hukum, termasuk Perda jika aparat “malu” bermain mata dengan para pengusaha. Apabila masih tetap bermain-main dengan hukum, yakinlah pasti berujung negative, ingatnya.

Perda akan tegak jika secara teknis di lapangan dilakukan secara benar, contohnya peletakan pos terpadu (penjaganya berseragam dan memiliki legalitas untuk menindak pelanggar Perda), ideal dan rasionalnya diletakkan di pintu jalan arah pelabuhan di Km 121 agar bisa melihat dan menangkap truk pembawa batubara ilegal dan para pelanggar Perda . “Tapi nyatanya diletakkan sekitar 20 Km dari areal pelabuhan, mana bisa melihat dan menangkap para pelanggar Perda tersebut. Hal ini membuktikan adanya “permainan” aparat dan pejabat daerah setempat, tapi mereka tidak sadar jika masyarakat pun masih ada yang pintar dalam menangkap sinyalemen permainan pos terpadu tersebut,” tegasnya.

Oleh karena itu, BLHI Kalimantan mendesak kepada seluruh pejabat dan aparat yang berhubungan dengan penegakan Perda No 3 Tahun 2008 jangan bermain-main dengan hokum.

“Saatnya kalian buktikan jika baju seragam dan tugas yang diberikan adalah untuk kepentingan hukum, bukan kepentingan pribadi dan kelompok. DPRD Propinsi dan Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tanbu jangan menjadi orang munafik, buktikan jika kalian wakil rakyat yang taat dan tahu aturan, pencipta Perda yang wajib ditaati rakyat. Gubernur dan bawahannya yang terkait, kalian tahu tapi tidak bisa berbuat untuk melakukan tindakan tegas, namun terkesan buta terhadap masalah, tuli terhadap informasi masyarakat dan mandul dalam penutupan usaha tambang yang bermasalah. Ingatlah, masih banyak persoalan di lingkup tambang yang dibiarkan, khususnya masalah kerusakan lingkungan dan agraria yang akan menjadi bom waktu bagi kestabilan keamanan Kalimantan selatan,” bebernya. rls/adi

Komentar